Mohon tunggu...
Maizon Putra
Maizon Putra Mohon Tunggu... Guru - Manusia pembelajar

Pendidikan Luhur Modal Keberhasilan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Terakhir

9 April 2019   19:51 Diperbarui: 9 April 2019   20:04 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi


Hari ke 7 dihutan Keloang Gemercik air dibebatuan mengalir begitu jernihnya, elang putih mengepakkan sayapnya, murai batu bernyayi begitu riangnya dan Keloang (Kelelawar) berterbangan kian kemari menutup pemandangan mataku kearah langit , sehingga langitku pun menjadi hitam karena gerombolan binatang itu, Aku pun duduk dari telentang berbantal tangan, setelah keindahan sore itu terganggu."huhh dasar  keloang." Gumamku. Sungguh Ciptaan yang maha luar biasa, jauh berbeda keadaan disini dengan kota kelahiranku.

Senin...7 hari sebelumnya,
Menjadi seorang backpacker memiliki kenikmatan tersendiri bagi orang yang menggelutinya, ada yang memiliki kematangan dan perencanaan yang mantap, ada juga yang modal nekad, seperti aku. Estafet (istilah bagi anak gunung yang melakukan perjalanan dengan cara numpang truk atau kendaraan secara gratis atau jalan kaki) tanpa uang sepeserpun, Aku berfikir bahwa truk yang kutumpangi tujuh hari yang lalu akan menuju sebuah kota , namun ditengan pesawangan (jalan tanpa ada pemukiman) truk yang aku tumpangi mengalami kerusakan, secara sukarela akupun bersedia menunggu mobil itu sampai bantuan datang, Dua hari di tengah jalan lintas Sumatra bagi orang yang kenal daerah ini sangat menakutkan, Tapi bagi ku Ketakutan hanya ada dalam diri kita sendiri (mencoba menguatkan diri sendiri).
My backpack
.................
19 januari 2019, tidur dalam truk rusak, nyamuk-nyamuk mulai bosan dan lelah menggitku, mungkin darah ini terasa pahit baginya, mungkin juga karena tak ada lagi karbohidrat apalagi vitamin di dalamnya,"Kasian kamu muk.."gumamku. Matahari mulai lelap di singgasananya, Subuh masih sangat lama, namun dalam hati kuniatkan agar terbangun saat fajar menyingsing nanti..agar bisa ku bercengkrama denganNya..Amin

Tepat jam 02.35 suara gedoran di depan pintu truk itu, seseorang menarik kakiku hingga aku terlempar keluar truk bobrok itu, belum selesai dengan itu sebuah tendangan mendarat di dadaku, aku pun tersungkur menahan sesak, "ampun pak ampun,," pintaku , namun pukulan demi pukulan datang bertubi tubi kearah tubuh dan rahangku, dan darah mulai mengalir dari mulut dan hidungku. Malam ini aku berfikir inilah ajalku, tapi haruskah dengan cara seperti ini, serangan tiba-tiba pada orang yang sedang tidur, belum sempat menguasai keadaan yang terjadi langsung dapat bogem mentah dan tendangan keras. 

Kemudian salah seorang dari mereka mengeluarkan isi kerel ku, di dalamnya cuma ada kompor gas nesting, pisau, benang nilon ,jarum , pancing , sementara matras dan sliping bed,,aku pakai. Entah apa yang mereka cari, dan kawan mereka yang lain menodongkan sejenis senjata laras pendek  dan membentakku, namun apa yang mereka sampaikan aku tak mengerti, logat bahasa mereka seperti logat melayu.
Setelah mengobrak abrik tasku, kawanan itu pergi tanpa membawa apapun . Huhh.. mau cari apa kalian tolol, makiku. Toh truk ini sudah rusak parah, yang numpang tidur disutu juga nggak punya apa-apa, "nasib ..... nasib ".. gumamku sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhku. Perlahan kuambil persediaan air yang ada di truk itu kemudian berkumur dan setelah ku periksa , gigi gerahamku patah, di sekitar dadaku memar, dan pandanganku pun berkunang-kunang.
Pong pooooong .............
Pong pooooong .............
Samar-samar kudengar suara klakson mobil sejenis fuso, tapi entah di mana, kemudian perlahan ku buka mata dan silau matahari yang membuat perih mataku, ku coba duduk , duh.. seluruh tubuhku terasa sakit , sesaat kemudian kupaksakan bangkit, tapi akhirnya aku terjatuh. 

Setelah ku basuh seluruh muka dan berkumur, terasa di wajahku ada benjolan, kuarahkan langkahku menuju kaca spion truk ,memang luka lebam dan sudah mulai membiru di wajahku. Saat aku terbatuk darah segar masih mengalir dari mulutku, "oh rupanya ada luka dalam juga", gumamku.

Kucoba buka kotak P3K yang masih tertinggal di truk itu, ada obat luka dan perban.  Sementara pakai ini saja dulu untuk antisipasi inveksi. Namun bagaimana untuk luka dalam ini, perlahan lahan dengan menahan rasa sakit aku menuju ke pinggir jalan untuk mencari dedaunan, Alhamdulillah daun yang kucari akhirnya kutemukan , daun rimbo, di daerah asalku daun rimbo yang memiliki tekstur kesat dan memiliki bunga berwarna kuning ini biasa untuk mengobati luka, setelah itu aku mengambil beberapa helai daun dan menyalakan kompor dan merebus daun itu. Setelahnya air dari rebusan daun itu aku minum, semoga luka dalam ini segera sembuh.
Siang itu sungguh sangat menyiksa, apalagi setelah merebus ubi kayu yang masih tersisa perutku masih mau minta makan lagi, terpaksa masuk ke pinggir jalan, semoga saja ada umbi talas atau buah-buahan yang bisa aku dapatkan. Sekitar sepuluh meter akhirnya aku menemukan ubi talas, "Rejeki anak sholeh, ha ha ha, walau sholat lima waktu ku masih sering bolong ha hah ha". Ucapku, aku berhasil mendapatkan lima buah umbi talas, bekal untuk malam nanti.
Mentari pun mulai beranjak  ke peraduannya,
Rembulan mulai menyambutnya bersama kekasih kecilnya bintang
Menjadi lentera di lintas Sumatra,
Binatang malam memperdengarkan lolongan gagahnya,
Bersama lengkingan gonggongan si anjing jalang

Kekhawatiranku mulai muncul, jangan jangan berandal-berandal itu bakalan muncul lagi, membuat malam ini tak bisa untuk menutup mata, tapi apalah yang bisa mereka dapatkan disini, kalau mereka datang lagi aku harus lawan dengan pisau ini, enak aja gebukin anak orang, lagi tidur pula, he he he, minimal jika aku harus mati, salah satu dari mereka juga harus ada yang mati. 

Setelah merebus obat dan makan ubi talas, otak ku mulai bekerja lagi dengan normal, namanya manusia perlu mempertahankan diri, mulai satu persatu  ranjau dan perangkap kupasang di sekitar lokasi, minyak solar sudah kubuat seperti bom molotof, dan kunci roda sudah ku tempatkan di posisi dimana nanti aku akan membalas semua perlakuan mereka, "awas kalau kalian berani dating lagi , kalian mati". Tekadku.  Namun ketakutan ku tak terbukti, hingga jam di tanganku menunjukan pukul 05.00 WIB. " Yahhhhh... terpaksa bongkar perangkap lagi", gumamku kesal.

Malampun kini berganti siang, tepat jam 10.00 WIB sopir pemilik truk rusak itu datang dengan membawa truk lainnya, kemudian dia mengeluarkan peralatan dereknya dan mengikat depan truk yang rusak itu, akupun membantu pak sopir itu, sambil memasang alat nya, hitung hitung sebagai ungkapan terima kasihku karena telah dapat tempat menginap malam ini.
 "Kenapa bro.. wajahmu ?, pak sopir yang ramah itu menanyaiku
 "Malam kemaren ada segerombolan orang memukuli ku bertubi tubi pak" jawabku.
"Syukurlah kau masih hidup, disini nggak ada yang selamat kalau sudah bertemu begal begal itu"
"oh ya kau panggil saja aku Pak Rohim, he he.. dari kemaren kita tidak saling kenal, nama kamu siapa? tanya pak sopir itu.
"Waduh.. nggak selamat berarti mati ya pak?"
"Nama ku Sajuang, orang biasa memanggilku juang " jawabku.
"Oke Juang kau ikutlah denganku dulu, nanti kita obati lukamu, Bapak harap kau tidak menolak tawaranku, sebab ku lihat kau dapat luka yang parah" kata pak Rohim
"Baik pak" jawabku.
Kemudian kami pun berangkat dan pak Rohim menyuruhku untuk mengendalikan setir mobil yang rusak itu.
Tepat jam 20.00 WIB pak Rohim berhenti di sebuah rumah makan, dan mengajakku turun dan istirahat sebentar.
"Juang, kita makan dan ngopi dulu setelah itu kita lanjutkan perjalanan" kata Pak Rohim
"Ooo dak usah pak, biar saya ngopi aja.."jawabku
"Kau turunlah dulu , ikut denganku ke dalam" lanjut pak Rohim
Bukannya maksudku menolak tawaran Pak Rohim, tapi aku tau berapalah uang jalan dari seorang sopir truk, aku jadi nggak enak sama pak Rohim. Rumah makan ini cukup bersih , atapnya seperti atap rumah adat orang Padang, bukan hanya mobil truk yang parkir namun mobil mobil travel dan bus juga berhenti disini, kemudian aku menuju kamar mandi , melihat air di kamar mandi begitu jernih dan dinginnya ingin rasanya untuk mandi, tapi karna Pak Rohim buru-buru , terpaksa aku hanya cuci muka dan buang air kecil saja. Setelah itu akupun duduk disebuah meja, dan aku jadi terpana melihat seorang pelayan membawa gulai dan lauk pauk hanya seorang diri tanpa alat bantu, dia menjejerkan beberapa piring kecil yang berisi gulai dan lauk itu penuh di jari sampai pergelangan tangannya dengan susunan yang rapi dan bertingkat bagai sebuah piramida mini.
"Hoy ngak usah terpana gitu, seperti itulah ciri khas pelayan rumah makan Padang " bentak Pak Rohim
Saya pun mulai makan dengan lahapnya, maklum saja sudah dua hari tidak  bertemu nasi dan makanan yang begitu lezat seperti ini, dan akhirnya nambah lebih satu kali. Setelah makan dan minum kopi kamipun menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan. "kira kira berapa jam lagi sampai ke rumah bapak?" tanyaku, "sekitar jam 5 subuh kalau lancar" jawab Pak Rohim.
OKU km 73....
"Bangun juang, sudah sampai" kata Pak Rohim.
Setibanya di rumah pak Rohim, saya disuruh untuk membawa tas kerel dan masuk kedalam rumahnya, rumah yang sangat sederhana dengan dua kamar dan satu ruang tamu, "maaf juang kamu lanjutkan dulu istirahatmu di ruang tamu ini" kata Pak Rohim. "iya Pak" jawabku.
"Bang... bang ini selimut" seorang perempuan memberikan selembar kain panjang padaku, "apa abang tidak solat dulu, karena sebentar lagi adzan subuh" kata perempuan itu, "oh ya kamar mandinya di mana? Kemudian dia menujukkan arah belakang rumah, dan saya pun berwudhuk untuk sholat. Lampu rumah ini agak redup , jadi aku tidak memperhatikan perempuan itu. Setelah adzan subuh berkumandang bersiap-siap mau sholat subuh, perempuan itu datang dari belakang ku , "Bang, berjamaah ya" serunya, "waduh ... gimana nih, bacaan sholatku belum fasih, tapi dengan terpaksa aku tetap jadi imam sholat subuh itu. Setelah sholat perempuan itu masuk kedalam kamarnya dan membaca ayat suci Alqur'an, alangkah merdunya lantunan ayat ayat suci itu dibacakannya, aku terpana.  
Pagi saat metari menampakkan keperkasaannya, aroma kopi membuatku terbangun, sudah lama aku tidak mencium aroma kopi seenak ini. "Bang cuci muka dulu, baru ngopi" sapa perempuan itu, namun mata ini seakan akan tak mau berpaling melihat wajah dan gamis yang dipakai perempuan itu, seakan sentruman 100 kwh menusuk,terpana terpesona, seakan akan bagai mimpi, tidak percaya dengan penampakan yang ada di depan mata. Dari mata turun ke hati  "Husshh.. hoy hoy bangun juang, siapa tau dia ini istri atau anak dari Pak rohim, sentak ku dalam hati , "tapi kalau istrinya pak Rohim ngak mungkin semuda dan secantik ini". Beberapa saat kemudian "Bang, kenapa kok lihat saya seperti itu? Nggak baik bang, jaga pandangan abang" kata perempuan itu, lalu dengan suara pelan ku bergumam sendiri " Bidadari mana yang turun kebumi pagi ini". Sambil tersenyum malu dia berlalu.
Kopi pagi ini terasa nikmat sekali, sakit dan lebam setelah dihajar para berandalan tak terasa lagi, obatnya ada di sini, di rumahnya pak Rohim.
Beberapa saat kemudian Pak rohim datang dengan menyalakan sebatang rokok, dan menawarkan kepadaku, " Zahra,,,Zahra,, sini sebentar nak" panggil pak Rohim. "Iya yah... " jawab dari dalam kamar. Kemudian perempuan itu muncul lagi, namun karena ada pak Rohim , aku tidak berani berlama lama menatap perempuan itu.
"Juang, kenalkan ini Zahra, anak semata wayang bapak, dia sekarang bekerja sebagai dokter di Pustu (puskesmas pembantu) desa OKU ini, baru wisuda tahun ini, dan sekarng mengabdi di sini. Dan ini Zahra, namanya Sajuang, dia yang bantu ayah dalam perjalanan kemaren, saat mobil ayah mogok dia yang jaga, namun sayangnya dia dirampok di lintas Pesawangan," kemudian pak rohim menceritakan kronologi kejadian yang menimpa kami, setelah itu dia masuk kedalam kamarnya dan mengambil peralatan medis dan obat-obatan. "Asik dirawat sama dokter cantik dan sholehah nih" gumamku , namun harapan ku tidak kesampaian, dia menyuruhku untuk ke kamar dan mengoleskan obat itu sendiri ke bagian luka dan memar. "huh ..sial ".
Setelah dua tiga hari aku tinggal di rumah pak Rohim, ada gelagat yang kurang baik dari warga sekitar tentang keberadaan ku di sana, itu juga disebabkan karena kedekatanku dengan Zahra, dari pada nanti angan terbang tinggi , lebih baik badan kubawa lari. Akhirnya setelah kondisi membaik, aku berpamitan dengan pak Rohim Untuk melanjutkan perjalananku, karena tempatku berlabuh bukan di sini.
"Bapak bukan melarang kamu untuk pergi sekarang, alangkah baiknya tinggal disini beberapa hari lagi, sampai kondisimu benar-benar pulih"kata pak Rohim, "maaf pak, bukan maksud menolak niat baik bapak, ketulusan dan kebaikan hati Bapak dan keluarga sungguh sangat berarti bagi saya, namun saya harus melanjutkan perjalanan saya pak" jawabku.
Kemudian siang itu pak Rohim mengantarkanku ke pinggir jalan lintas Sumatra, tanpa berpamitan dengan Zahra. Namun dari arah belakang dari kejauhan sebuah  sepeda motor melaju kearah kami, dan setelah dekat rupanya Zahra menyusul kami, dan menyerahkan sebuah bungkusan kepadaku. Katanya untuk bekalku di perjalanan nanti, aku pun menatapnya terpana untuk terakhir kalinya, sambil menggumamkan terimakasih.
"Nanti kalau kamu sampai di persimpangan jalan ini kea rah kiri kamu akan menuju Palembang dan ke kanan akan menuju Bengkulu, Bapak pulang dulu, Zahra yang akan menemani kamu sampai bus datang .
"Kenapa Abang tidak pamit dulu?, ucapnya.
"Zahra .. tidak baik aku berlama-lama numpang di rumahmu, karena nanti akan ada sakit yang tak akan bisa kamu obati, walau kamu ahli mengobati, dari pada sakit itu mulai menjangkiti kita, lebih baik kita jauhi lebih dulu" kata ku.
"Setiap penyakit itu ada obatnya Bang" jawabnya sambil tertunduk.
Inilah yang aku takuti jika harus terjadi, sakit itu mulai menampakkan gejalanya.
"Bawalah kain panjang ini untuk selimutmu, jika tak kau temui juga obat dari penyakitmu itu, di OKU 73 akan kau temui penawarnya" katanya sambil membelakangi dan menghidupkan motornya, dengan gas yang sangat tinggi Zahra pun berlalu pergi.
"Selamat tinggal Zahra, penawarnya tak kan pernah ada lagi di dunia ini.

Hari 1 Di hutan Keloang
"Ding , disini hutan belantara ding, tidak ada pemukiman, dan bagi kami hutan ini adalah hutan yang paling ditakuti, "kata kernet bus SAN yang aku tumpangi
"Ah biarlah pak,, saya ada urusan sama penghuni hutan ini" jawabku sambil nyengir.
Para penumpang bus itu semuanya heran kenapa aku minta turun di hutan ini, seakan akan mereka tidak percaya, karena konon kabarnya di hutan ini lah harimau kinantan berasal. Harimau yang paling ditakuti warga Palembang dan Bengkulu. Namun tekadku sudah bulat, semoga saja bertemu nanti dengan harimau kinantan itu.
Setelah berjalan sehari penuh kedalam hutan, dan mentaripun tak kelihatan, bivac pun aku siapkan, dengan bahan bahan alami beberapa ranting pohon dan dedaunan, tenda ala kadarnya berhasil ku buat, namun insting manusia ku berjalan, kalau seandainya, ada binatang buas  nanti pasti dengan mudah untuk memburu ku, akhirnya  aku melihat sebuah pohon yang sangat tinggi dengan untaian akar yang bisa aku gunakan untuk memanjatnya.
Rumah pohonku pun jadi.  Malam ini lengkap sudah persediaanku, air minum, makanan bekal dari Zahra, dan tidak lupa ....kopi.
Suara malam ini yang sangat syahdu di telingaku, mungkin bagi sebagian orang sangat menakutkan, tapi tidak bagi ku. Lolongan binatang malam memiliki oktaf yang tinggi, dan aku pun menyahuti lolongan itu.. "Auuuuu..... au au auuuuuuuuuu"
Lolongan itu bukan untuk menghilangkan rasa takut atau jenuh, ini adalah ungkapan kepuasan dan kebebasanku. Sekarang akulah raja di Hutan keloang ini.
Hey... kamu bintang jalang temani malam ku
Mari kita menari dan menyanyi
My backpack
12 januari 2019, 00.00 WIB..
Bintang jalang mulai menyapaku, aku balas sapaan mereka, kuajak menari dan bernyanyi sampai ku terlelap dalam gelap. Sampai jumpa esok pagi...aku lelah.
Hari ke 7 dihutan Keloang
Gemercik air dibebatuan mengalir begitu jernihnya, elang putih mengepakkan sayapnya, murai batu bernyayi begitu riangnya dan Keloang (Kelelawar) berterbangan kian kemari menutup pemandangan mataku kearah langit , sehingga langitku pun menjadi hitam karena gerombolan binatang itu, Aku pun duduk dari telentang berbantal tangan, setelah keindahan sore itu terganggu."huhh dasar  keloang." Gumamku.
Sungguh Ciptaan yang maha luar biasa, jauh berbeda keadaan disini dengan kota kelahiranku,
Bekal ku sudah habis...
My backpack
18 januari 2019
Rongga kerongkonganku mulai kering, aku tak mampu lagi untuk merangkak kesungai itu, hanya halusinasiku dari atas sana. Mak,, maafkan anakmu dengan kebodohan ,keegoanku dan kesombonganku tak mendengar ocehan mu, sesungguhnya aku sangat menyangimu,. Pak,  belum mampu kuteladani sabarmu hingga keriput kulitmu tak mampu ku cium lagi. Dan kau yang tak terucap disini, jangan pernah sesali keputusannmu, karna hidup adalah pertimbangan. Terimakasih Pak Rohim, atas tumpanganmu, dan buat anak gadismu yang baik hati dan cantik rupawan dengan gamis dan jilbab panjangnya, sampaikan padanya penawar itu telah punah.
Teman..jika kalian temukan bangkai ini  dengan sebuah buku catatan dalam dekapannya , mohon sudilah kiranya sampaikan pesan di buku catatanku ini, pada Mak... Bapak.. dan orang orang itu.
My backpack
Tintaku sudah habis....

Editor:  Aulia koe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun