Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemenang Pilkada DKI 2017 yang Sesungguhnya

4 Januari 2018   18:13 Diperbarui: 4 Januari 2018   18:19 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Politik memang misterius, yang terucap tidak selalu sama dengan yang termaksud, yang terlihat tidak selalu sama dengan yang apa yang sebetulnya terjadi. Realitas politik hanya dapat sedikit dipahami apabila kita bersembunyi di balik layar dan di belakang panggung, mengamati dan mendengar pembicaraan pada diskusi para dalang-dalang politik. 

Di atas panggung, anda melihat dua wayang yang bertempur berdarah-darah, sebenarnya kedua wayang itu digerakkan hanya oleh satu dalang.

Sebagian besar orang Batak kesulitan memahami apa kaitan wayang dengan dalang, sebab di dalam kosa kata Batak, dalang itu berarti tidak bermoral. Mungkin hanya sebuah kebetulan yang cocok, bahwa dalang politik itu cenderung tidak bermoral, atau bahkan tidak bermoral menjadi keharusan.

Kemisteriusan politik itulah yang membuat saya terlambat, ini tentang pilgub DKI yang sudah lewat, saya terlambat melihat dari sisi lain hasil putaran pertama dan putaran kedua. 

Dan saya yakin, mayoritas dari rekan-rekan saya, pengamat politik amatiran, sama seperti saya, juga terlambat melihat bahwa ada sisi lain dari hasil pilgub DKI. Apabila pengamat politik senior yang sudah karatan oleh pengalaman tidak melihat sisi yang satu ini, maka kami gerombolan pengamat amatiran yang lebih mengedepankan emosi, akan bersorak dan berteriak, satu -- nol.

Sisi lain yang saya maksud itu, bukan tentang hingar bingar yang meletihkan, bukan juga tentang agama yang mulai merembes dan berkuasa di jagad politik, bukan tentang benturan yang hampir meretakkan perahu bersama, bukan tentang jargon-jargon surgawai yang diteriakkan, bukan tentang tujuh bidadari yang jelita dan siap melayani segala hal, sebab itu semua sudah jelas dan benderang.

Tengok dan cermati ulang.

'1. AHY

Tidak berniat meremehkan, sebab itu tidak mungkin, mundurnya AHY dari karir militer yang cemerlang dan sedang meroket, saya lihat sebagai sebuah kesalahan besar, blunder takberperhitungan. Bagaimana tidak, nihil pengalaman di politik dan di birokrasi, belum dikenal secara umum, hanya mengandalkan aliran darah sebagai putra tersayang sang mantan presiden, berani-beraninya mengajukan diri sebagai salah satu calon gubernur DKI, menantang petahana, menantang mantan rektor dan mantan menteri. 

Di masa depanpun, belum pernah ada di sejarah bahwa seorang mayor purnawirawan dapat menduduki jabatan level tinggi apalagi yang tertinggi, paling banter sekelas Bupati. ada apa dengan pak SBY?

Dan, untuk sementara saya betul, AHY tersingkir di putaran pertama, paling buncit dengan perolehan suara tertinggal sangat jauh dari dua saingannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun