Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Menihilkan Diri

9 Februari 2018   15:30 Diperbarui: 9 Februari 2018   15:33 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu cara berpikir yang paling merusak adalah bahwa semua yang salah selalu berasal dari luar. Cara berpikir seperti ini membuat orang tidak pernah meninjau ke dalam diri, tidak mau melihat ke dalam hati, dan karena itu tidak akan pernah bisa berubah apalagi bertobat. Pertobatan dimulai dari pengakuan, dan pengakuan itu sesungguhnya baik bagi jiwa.

Seorang politikus baru-baru ini mengatakan bahwa korupsi itu disebabkan berbagai hal dari luar diri si koruptor, seperti biaya politik yang tinggi, kesempatan yang terbuka lebar, sistem yang tidak baik, atau tekanan-tekanan dari luar diri sang koruptor. Bagi saya, itu ungkapan yang sangat tidak bermutu, hanya dalih menghindar dari tanggungjawab, tetapi sekaligus merupakan penghinaan terhadap diri pelaku korupsi.Pelaku korupsi diasumsikan hanya sebuah boneka yang tidak memiliki kendali terhadap diri sendiri, tetapi seratus persen dikendalikan oleh berbagai faktor dari luar diri.

Yang sebenarnya adalah seseorang korupsi adalah karena dia ingin korupsi, karena dorongan nafsu bejad dari dalam diri sendiri, dan karena ketamakan yang begitu membara dan membuncah. Itulah, dan hanya itulah, mengapa orang korupsi.

Baru-baru ini di bandara udara Kuala Namo saya melihat seorang pria gembel menyerahkan dompet tebal ke petugas Bandar, dompet tebal yang ternyata isinya lembaran dolar yang banyak, yang dia temukan di toilet bandara. Kesempatan besar mendapat dolar yang banyak terbuka sangat lebar, tetapi pria gembel ini memiliki kendali atas dirinya, pria gembel ini berkuasa atas dirinya, maka dengan enteng dia serahkan dompet dan dolar-dolar itu ke petugas bandara. Semoga petugas bandara memiliki kendali atas dirinya juga.

Sementara pria gembel itu berkuasa atas dirinya, banyak pria-pria berjas dan berdasi naik mobil mewah, tetapi tidak memiliki kendaliatas dirinya, tidak memiliki kuasa terhadap hatinya, hanya boneka dari nafsu bejadnya.

Seperti apa pun sistem, jika orang-orang di sistem itu memiliki kendali atas diri dan nafsunya, korupsi tidak terjadi. Jelas bukan sistem yang salah. Jika biaya politik sangat tinggi, orang yang memiliki kendali atas diri dan nafsunya akan memilih satu dari dua. Pertama, tidak terjun ke politik. Kedua, terjun ke politik disertai pemahaman bahwa politik mungkin akan menyebabkan penghasilannya berkurang dari sebelumnya, dan dibarengi kerelaan menjalaninya dengan tulus. Jelas sekali bahwa bukan biaya politik itu penyebab korupsi.

Jadi persetan dengan alasan-alasan lain mengapa orang korupsi. Orang korupsi murni karena dorongan nafsu dari dalam dirinya, karena gen koruptor telah diwariskan ke dalam tubuhnya, dari kakek-nenek moyangnya, yang selanjutnya diwariskan lagi ke anak-anaknya. Bangsat.

Pidato-pidato yang mengatakan bahwa kemiskinan adalah akar konflik, itu juga pidato brengsek yang tidak bermutu, pidato untuk mengalihkan tanggung-jawab.Kalau yang dimaksud adalah percikan konflik kecil, sayasetuju.Kemiskinan mungkin memaksa orang mencuri atau mencopet atau merampok, tetapi itu mudah diatasi.

Tetapi kalau yang dimaksud adalah konflik besar yang mengancam keutuhan Negara, itu sangat mustahil. Orang paling bodoh sekalipun dapat memahami bahwa itu sangat mustahil.

Suatu konflik yang mampu mengancam keutuhan Negara, Negara yang manapun itu, mestilah terorganisir dengan baik, limit waktu yang jelas, akses ke sumber dana tak terbatas, isu yang terkelola dan terstruktur. Sangat jelas sekali bahwa orang miskin tidak akan pernah mampu melakukan itu, mereka disibukkan olehpertanyaan apakah besok bisa makan?.

Pertanyaan apakah besok kita makan menunjukkan bahwa gizi belum menjadi pertimbangan, yang penting perut terisi, inilah kemiskinan itu.Pertanyaan besok kita makan apa menunjukkan bahwa faktor gizi sudah menjadi pertimbangan, besok pasti makan tetapi bagaimana gizinya?. Pertanyaan besok kita makan dimana menunjukkan bahwa gizi sudah pasti baik, tinggal masalah kesenangan, makan sudah menjadi rekreasi. Pertanyaan besok kita makan siapa, menunjukkan bahwa orang ini sudah pasti makan makanan bergizi dan enak, di restoran mewah yang nyaman, tetapi itu belum cukup juga. Orang ini ingin memakan siapa saja atau apa saja. Sesungguhnya orang seperti itulah yang menjadi sumber dari segala sumber, akar dari semua akar konflik yang dapat mengancam keutuhan sebuah Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun