Mohon tunggu...
Joni MN
Joni MN Mohon Tunggu... Penulis - Akademisi

Pengkaji dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Berakhlak Melalui Penerapan Konsep "Tertip -Mulie" (Kajian Peri Mestike Budaya Gayo)

4 Juni 2020   13:56 Diperbarui: 4 Juni 2020   14:33 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks ini akan dijekaskan secara sederhana tentang maksud dan makna dari konsep "Tertip dan Mulie". Kata "Tertip" dalam konteks norma adat Gayo, seperti yang barusan dinyatakan pada acara bincang-bincang dalam kelas Inspiratif yang telah diprogram oleh RRI Takengon pukul 10 s/d 11 tanggal 4 Juni 2020, bermakna (1) taat, (2) teratur -- rapi, (3) saling menghargai. Jadi "Tertip" adalah tindak yang berbentuk penyebab, yang mana jika dilakukan akan dapat menrima dampak atau akibat kemudian. 

Untuk menginspirasi peserta didik yang sekarang ini sedang dihadapkan dengan kondisi tetap di rumah atau "stay at home", yaitu belajar di rumah dan tetap tinggal di rumah saja, ungkapan ini dapat dijadikan sebagai panduan dan petunjuk dalam menjalankan aktivitas selama dalam proses belajar dan mengajar.

Ungkapan ini merupakan ungkapan yang berasal dari cuplikan ungkapan Peri Mestike Gayo, yakni "Tertip Bermajelis  Umet  Bermulie", saya menyingkatnya dengan sebutan "Terlis Berume". Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa "tertip" adalah sebagai 'penyebab', selanjutnya "umet bermulie" adalah sebagai dampak atau akibat dari penyebab tersebut, yaitu mulia atau dimuliakan. 

Ungkpan ini merupakan suatu bentuk pedoman atau petunjuk  dan nasihat masyarakat Gayo dalam menjalani pemenuhan kebutuhan hidup yang berasal dari nenek muyang suku Gayo dahulu dalam modus lisan, mereka menitipkan pesan kepada generasi mereka dengan menggunakan tuturan dan ungkapan memiliki makna tersirat.

Sedangkan "Mulie" juga masih masuk ke dalam kategori ungkapan yang terdapat di dalam kelas Peri Mestike, yang mana maksud dan tujuan ungkapan ini adalah untuk menganjurkan agar masyarakat mereka dapat menjadi manusia yang "Mulie" artinya menghargai orang lain dan akan dihargai.  Ungkapan "Mulie" juga dapat membentuk karakter dan akhlaq si penutur  ke arah lebih normal dan kondisi kebaikan.

Tertip dan Melie merupakan ungkapan yang berasal dari suku Gayo yang memiliki norma berkehidupan adat Gayo. Ungkapan ini sering ditemui dalam "basa edet" (bahasa adat) atau di masyarakat Gayo itu sendiri di kenal dengan "Peri Mestike"  (PM). ungkapan-ungkapan yang terdapat di dalam bentuk tuturan dan ungkapan PM semuanya bermakna filosofis. 

"Tertip" dalam konteks ke-Gayoan ungkapan ini mereka gunakan sebagai petunjuk dan aturan dalam menjalani hidup. Tertip dalam hal ini merupakan penyebab dalam membangun sesuatu. Jika penyebab itu sudah dilakukan dengan sesuai arahan, selanjutnya kita akan mendapatkan akibatnya, yakni "Melie" atau 'Mulia'.

"Tertip" dan "Mulie"selain mengandung norma dan nilai dalam budaya Gayo, ungkapan-ungkapan tersebut dapat dimasukan ke dalam wilayah Sumber Daya Manusia yang meliputi kecerdasan spiritual individu masyarakatnya, jika hal tersebut sudah terlembaga dalam diri peribadi manusianya sehingga dapat menjadi petunjuk terhadap tata cara manusianya berperilaku dan bertindak yang bernilai manfaat dan baik atau tidak merusak. 

SDM dalam konteks ini cukup jelas, yakni kecerdasan dan kecakapan yang harus diawali dengan proses pembangunan sumber daya manusianya melalui dasar akhlak yang berkarakter adat dan Syari'at.

Jadi, sebagai ringkasannya adalah jika ingin "Mulie" maka, Mulie-kanlah orang lain terlebih dahulu, jika ingin pintar, maka pintarkanlah orang lain, jika ingin besar, maka besarkanlah orang lainnya, jika ingin hebat, maka hebatkanlah orang lain dan seterusnya. Tetapi sebaliknya, jika ingin tidak dihargai, maka remehkanlah orang lain dan sebagainya. Tetapi, jika ditengah perjalanan ada orang yang memperlakukan tidak baik atau tidak memuliakan orang yang sudah menerapkan konsep mulia ini, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut memiliki ada penyakit atau kesalahan dengan kesehatan jiwanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun