Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kpd Sdr Zulkarnain E, Maraknya Gereja Tanpa Penghuni

17 September 2010   05:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:11 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini adalah tanggapan terhadap tulisan dari sdr Zulkarnain El-Maduri berjudul "Maraknya Gereja di Indonesia Tanpa Penghuni".

cetak tegak adalah tulisan sdr Zulkarnain, cetak miring adalah opini saya.

Menurut data Depag, rumah ibadah umat Kristen melonjak 131,38 persen dari 18.977 pada tahun 1977 menjadi 43.909 buah pada tahun 2004. Gereja Katolik naik 152,79 persen dari 4.934 pada tahun 1977 menjadi 12.473 buah pada tahun 2004. Ini menunjukkan lonjakan pembangunan Gereja yang sangat spektakuler, luar biasa bagi mereka yang menyatakan diri sebagai kaum minoritas, bisa bermegah ria dengan untaian gereja geraja yang berdiri terpancang di tengah tengah kaum Mayoritas.

Apakah menurut anda segala sesuatunya di Negara ini harus disesuaikan dengan hasil sensus tentang berapa persen agama A, berapa persen agama B, berapa persen agama C. berapa persen suku A, berapa persen suku B, berapa persen suku C. Karena Kristen hanya 10%, maka gereja hanya boleh ada 10% dari seluruh rumah ibadah?, hanya boleh ada 10% mahasiswa Kristen dari seluruh mahasiswa? kekayaan Kristen hanya boleh 10% dari seluruh kekayaan rakyat?. Jika memang demikian "semua warga Negara bersamaan hak dan kewajibannya di depan hukum" lebih baik kita hapus saja. Kita buat hak dan kewajiban sesuai dengan persentase jumlah penganut, atau jumlah suku, atau yang lain-lain.

Bandingkan dengan Negara Negara maju seperti amerika, gereja geraja tidak terlalu banyak, dibatasi oleh undang undang, dan itu dipatuhi oleh rakyat Amerika. Sangat dominan penduduk amerika dengan gereja yang ada. Dibelanda saja sebagai Negara kaum gerejani, tidak sebanyak klaim minoritas dalam membangu gereja. Undang undang di Negara itu juga dipakai untuk menjerat mereka melanggar hukum, meskipun, mayoritas Kristen.

yang ini benar, mereka mematuhi undang-undang. Tapi saya belum pernah tahu di AS ada undang-undang yg membatasi pembangunan rumah ibadah. Bagi masyarakat sekuler AS, agama bukanlah urusan Negara, tapi urusan pribadi. Jika sesuai dengan prosedur dan hukum mereka, ijin pembangunan pasti diberikan. Jika kita punya undang-undang membatasi pendirian rumah ibadah dari segi jumlah fisik, mari kita patuhi. Apakah kita punya? tidak. yang kita punya hanya prosedur mengurus ijin. Kemudian Belanda bukan Negara kaum grejani, mereka bukan Negara Kristen, dan yang mayoritas di sana adalah atheis. Kristen dan islam di sana sama-sama minoritas. Kita punya hukum negara, itu yg perlu kita patuhi, bukan hukum Negara lain.

Mungkin tidak demikian di Indonesia yang konon mayoritas Muslim, masih saja kaum minoritas merasa kurang puas dengan pemerintah yang kebetulan di Pimpin orang Islam. Gereja gereja berdiri tidak seimbang dengan pemeluknya, berdiri bagaikan cendawan tumbuh di musim hujan. Namun demikian mereka masih saja merasa dipersulitlah, merasa dibangsa tirikanlah. Menuntut kebebasan yang jauh melampui ketentuan hukum hukum yang ada. Kalau perlu tanpa hukum, bebas mengekprsi agama semau kita .

"Indonesia bukan Negara Islam", anda setuju?. yang dipersulit dinegara ini bukan hanya Kristen, tapi semua, dan yg mempersulit itu adalah pemerintah, bukan Islam, bukan Kristen. Menuntut kebebasan jauh melampaui hukum yang ada. Kalau perlu tanpa hukum. Kalimat apa ini, apa contohnya?sepertinya bagi anda umat Kristen ini sangat bar-bar ya, tanpa hukum?. Justru yg dituntut itu adalah agar hukum ditegakkan, hukum Negara, bukan hukum agama.

Misalnya bagi umat Islam bebaskan juga mengekpresi agamanya tanpa dihalang halangi, menegakkan hukum agama sesuai dengan jaminan Pancasila, "Bebas Melaksanakan ajaran sesuai agama yang dipeluknya". Maka apa yang akan terjadi, hokum potong tangan, hukum rajam, hukum kisos dan sebagainya. Yang Kristen bebas melaksanakan ketentuan Injil, yang hindu bebas melaksanakan ketentuan hindu dan yang Budha, bebas menjalankan ketentuan budha. Kalu semuanya itu terjadi, jelas kebebasan tanpa hukum itu akan menenggelamkan bangsa itu sendiri kedalam jurang pemisah antar agama yang akan berakhir dengan peperangan. Demikian juga Kalau "AGAMA" tidak mau diatur dan merasa punya aturan sendiri. Bukan lagi nilai PLURALIS yang akan dirasakan oleh bangsa ini, melainkan eskalasi perpecahan menuju perang saudara.

kita hidup sebagai umat dari suatu agama, anggota dari suatu suku, semua melelebur menjadi warga Negara. Sebagai warga Negara setiap warga bebas menjalankan ibadah masing-masing, mengekspresikan budaya suku masing-masing. yang bebas itu adalah beribadah, tetapi utk mendirikan bangunan ibadah perlu ijin, baguslah itu, semacam IMB, agar bangunan liar tidak bermunculan. Apakah anda merasa dihalangi dalam beribadah? Hubungan anda dengan saya adalah hubungan sebagai warga Negara, maka yang mengikat anda dengan saya adalah hukum Negara, bukan hukum agama. Hubungan saya dan anda dengan Negara diatur oleh hukum Negara, itulah artinya "semua warga Negara bersamaan haknya di depan hukum". Tetapi jika anda dan yg seagama mau memakai hukum potong tangan sesama anda, dan Negara membolehkan, ya monggo. tetapi jangan berlakukan hukum agama anda ke agama lain. Demikian juga seluruh agama lainnya.

Pembangunan gereja yang dilangsir Depag itu, adalah jumlah yang bisa dilacak didaerah, tentunya belum lagi gereja gereja yang berdiri didaerah daerah terpencil dan rumah rumah yang dijadikan tempat kebaktian. Padahal semestinya, setiap gereja paling tidak harus seimbang dengan pemeluknya, 1 Gereja sama dengan 269 orang, ini tidak sepeti gambaran. Terkadang pembangunan gereja itu hanya menjadi symbol kalau didaerah itu semarak dengan agama Kristen, sedangkan yang masuk gereja baru 1 atau 2 sampai sepuluh orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun