Meski biologi mengatakan bahwa manusia adalah hewan, tetapi hewan bermoral, manusia adalah pelaku moral. Fisiologi tubuh manusia teramat mirip terhadap monyet, bahkan kode sitokrom manusia hanya berbeda satu huruf saja dengan kode sitokrom monyet, empat huruf dengan babi. Jadi pada pohon evolusi, kekerabatan manusia -- monyet cukup dekat. Hanya tidak boleh dikatakan bahwa manusia berasal dari monyet, kedua mahluk itu sudah terpisah jauh di sungai evolusi. Ilmu biologi, tepatnya biologi evolusioner, hanya bisa berbicara sejauh itu saja.
'1. Manusia Pada Pohon Evolusi
Nilai seekor kerbau tergantung pada usia dan berat tubuhnya, bukan begitu nilai seorang manusia. Monyet masih tetap memanjat pohon, manusia sedang mengarungi angkasa. Kerbau tetap memakan rumput, artinya belum ada di dalam sejarah evolusi sekumpulan kerbau mengolah rumput, menjadi pasta misalnya, baru memakannya. Pagi serapan roti kismis, makan siang menu pizza, makan malam menu pasta, semuanya berbahan dasar biji gandum, kreasi manusia ya begitu. Belum pernah juga di dalam sejarah evolusi yang jutaan tahun itu, sekelompok monyet mengolah buah jambu menjadi jus, atau singa yang membuat sate dari daging rusa.
Perbedaan di atas, itu baru nuansa, split, different shift, tetapi ahli biologi evolusioner sudah kelimpungan menjelaskan, mengapa ada secuil perbedaan seperti itu. Pada hal kita belum membahas perbedaan yang lebih mencolok seperti bahasa, ilmu pengetahuan, kehendak bebas, keyakinan, ambisi, dan lain-lainlah.
Tetapi agar kaum Darwinian penganut Darwinisme tidak kesal, mari kita simpulkan saja bahwa betul manusia beserta jajaran mahluk hidup apapun itu bertualang di pohon evolusi yang sama, tetapi evolusi manusia berada pada ranting yang istimewa atau diistimewakan, tentu oleh Sang Maha Pencipta.
Pada awalnya semua ahli fisika sepakat bahwa Tuhan mengatur alam semesta melalui seperangkat hukum tersembunyi, maka menjadi kewajiban suci bagi manusia adalah untuk menyingkapkannya. Tidak ada penciptaan teori fisika, yang ada hanya penyingkapan, seperti tiupan angin yang menyingkap apa yang tersembunyi di balik rok mini.
Tetapi akhir-akhir ini, ahli-ahli fisika, tetapi terutama yang merasa ahli, semakin condong ke pendapat bahwa hukum alam tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan sesuatu. Itu agar mereka terhindar dari pertanyaan apakah Tuhan bisa mengubah hukum alam?, dan apakah Tuhan mempunyai pilihan saat menciptakan hukum alam?. Menurut mereka, hukum Thermodinamika ke-2 tentang entropy harus seperti itu, tidak ada bentuk lain, tidak ada siapapun yang bisa mengubah itu, termasuk Tuhan. Kaum atheis pasti bersorak gembira membaca paragaraf ini.
Kebanyakan kaum atheis itu tidak mengetahui bahwa ahli-ahli fisika itu sedang terengah-engah hampir kehabisan nafas. Sebabnya adalah semua penyingkapan yang diusahakan melalui kerja keras yang menguras pikiran, ternyata hanya tambal sulam semata. Sebuah elektron mesti dijelaskan dengan probabilitas kuantum, tetapi saat sekumpulan elektron membentuk materi padat, probabilitas kuantum mati suri tak berdaya, harus diganti dengan teori-teori klasik. Fenomena ini hingga kini membuat siapapun, bahkan yang kalian sebut paling jenius sekalipun, tak berdaya dan tak mampu bersuara.
Jadi yang paling aman adalah tetap berpegang pada kepercayaan bahwa hukum alam itu adalah hukum Tuhan, hingga saat ini manusia belum berhasil menyingkapnya dengan baik dan utuh, penyingkapan itu masih sepotong-sepotong, seponggol-seponggol kata orang Batak.
'3. Hukum Alam dan Tragedi