Begitupun kala saya hendak memborong hand sanitizer, itu bisa dipidanakan, bah. Mengapa bukan produksi masker yang diperbanyak? mengapa bukan produksi sabun yang digenjot?
Sekunder: Nafsu. bangkitnya nafsu berburu rente, bangkitnya nafsu berburu panggung. Berita dua warga depok positif terinfeksi virus, sebetulnya masih bersifat lokal. Tetapi wabah berburu rente langsung menyebar dari Sabang sampai ke Merauke. Hanya sekejap, stok masker di Jakarta lenyap, kalau ada, harga meroket seribu persen. Satu dus masker isi 50 pcs ditawarkan senilai empat ratus ribu rupiah.
Nafsu naik panggung juga meledak, bahkan sering tidak berkaitan dengan virus, atau hanya dikait-kaitkan. Enam bulan ke depan, rezim pemerintah yang sekarang akan jatuh, gegara virus corona. Tak berkaitan, tidak masalah, tetapi sudah menjadi viral, gue kini terkenal, kata orang yang mengatakan itu.
Bahkan, virus corona adalah tentara Allah. Viral dan membuat nama terapung ke permukaan. Orang itu kini sibuk mengklarifikasi maksud dari tentara Allah, sebab wabah yang sama sedang meningkat di wilayah Timur Tengah.
Virus masuk ke Indonesia karena makan daging babi. Padahal, di awal disebut bahwa virus berasal dari ikan laut, lalu dari kelelawar, lalu dari trenggiling, kini karena daging babi. Belum sempat viral, terbetiklah berita bahwa pejabat senior di Iran meninggal karena terinfeksi virus corona. Kini, cara termudah untuk menjadi viral, atau menjadi sangat terkenal, adalah dengan menunggangi virus corona.
Panik dan Nafsu berkelindan menjadi satu. Informasi yang (sengaja) samar dan saling berkebalikan, itu membuat panik. Orang yang bernafsu naik panggung memanfaatkan kepanikan untuk menciptakan keviralan.