Dampak langsungnya adalah, semua jenis ujian menjadi suatu even yang menakutkan. Membuat siswa ketakutan, membuat orangtua gemetar, membuat guru cemas, membuat sekolah khawatir. Ujian berubah menjadi even mempertaruhkan nyawa dan masa depan. Nilai rata-rata siswa menjadi acuan penting untuk menilai semuanya, menilai siswa, menilai orangtua, menilai guru, dan menilai sekolah.
Kalau jaman dahulu yang belum begitu lama, kecemasan dan ketakutan itu akan mencapai titik kulminasi menjelang Ujian Nasional. Orang-orang beramai-ramai mengadakan doa massal untuk kesuksesan UN. Entah apa isi doa massal itu, apakah agar Tuhan melalui mimpi berkenan membocorkan soal yang akan diujikan besok?, atau agar Tuhan mengampuni dosa massal karena soal sudah bocor?... entahlah.
Pendewaan yang menjadi pangkal dari hiper inflasi nilai.
Mendewakan nilai bisa membuat kita melupakan hal sangat penting, yaitu proses. Berbulan-bulan guru bidang study matematika tidak pernah hadir mengajar di ruang kelas, lalu sebulan menjelang ujian semester datang membagikan sejumlah soal-soal matematika menjadi tugas siswa. Nanti soal ujian semester akan dipilih dari soal yang dibagikan itu. Horeee... siswa senang meraih nilai 9, orangtua bangga anaknya meraih nilai tinggi, sekolah senang siswanya berprestasi, guru bangga merasa sukses membimbing siswa, di sini senang, di sana senang. Ini saya sebut sebagai keadaan yang membusukkan masa depan, bukan masa depan siswa, tetapi masa depan bangsa.
'3. Sisi Pandang Lain
Kami di Prosus INTEN melihat nilai ujian dengan cara yang jauh berbeda dari cara yang umum. Nak, kalau dari 10 soal matematika kau hanya bisa menjawab 3 soal dengan jujur dan benar, artinya adalah bahwa ada 7 soal lagi yang mesti kau ulangi. Pelajari lagi dari bukumu, dan kalau tetap kau tidak mengerti, tanyakan ke gurumu. Jika semua proses itu kau jalankan dengan betul, meskipun tercatat nilaimu hanya 30, seseungguhnya otakmu sudah bernilai seratus, ya kan?.
Nak, cita-citamu nanti kau menjadi apa?. Saya pingin menjadi dokter spesialis bedah pak, doakan ya pak, kata siswa yang aku Tanya itu. Oh ya, pasti saya doakan. Sekarang kita lompati waktu, kau sudah menjadi dokter spesialis bedah, dan akan melakukan pembedahan besar terhadap pasien, membutuhkan waktu 5 jam non stop. Kapankah kau melatih dirimu agar tahan di bawah tekanan stress selama lima jam non stop?.Â
Hari ini, kita ujian selama dua jam. Kau latihlah dirimu bagaimana bertahan dan menggunakan seluruh waktu yang tersedia non stop selama dua jam, ujian berikutnya kita naikkan menjadi tiga jam, dan seterusnya. Saat kau menjadi dokter spesialis nanti, kemampuan bertahan di bawah kondisi stress sudah kau miliki. Tujuan utama ujian ini ya untuk itu, soal nilai ujianmu itu nomor sekian.
Memang begitulah. Tujuan pertama dari penyelenggaraan ujian adalah sebagai sarana dan momentum agar siswa dapat berlatih meningkatkan daya tahan dan daya juang. Menjadi apapun profesi yang kau cita-citakan, daya tahan dan daya juang menjadi salah satu faktor yang sangat esensial.
terimakasih
(Jonny Hutahaean)
