Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Film, Komunis, dan PKI

2 Oktober 2020   16:46 Diperbarui: 3 Oktober 2020   00:08 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sedikit heran terhadap keriuhan pemutaran film G 30 S PKI. Seolah-olah jika film tidak diputar berarti PKI sedang bangkit, dan pihak yang tidak setuju film itu diputar diposisikan sebagai antek PKI, ajaib. 

Keajaiban lainnya, seolah-olah jika film itu diputar akan menyebabkan PKI yang sedang bangkit itu akan langsung tiarap tak berkutik, ketakutan setengah mati, dan pihak yang setuju, terutama yang mengusulkan, adalah pahlawan patriotik yang sangat Pancasilais.

Semua mengetahui bahwa skenario harus ditulis sebelum menjadi sebuah film. Di dalam skenario setiap film perang besutan Hollywood, hampir pasti Amerika keluar sebagai pemenang, kalaupun kalah, itu karena mengalah demi kepentingan semua mahluk yang menggeliat. Bahkan film yang diiklankan sebagai "based on true story", pasti tidaklah seratus persen menceritakan true strory-nya itu. 

Kini, setiap berbicara tentang tragedi "TITANIC", yang terbayang bagi banyak orang adalah momen romantis Leonardo DiCaprio bersama Kate Winslet di buritan kapal, rambut yang tergerai ditiup angin laut, atau momen panas percintaan kedua mahluk beda kelamin itu. Apakah pada peristiwa yang sesungguhnya lakon romantis seperti itu benar-benar ada?... pasti tidak. 

Ini sebuah contoh tentang kekuatan dari sebuah skenario film, sekaligus dapat menunjukkan bahwa sebuah film dapat menjadi sangat berbahaya. 

Masih segar di ingatan, tentang film hari kiamat "2012" yang dirilis pada 2009, banyak yang percaya dan menimbulkan kepanikan, bahkan beberapa orang kaya menginvestasikan banyak uang untuk membangun bunker perlindungan. Sekali lagi, kekuatan dari skenario film.

Sebenarnya, tidak ada film "based on true story", yang ada adalah "based on scenario". Dan sialnya, skenario dapat menjadi pintu masuk politikus dan birokrat. Jika begitu, maka fungsi sebuah film dari hiburan berubah menjadi senjata propaganda.

Tapi, apapun itu, tujuan utama tulisan ini bukan tentang film, propaganda atau politik, tetapi tentang semantik.

PKI adalah akronim dari Partai Komunis Indonesia, jadi PKI itu adalah sebuah partai, partai politik yang pada masa itu adalah partai besar. Pada pemilu 1955, PKI berada di urutan empat perolehan kursi terbanyak di parlemen. PNI 57 kursi, Masyumi 57 kursi, NU 45 kursi, PKI 39 kursi. Kesimpulan kita, PKI adalah sebuah partai politik, dan siapapun tahu bahawa mendirikan sebuah partai politik harus mematuhi UU yang berlaku.

Pada tanggal 12 Maret 1966, Soeharto mengeluarkan Keppres No 1/3/1966 yang isinya adalah tentang pembubaran PKI. Keppres tersebut, pada 5 Juli 1966 diperkuat dengan TAP MPRS No. XXV/1966, sekaligus menetapkan PKI sebagai partai terlarang dan ideologi komunis sebagai ideologi terlarang. Jadi bukan hanya PKI yang terlarang, tetapi partai apapun jika mengusung ideologi komunis adalah terlarang.

Sekarang cukup jelas, Partai berideologi komunis tidak dilarang sebelum 5 Juli 1966, menjadi terlarang sesudah 5 Juli 1966.

Lalu masalah semantik apa yang terjadi?

Frase "eks anggota partai terlarang" adalah rangkaian kata yang mengerikan, yang dapat mengubah nasib seseorang dalam sekejap saja. Frase itu pasti mengacu ke orang-orang yang namanya tertulis di buku daftar anggota PKI, pada hal pada saat itu PKI bukan partai terlarang, ini aneh. Atau sebaliknya,pada 5 Juli 1966 partai itu dibubarkan, tapi kok masih ada anggotanya? ini juga aneh kan?

Biar lebih jelas, jika si A pada tanggal 1 Januari 1964 mendaftar jadi anggota PKI, dan saat itu PKI belum menjadi partai terlarang, tentu tidak boleh dikatakan bahwa si A adalah anggota partai terlarang. Pada 5 juli 1966, PKI dibubarkan, sejak saat itu si A bukan lagi anggota karena PKI sudah dibubarkan. Maka mengatakan si A adalah eks anggota partai terlarang, ditinjau dari sudut semantik menjadi membingungkan.

Pada saat duduk di kelas 5 sekolah dasar, kami selalu berpikir bahwa penduduk Uni Soviet (saat itu USSR) dan Tiongkok semuanya PKI. Tapi tolong jangan salahkan kami, karena saat itu yang kami ketahui adalah komunis sama dengan PKI. Bagi kami saat itu, PKI paling banyak berada di Tiongkok, lalu disusul Uni Soviet. Kami belum mampu membedakan komunis dengan PKI, itu saja masalahnya.

Ribut-ribut pemutaran film G 30 S PKI dan kebangkitan PKI mengembalikan saya ke kelas lima SD dahulu kala, haaaa..... bahkan saat ini, banyak yang berpangkat tinggi, banyak mantan pejabat tinggi, masih seperti saya waktu kelas 5 SD, berpikiran bahwa komunis itu adalah PKI, bah. Andai kata pun Partai politik saat ini ada yang tersusupi dengan ideologi komunis, mengatakan PKI bangkit tetaplah salah, yang betul adalah ideologi komunisme yang bangkit.

Bapak-bapak yang sering berteriak "hati-hati kebangkitan PKI", anda juga harus hati-hati. Sebab, bisa saja anda dituduh dengan sengaja meneriakkan kebangkitan PKI agar masyarakat terfokus pada PKI-nya, dan melupakan ideologinya. Dengan cara begitu, ideologi komunis bisa melenggang menyusup ke mana-mana luput dari perhatian, dalam bentuk entah apa, dengan cara entah bagai-mana, lantas tiba-tiba berdirilah sebuah partai berideologi komunis, tapi namanya entah apa, yang pasti bukan PKI.

Jadi, waspadalah, kata bang napi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun