Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sistem Kuota Pengunjung dan Kenaikan Tarif TN Komodo, untuk Siapa?

20 Juli 2022   20:44 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:16 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo kenaikan tarif Rp 3,7 juta ke Komodo (copas dari Kompas Regional)

Baru-baru ini ada demo penolakan kenaikan tarif masuk Komodo Rp.3,7 juta/orang di Labuan Bajo. Jumlah demonstran cukup banyak. Mereka sebagian besar pelaku pariwisata lokal, juga beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) lokal. Melihat Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas yang dicanangkan Presiden Jokowi dan adanya 'demo penolakan tiket super', maka saya terdorong untuk menulis komentar dalam bentuk tulisan ini.

Beda Pemerintah dan Swasta

Yang menaikkan harga tiket itu adalah Pemerintah. Kenapa? Karena TN Komodo itu berada dalam kekuasaan pengelolaan Pemerintah, bukan perusahaan swasta, apalagi bukan swasta pelaku ekonomi sektor pariwisata.

Pemerintah dalam melakukan terobosan perubahan tentu ada alasan. Apa itu? Adalah untuk kepentingan umum (bonum commune). Dan tentu telah didahului kajian matang, setidaknya pada kelestarian satwa Komodo yang berjelanjutan dan keuntungan yang lebih besar untuk publik. Publik di sini adalah seluruh rakyat, bukan hanya rakyat pelaku ekonomi sektor pariwisata saja. Kita tidak akan berlawanan dengan kepentingan umum (bonum commune) jika tiap kita memiliki wawasan kebangsaan dan negarawan. 

Bukan saja "jika", tapi memang seharusnya dipahami, diterima dan tidak ditolak. Dasar dari penerimaan ini adalah pada wawasan & pengetahuan kebangsaan bahwa Pemerintah kita itu baik (good governance). Kalau ada kelompok usaha tertentu di masyarakat menolaknya, semisal pelaku ekonomi sektor pariwisata, maka para penolak itu harus membuktikan bahwa Pemerintah ini buruk. Apalagi misalnya ia bisa melihat bahwa kebijakan itu merugikan publik dan tidak ada bonum communenya. 

Untuk membuktikan keburukan itu, para menolak harus gugat SK Kebijakan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Demo juga bolehlah, karena hal itu paling mudah dan bebas dilakukan, bicara di ruang pulik kapan saja, karena diberi ruang oleh Undang-Undang. Nah, untuk demo di kota kecil ini, pertanyaannya "Apakah berhasil?" Apakah demo itu benar-benar atas nama seluruh rakyat(publik)?

Beda halnya jika obyek pariwisata itu milik swasta. Swasta melakukannya untuk profitnya sendiri. Swasta menjual paket wisatanya, terserah ia tinggal dimana, lalu wisatawannya datang ke destinasi pariwisata. Belum lagi ia sendiri memiliki alat transportase, penginapan, dan seterusnya. 

Apakah ada untuk publiknya? Ada juga, yaitu pajak penghasilannya disetorkan kepada Negara, lalu kemudian Negara mengatur dana itu untuk publik. Apakah ia wajib pajak yang jujur? Swasta ini berusaha sekuatnya, ia bisa punya prinsip, "siapa kuat, pasti menang". Efeknya, yang lebih kecil darinya akan "mati".

PT. Flobamora, BUMD Bidang Pariwisata

Di NTT, adalah PT.Flobamora sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Propinsi sebagai petugas di lapangan untuk mengatur & mengelola bagaimana supaya program pemerintah di bidang pariwisata dapat meraih keuntungan bagi Negara (publik) lebih besar dari sebelumnya, bagaimana memaksimalkan peran pelaku pariwisata lokal serta partisipasi masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun