Mohon tunggu...
Joni MN
Joni MN Mohon Tunggu... Penulis - Akademisi

Pengkaji dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Berbicara Bukan Hanya Berkata

7 Juni 2020   09:31 Diperbarui: 7 Juni 2020   09:33 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Berbicara adalah tindakan manusia saat menyampaikan pesan dan maksud kepada mitra tuturnya dan peserta tutur lainnya. Ternyata tindakan ini bukan hanya tindakan dalam penyampaian pesan dan maksud saja, tetapi juga digunakan sebagai media penyampai isi hati dan pikiran si penutur kepada rekan tuturnya.

Kata-kata atau ungkapan bahkan tuturan lebih luas lagi berfungsi rasa dan energi positif kepada rekan tuturnya dan peserta tutur lain di sekitar penutur yang sedang bertindak tutur.

Tuturan dalam konteks ini tidak hanya berupa tindakan verbal saja, seperti berbicara langsung dengan rekan tutur dan menggunakan mulut, tetapi bertindak tutur itu bisa juga dilakukan seperti yang sudah alih menjadi kebiasaan kebanyakan manusia saat sekarang ini, yakni fungsi mulut sudah berpindah ke ujung jari, ini yang lebih aktif dalam media sosial, yakni penyampaian pesan kepada peserta tuturnya di era four point zero (4.0), lebih banyak dengan ujung jari bukan dengan mulut.

Tetapi, tidak jarang orang terluka perasaannya, tersinggung, dan sakit hati gara-gara tuturan atau bahasa yang digunakan dalam penyampaian pesan kepada pesarta tutur mereka. Ternyata sakit hati, tersinggung dan lukanya perasaan rekan tuturnya bukan saja karena kesalahan dalam memilih kosa kata yang digunakan tetapi ada juga karena ketajaman makna yang tersirat di balik modus tuturanya tersebut, oleh karenaya perlu modus tidak langsung bertamsil dan menggunakan atribut lainnya atau berkias.

Jika ditilik berdasarkan kajian psikologi indijeniusitas, maka dapat disimpulkan bahwa kekhasan tindak tutur yang ada di dalam masing-masing masyarakat dan suku memiliki rasa dan dapat menyentuh rasa. Artinya, tindak tutur yang dilakukan dalam hal ini dianjurkan mengikuti konsep dan pola kesukuan masing-masing, tujuannya adalah agar terhindar dari sumpah serapah dan terhindar dari komplik dengan peserta tutur.

Bertutur kata tidak hanya sekedar menyampaikan informasi saja, tetapi melalui bertutur kata dan bertindak tutur kita bisa merasakan energi yang terbawa sekalian dengan tuturan yang disampaikan. Hal ini dapat kita rasakan sendiri, misal, ketika merasa jengkel yang berdampak pada membangkitkan energi marah, sedih yang membangkitkan emosi kesedihan dan menangis mengeluarkan air mata, dan lucu yang membangkitkan emosi energi senang dan tertawa.

Peristiwa tersebut di atas umum terjadi bersumber dari perkataan atau tindak tutur, seperti yang sering kita saksikan pada perilaku (stand-up comedy) pelawak di atas panggung yang menyampaikan pesannya dengan melawak, menyaksikan film dan/ atau sinetron, tidak jarang si penonton terenyuh dan terbawa alur cerita yang sedang disaksikannya tersebut.

Berdasarkan, peristiwa-peristiwa tersebut dapat direntangkan benang merahnya bahwa hati-hati di dalam menggunakan bahasa ketika bertindak tutur, kehati-hatian tersebut bukan yang dimaksud untuk memilih bungkam dan diam, ini pesan tidak akan bakal tersampaikan, tetapi hati-hati di dalam memilih ungkapan atau kata-kata disaat bertindak tutur.

Oleh karena di dalam masing-masing suku punya khas masing-masing yang mengatur tata cara dalam ruang lingkup adab di saat bertindak tutur, selanjutnya ada di dalam sumber utama keberadaban manusia, yaitu agama, seperti agama Islam ini sudah ada di dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi. Bagimasyarakat Gayo ayat dan hadis itu merupakan sumber utama yang menjadi pokok utama adab berinteraksi, selanjutnya mereka menggunakan konsep norma adat Gayo mereka.

Jika ditinjau secara detail makna, fungsi, dan tujuan adat mereka (Gayo) lebih rinci, maka dapat simpulkan bahwa bagi mereka perasaan adab bertutur yang sudah di atur Agama mereka lebih pagari lagi dengan konsep adat mereka. Misalnya, berkata berakhlaq, berkata baik, berkata jujur dan lainnya, dalam konsep adat mereka menggunakan modus tutyran tidak langsung, ditambah lagi menggunakan atribut, tamsil, berkias, untuk lebih menjaga rusaknya hati dan perasaan rekan tutur mereka, norma adat Gayo menyarankan dalam menyampaikan pesan dengan modus tidak literal. Jadi, jika kita mengkrisili cara tindak tutur dan modus-modus tindak tutur dalam adat Gayo umum berbentuk tidak langsung dan tidak literal.

Jadi di Gayo tidak ada modus tindak tutur "tak tulen teridah usi" Atau blak-blakan apa adanya, tidak ada beban bagi si penutur terhadap rekan tuturnya, semua terserah mau tersinggung, mau sakit hati dan lannya, ini tidak diurus oleh penutur, jika kembali ke kinsef dasar norma adat Gayo hal-hal yang menjadi sumber perusak ini sebenarnya tidak ada dalam norma tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun