Mohon tunggu...
Jon Kadis
Jon Kadis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hobby baca, tulis opini hukum dan politik, sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Seorang mantan TKD mau bertemu Bupati Edi, untuk apa?

20 Januari 2022   14:15 Diperbarui: 20 Januari 2022   17:24 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri & editan penulis

Kepala Daerah, eksekutor PP No.49/2018 tentang TKD

Di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) terdapat 2000an Tenaga Kontrak Daerah (TKD) posisi akir tahun 2020, yang sebagiannya direkrut sejak Mabar mekar dari Kabupaten induk, Manggarai. Dalam perjalanannya selama ini, ada TKD yang berlanjut menjadi pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara), yang sebelumnya disebut PNS (Pegawai Negri Sipil) itu. Jumlah itu saya dapat dari berita media. Pada sekitar April 2020 terjadi pergantian Bupati dari Agustinus Dula ke Bupati Edi Endi saat ini.  Apakah pada akir 2021 jumlah TKD itu berkurang atau bertambah? Saya kurang tahu !
Dari berita media pula saya mendapat informasi bahwa ada TKD yang direkrut sejak awal, tahun 2003 namun tetap berstatus TKD alias tidak berlanjut menjadi ASN.

Lalu, muncul Peraturan Pemerintah(PP) no.49 tahun 2018 tentang pelarangan rekrut TKD di Republik ini, dan kepada semua Kepala Daerah (Bupati/walikota dan Gubernur, maupun di Kementrian) agar melaksanakan perintah PP itu, dan melakukan penyesuaian sejak tahun berlakunya hingga akir 2022, karena pada tahun 2023 Pemerintahan di Negara ini bersih dari TKD.  Penyesuaian yang dimaksud adalah tentang pengaturan TKD yang ada dalam batas kewenangan prerogative Kepala Daerah dalam waktu yang tersedia, seperti Gubernur di Propinsi dan Bupati/Walikota di Kabupaten / Kodya, dengan misalnya bertahap merumahkan, memberhentikan TKD, mengangkat lagi dalam tenggang waktu tersebut dan seterusnya.


Atas penerapan PP itu di Kabupaten Mabar memunculkan reaksi, terutama dari para pemerhati, dari serikat buruh, entah juga mungkin dari TKD sendiri. Sampai-sampai ada demo kepada Bupati, karena melihat keputusan nasib TKD itu sebagai kebijakan Bupati yang tidak berhati nurani, yang otoriter, yang memotong gaji para TKD di luar daripada yang seharusnya, bahkan di media sosial yang saya baca, Bupati Edi disebut sebagai pembunuh TKD berdarah dingin. Dan detail tentang itu telah saya tuangkan dalam bentuk tulisan sebelum ini, yang berisikan "keputusan Bupati Edi itu perbuatan melawan hukum?" Jawabannya bisa tidak dan juga bisa "ya" bila syarat hukum terpenuhi.

Tamu saya mantan TKD 

Tetapi kali ini bukan tentang hukum itu yang saya tulis detail lagi, tapi tentang perjumpaan saya dengan seorang TKD di Labuan Bajo. Beberapa hari lalu, selagi saya duduk di teras kantor Komodo Lawyers Club ( saya sebagai sekjend di sini), datang seorang pria yang kemudian saya tahu bliau mantan TKD yang baru berhenti 2-3 bulan lalu.
"Pak, berkenan waktunya untuk saya konsultasi hukum. Saya mantan TKD kab.Mabar. Saya mau bertemu Bupati Edi ! " sapanya.
"Ah. Semoga saya bisa. Saya tahu peraturan hukum tentang TKD itu. Tetapi ya ... , ya, yaa..."
"Tetapi tentang bayar biaya konsultasi kah, saya siap bayar pak !"
"Bukan itu. Saya infokan kepada Pak bahwa opini hukum saya gratis, konsultasi gratis !"
"Apakah karena saya mantan TKD?"
"Bukan, untuk semua ! Tetapi untuk Pak sebagai "TKD" saya punya kekawatiran terhadap kemungkinan 'perbuatan melawan hukum anda terhadap diri pribadi Bupati".
"Oh, tidak bakalan saya melakukan itu pak. Tidak. Tidak ! Dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus"
"Pak, tempohari ikut demo masalah TKD ke kantor Bupati?"
"Tidak pak. Saya tidak tahu tentang bakalan demo itu. Saya kemudian baru tahu ada demo itu setelah selesai digelar. Saya tidak pernah mendantangani surat persetujuan demo kepada pendemo untuk nasib saya, entah rekan TKD yang lainnya"
"Okey.. ". Lalu saya beberkan semua peraturan tentang TKD itu, tentang UU ASN, perda, tentang hak prerogative Kepala Daerah dalam Pemerintahan ini, dan seterusnya. Ia paham. Kemudian kami lanjutkan dialog. Sambil saya sajikan kopi hangat 'rasa TKD Mabar'.
"Jadi, Pak mau bertemu Bupati untuk apa?"
"Pak. ... Pertama, saya mau mengatakan 'terimakasih' kepada Bupati. Karena apa? Karena selama bertahun-tahun saya menjadi TKD. Saya dari sekian banyak pemuda di Mabar yang beruntung menikmati income sebagai TKD, petugas pelayan publik. Kedua, saya mau katakan kepada Bupati bahwa sebelum saya fixed diberi SK (Surat Keputusan) pemberhentian, saya sudah berhenti sendiri dengan sudah menyampaikan surat pengunduran diri 2-3 bulan lalu. Kenapa saya lakukan itu? Karena SK Bupati itu nanti sebagai 'surat pemberhentian dengan hormat', sedangkan pengunduran diri saya itu kualitasnya lebih diatas itu, yaitu "berhenti dengan ter, ter, terhormat, hahaha", sambil ia rorop kopi di gelas (rorop= sruput kopi dengan expresi nikmat). Selama menjadi TKD, sebetulnya sudah cukup penghasilan untuk kehidupan sekeluarga pak, tapi dari hasil sawah, dagang kecil-kecilan, jual babi yang saya ternak. Penghasilannya lebih dari gaji honor TKD pak. Kalau mengharapkan gaji Rp.1,9 juta sebagai TKD saja pak, adoh.. tidak bisa hidup dengan uang itu pak. Apalagi setelah dipotong Rp 900 ribu, tinggal Rp.1 juta, adoh.., amat sangat tidak cukup. Tenaga dan waktu saya tersedot banyak di kantor selama sebulan, sedangkan dapatnya adoh.. mana cukup Pak. Terus terang, jujur, uang sejumlah itu amat sangat tidak cukup. Lebih baik saya habiskan waktu dengan kebun dan kandang ternak babi, hasilnya nyata, bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak. Jadi, uang gaji sebagai TKD selama ini sebagai tambahan saja sebetulnya. Dan untuk tambahan itulah maka kini saatnya saya mengucapkan terimakasih kepada Bupati. Saya bersyukur pernah menjadi TKD!".

Atas obrolannya, saya kasi dua jempol di hadapannya. "Pak ini TKD teladan, tahu bersyukur dan tahu berterimakasih! Dua (2) hal ini biasanya konci seseorang untuk sukses dalam hidup", kata saya. "Saya setuju Pak menemui Bupati Edi untuk menyampaikab kedua hal itu", lanjut saya.

Kesimpulan

Pertama : Meskipun hanya satu orang TKD Mabar seperti ini yang saya jumpai, tapi hal ini cukup sebagai bukti awal bahwa tidak semua TKD 'sakit hati' dengan PP nomor 49/2018 itu. Tidak sakit hati kepada Bupati, apalagi diketahui kebijakan ini adalah melaksanakan perintah PP yang berlaku nasional. Dugaan saya, ada banyak TKD seperti dia, bahkan mungkin semua TKD di Mabar. Mereka tidak ikut demo to? Hal ini menyadarkan saya bahwa para TKD di Mabar jauh lebih cerdas merespond PP no.49/2018 itu, dan cool (sejuk) dibanding para pendemo yang bukan TKD  itu, yang dengan kata-kata demonya miring etika caci maki ditujukan kepada Bupati.


Kedua, dalam hukum administrasi pemerintahan (Negara), Bupati, Gubernur itu adalah bagian di lembaga eksekutif negara, yang kerjanya mengeksekusi semua peraturan di bidang pemerintahan demi melayani rakyat secara menyeluruh. Kalau ia menggunakan kebijakan sebagai hak prerogativenya, maka kebijakan itu adalah bagian dari perintah peraturan yang lebih tinggi. Kebijakan seorang pejabat Kepala Daerah bukan otoriter dari dia sendiri, tetapi itu berkaitan dengan peraturan yang sudah disetujui DPR/DPRD. Itu teori hukum yang benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun