Mohon tunggu...
Jon Hardi
Jon Hardi Mohon Tunggu... Pengacara - ADVOKAT

Alumnus Fak. Hukum Univ. Andalas Padang lulus 1990.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Untuk Apa Jadi Pemimpin?

14 November 2022   14:04 Diperbarui: 14 November 2022   14:06 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tapi zaman sekarang Pemimpin tidak selalu identik dengan ketenaran. Seseorang yang dengan susah payah meraih jabatan bisa jadi kalah polularitas dari seorang artis atau olahragawan. Mana yang lebih populer Menteri Kelautan dan Perikanan dengan artis Amanda Manoppo atau olah ragawan Bambang Pamungkas? Geroge Bush tidak lebih ngetop dari Silvester Stallone atau David Becham. Mungkin followers media sosial Raffi Ahmad lebih banyak dari pada followers media sosialnya Pak Jokowi. Jadi, kalau cuma cari popularitas, tidak perlu ngoyo jadi pemimpin.

Aktualisasi Diri?

Menjadi pemimpin, bisa jadi sebagai aktualisasi diri. Sesuai dengan teori hirarkhi kebutuhan ala Maslow, aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi manusia. Bagi suatu entitas masyarakat, jadi pemimpin adalah harga diri. Kepala Desa berarti menjadi Jawara di antara seluruh Jawara. Kalah dalam pertarungan pemilihan gubernur berarti menjatuhkan martabat diri, keluarga, kerabat, suku dan golongan.

Mendapat jabatan berarti kemenangan. Kemenangan adalah puncak manifestasi aktualisasi diri. Kalau menang, dirayakan dengan pesta pora, tapi kalau kalah masuk rumah sakit jiwa. Akibatnya orang berlomba-lomba untuk menang, tidak siap untuk kalah.

Kalau sudah begini, untuk apa ada proses pemilihan yang berbiaya mahal, dengan embel-embel langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil? Untuk apa kompetisi yang berakibat pada menang dan kalah? Untuk apa kemana-mana mengusung nama demokrasi?

Jadi Pemimpin Adalah Tugas Mulia

Bagi sedikit orang (jika masih ada), memimpin berarti menerima amanah. Amanah dari Allah, amanah dari umat. Pemimpin yang adil, amanah, dimasukkan Allah ke dalam satu satu dari 7 golongan yang mendapat naungan Allah di Padang Mahsyar. Pemimpin yang adil akan menjadi orang pertama yang  akan masuk surga, tempatnya berdampingan dengan Rasulullah SAW.

Dengan menjadi pemimpin, seseorang punya kesempatan untuk mengajak orang pada kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi mangkar) melalui tangan (kekuasannya). Sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah, bahwa jika kita melihat kemungkaran, maka robahlah dengan tangan (kekuasaan), dengan lisan atau diam, dan diam itu adalah selemah-lemah iman.

Dengan menjadi pemimpin yang baik, seseorang bisa meninggalkan peradaban agung suatu kaum/bangsa. Bisa meninggalkan karya-karya monumental yang indah sebagai legacy bagi generasi untuk ratusan tahun mendatang.

Karena memimpin adalah amanah, maka jabatan tidak perlu dikejar, apalagi direbut dengan cara-cara yang tidak wajar. Malah Rasulullah SAW pernah melarang untuk memberikan jabatan kepada orang yang mengejarnya.

Menjadi pemimpin adalah musibah. Pernah seorang Sahabat Rasulullah SAW menggigil ketakutan tatkala ditunjuk menjadi Gubernur oleh Khalifah Umar bin Khatab.  Takut membayangkan azab Allah jika tidak bisa mengemban amanah. Dia lebih suka mengucapkan "innalillahi wa inna ilaihi rojiun (sesungguhnya kita ini dari Allah dan akan kembali keada Allah)" sebagaimana lazimnya diucapkan tatkala dapat musibah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun