Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Kaya yang Terdampar di Toilet

22 Juni 2018   15:14 Diperbarui: 22 Juni 2018   15:32 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mimpiku sangat indah, luar biasa sekali. Aku menjelma menjadi seorang hiper kaya dengan aset takterbatas. Bahkan, karena banyaknya, aku tidak bisa lagi mengingat, sehingga terjadilah hal yang lucu. Ketika kuutarakan keinginanku untuk membeli gedung berlantai seratus di jl. Kemerdekaan di pusat kota, stafku bilang begini: tidak perlu pak, itu memang gedung milik bapak. Begitupun saat timbul niat membeli sebuah pulau beserta seluruh resort wisata dan hotel di dalamnya, stafku juga bilang bahwa pulau itu sudah lama menjadi milik bapak. Lalu kita mau beli apa?, tidak ada lagi yang bisa bapak beli sebab semua sudah milik bapak, kata stafku. Bah .... pusing juga.

Orang kaya seperti saya ternyata hidupnya membosankan, sama seperti orang miskin yang tidak punya apa-apa, sama-sama tidak bisa memuaskan hasrat belanja. Bedanya, saya tidak bisa belanja sebab semua adalah milikku, orang miskin kere tidak bisa belanja karena tidak ada yang akan dibelanjakan, tetapi tetap saja penderitaan kami sama, yaitu nafsu belanja yang tidak terpuaskan. Belanja adalah kebutuhan psikologis, momen pamer eksistensi, show of gengsi, dan juga hiburan tamasya menenangkan jiwa. Tapi, aku takbisa menikmati momen seperti itu.

Bayangkan, ketika saya ke mall hendak ngopi di caf, tiba-tiba terjadi kegemparan. Satpam, kasir, petugas parkir, PSG, dari lantai dasar sampai lantai tigapuluh, semua kumpul mengerubuti dan menyalami saya, cium cium tangan lagi. Barulah saya tahu bahwa mall itu adalah milikku, dan semua yang datang mengerubuti dan menyalami saya berharap agar gaji dinaikkan dan fasilitas ditambah. Momen kesendirian yang kurindukan langsung berantakan.

Jadi aku putuskan hendak menyendiri ke luar negeri, ke pulai terpencil di Karibia nun jauh di sana. Aku menyamar, topi meksiko, kaca mata ray-ban, jeans bulukan yang sobek-sobek, beserta kaus oblong. Sial, demi halilintar, suaraku dikenal semua kru pesawat mulai dari pilot, pramugari, dan semua penumpang. Oh, ternyata pesawat itu beserta maskapainya adalah milikku, nasib .... nasib. 

Di pulau, aku makin menderita, dasar nasib kampret, pulau itu ternyata milikku juga, itu membuat aku tidak bisa menyendiri, segerombolan manusia bergantian datang menyalami dan mencium tanganku. Pada hal aku sangat ingin membuka baju dan celana menyisakan hanya kolor, lalu terlentang di pasir pantai menatap langit, sendirian.

Karena semua milikku, tidak ada tempat untuk menyendiri lagi, kasihan sekali diriku ini. Meski semua aset adalah milikku, ternyata aku tidak bisa membeli "me time". Satu-satunya tempat di mana aku bisa sendirian adalah toilet, terimakasih kepada semua toilet. Jadi aku buat toilet mewah, ada tele konferensi di dalamnya, ada shower, ada sofa, kulkas, dan tentu saja rak buku. Aku mendamparkan diriku sendiri di sana.  Apakah nasib orang hiper kaya seperti saya harus terdampar di toilet?

Untungnya aku terbangun, realitas mengusap wajahku dengan dingin. Ada nasib di dalam mimpi yang terbawa ke realitas saat bangun, yaitu sama-sama tidak bisa belanja. Di mimpi, aku tidak bisa belanja karena semua telah menjadi milikku, di realitas aku tidak bisa belanja karena tidak ada uang untuk dibelanjakan. Syukur juga sih, sebab di realitas aku memiliki keberlimpahan "me time" yang sangat banyak, ya karena di alam nyata aku seorang pengangguran.

 Jadi aku telusuri balik mimpiku itu. Kenapa aku bisa sekaya itu?.... oh ternyata kini aku sadar, di dalam mimpi itu aku adalah anak seorang diktator ulung yang dengan rakus menyedot semua aset negara, mengakumulasi harta yang cukup untuk tujuh turunan. Untungnya, di mimpi itu, aku baru turunan kedua. Jadi aku masih bisa bermimpi untuk 5 turunan lagi sebelum menjadi miskin dan kere. Aku tidak mau bermimipi di turunan ke delapan, saat itu kekayaan warisan dari bapakku sudah habis. Itu akan menjadi mimpi buruk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun