Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Mengapa Rekonsiliasi Tidak Diperlukan

20 November 2020   17:05 Diperbarui: 20 November 2020   17:05 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lema rekonsiliasi memiliki tiga arti. Satu berkaitan dengan relasi sosial, satu berkaitan dengan catatan keuangan, satu lagi tentang penyetaraan dua akun.

Dalam kaitannya dengan relasi sosial, rekonsiliasi adalah perbuatan memulihkan hubungan pada keadaan semula, perbuatan menyelesaikan perbedaan.

Di dalam definisi rekonsiliasi itu ada dua hal pokok yang perlu digarisbawahi, yaitu memulihkan hubungan pada keadaan semula dan menyelesaikan perbedaan. Kedua hal ini membuat saya mudah memahami mengapa Pak Jokowi menolak tawaran rekonsiliasi dari pihak HRS.

Ringkasnya begini, karena belum pernah ada hubungan antara Pak Jokowi dengan HRS, artinya tidak ada yang perlu dipulihkan. Maka rekonsiliasi tidak diperlukan.

Lantas bagaimana dengan menyelesaikan perbedaan?, apakah Pak Jokowi tidak mau menyelesaikan perbedaan di antara mereka berdua?, dengan kata lain Pak Jokowi tidak bersedia menyelaraskan pandangan dan visinya dengan Rizieq? ... yalah .. pasti tidak mau dan harus tidak mau. Sama juga halnya, HRS dipastikan tidak mau jika diminta mengubah pandangan dan visinya agar selaras ke Pak Jokowi. Perbedaan di antara mereka berdua begitu tajam, terpisah oleh jurang sangat lebar dan tidak kelihatan dasarnya. Jadi, rekonsiliasi adalah kemustahilan, mubazir.

MENGAPA REKONSILIASI MUSTAHIL?

Ketika Pak Jokowi berdiri tegap bersikukuh bahwa NKRI harus tetap berideologi Pancasila, sedangkan Rizieq bersikeras tentang Negara khilafah, bahkan dituduh menghina Pancasila, bagaimana mungkin perbedaan itu diselesaikan?

Saat Pak Jokowi berpegang teguh ke UUD45 Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sedangkan Rizieq bersikeras bahwa ada kaum termasuk dirinya tidak boleh disentuh hukum, bagaimana mungkin perbedaan itu diselesaikan?

Saat Pak Jokowi tidak berkenan merespon tuduhan dan makian, sedangkan Rizieq sibuk berteriak rezim yang lalim, rezim yang terkutuk, rezim yang laknat, bagaimana menyelesaikan perbedaan ini?

Sewaktu MK memutus sengketa pilpres dan menetapkan pasangan Jokowi -- Maaruf sah memenangkan pilpres, sedangkan Rizieq menolak putusan MK dan berteriak bahwa rezim ini illegal, bagaimana mungkin menyelesaikan perbedaan ini?

Saat Pak Jokowi dengan santun menanggapi hinaan dan tuduhan PKI yang dialamatkan ke dirinya, sedangkan Rizieq membalas tukang obat dengan lonte, bagaimana mungkin perbedaan ini diselesaikan?

Jika telaah ini kita teruskan, maka kita semakin mengerti mengapa pemerintah menolak rekonsiliasi.

Pertama: Pak Jokowi dengan Rizieq belum pernah menjadi sahabat karib, jadi tidak ada persahabatan yang harus dipulihkan.

Kedua: Pak Jokowi dengan Rizieq bukan hanya berbeda, tetapi bertolak-belakang.

Ketiga: tidak ada rekonsiliasi.

SAYA PAHAM. Meski demikian tidak apa-apa juga kalau diadakan, syaratnya juga sederhana. Definisi rekonsiliasi di KBBI direvisi dulu. Toh revisi terakhir KBBI adalah tahun 2016, sudah layak direvisi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun