Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan dan Pocong

24 November 2016   16:10 Diperbarui: 24 November 2016   16:22 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika dicermati, ada suatu hal aneh di masyarakat dan bangsa kita ini, yaitu campur –aduknya agama dan klenik. Bagaimana caranya dua hal yang bertolak belakang itu berbaur, saya juga bingung. Selain dengan agama, bahkan klenik juga bisa berbaur dengan ilmu sains.

Kanjeng Dimas menjadi contoh terbaru. Tuyul pengganda uang itu jelas adalah klenik, klenik yang dipasarkan berbungkus agama. Seorang doktor lulusan Amerika (ini membuat saya ragu terhadap mutu pendidikan di Amerika) membela Kanjeng Dimas beserta tuyulnya dengan menggunakan dalil fisika kuantum partikel. Dalil itu adalah tentang keberadaan dimensi lain di luar empat dimensi tempat kita hidup. Fisika kuantum partikel memang mendalilkan bahwa pada awalnya ada sebelas dimensi, tujuh dimensi terpilin menjadi sedemikian kecil dan menyisakan hanya empat dimensi seperti saat ini. Doktor itu berdalih bahwa Kanjeng Dimas adalah manusia dari dimensi lain di luar empat dimensi yang tersisa, hebat.

Keanehan lainnya adalah tentang sumpah. Sumpah Pemuda yang begitu bagus dan sangat nasionalis, tetapi saat ini hampir terlupakan. Sumpah Pemuda hanya diingat atau teringat pada acara seremonial saat perayaan hari Sumpah Pemuda. Begitu semangatnya pemuda-pemudi merayakannya mereka mencetak spanduk yang bunyinya begini : Warning !!! … dilarang menggunakan bahasa asing. Bah.

Adakah pemuda-pemudi Indonesia yang masih setia terhadap sumpah pemuda?

Keanehan lainnya tentang sumpah jabatan. Meski sumpah jabatan itu mengatasnamakan Tuhan Allah sesuai dengan agama atau kepercayaan orang yang disumpah, tidak perlu waktu yang lama, sumpah itu langsung ditabrak habis. Pungli, korupsi, nepotisme, merupakan cara paling umum melanggar sumpah jabatan.

Sumpah selalu juga menyelinap di dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Sumpah, demi Allah saya tidak pernah mengatakan begitu. Sumpah, demi Allah saya tidak selingkuh…………. biasanya sih sumpah seperti itu justru karena perselingkuhan benar-benar telah terjadi.

Sumpah pemuda, sumpah jabatan, sumpah demi Allah, hampir pasti adalah sumpah abal-abal yang juga hampir pasti dilanggar. Buat kebanyakan orang, sumpah-sumpah itu sedikitpun tidak meninggalkan jejak di dalam karakter orang yang diambil sumpahnya.

Meski begitu, ada satu jenis sumpah yang membuat jiwa mengkerut, hati jadi kecut, lutut gemetar, dan tarikan nafas lebih panjannnngggg …. SUMPAH POCONG. Jika pengadilan sudah buntu, ayo kita tempuh jalan terakhir, sumpah pocong. Dalam hal sumpah-sumpahan ini, pocong jelas lebih ditakuti dan lebih dihargai dibanding yang lainnya.

Kalau saya berpesan hari ini, eh ternyata sesaat kemudian saya mati entah karena apa, maka pesan saya itu berubah menjadi wangsit yang harus dilaksanakan sekuat tenaga. Ayo kawan-kawan, begini pesan almarhum, kita lakukan sebaik-baiknya biar arwahnya tenang di alam kubur dan tidak mengganggu kita. Sementara jika saya tetap hidup, tak ada yang mengingat pesan saya tadi. Bukankah itu aneh?

Mungkin sebaiknya sumpah jabatan diganti menjadi sumpah pocong saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun