Mohon tunggu...
吳明源 (Jonathan Calvin)
吳明源 (Jonathan Calvin) Mohon Tunggu... Administrasi - Pencerita berdasar fakta

Cerita berdasar fakta dan fenomena yang masih hangat diperbincangkan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

(Bagian 2) Kilas Balik Dunia Pendidikan 2019

1 Januari 2020   15:10 Diperbarui: 1 Januari 2020   15:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robertus Robet dan Bambang Hero (sumber Okezone.com dan Kompas.com)

SEBELUMNYA DI BAGIAN 1

Jika pada bagian 1, para siswa dari suku asli daerah mengalami intimidasi dari tenaga pengajar boarding school. Tidak bedanya dengan para siswa, tenaga pengajar pun juga mendapat intimidasi hanya saja ancaman tersebut diperoleh dari segmen yang lebih luas dibandingkan para siswa dari bagian sebelumnya. 

Dalam sebuah laporan yang dirilis oleh Scholars at Risk, jaringan advokasi internasional berbasis di Universitas New York yang mencatat kasus pelanggaran kebebasan akademik atau hak asasi civitas akademika.

Dalam laporan tersebut tercatat ada 324 kasus penyerangan terhadap kebebasan akademik di 56 negara sepanjang September 2018 hingga akhir Agustus 2019. 

Laporan meliputi kekerasan terhadap dosen dan mahasiswa, pemberian tuntutan dan vonis penjara, pemecatan atau pengusiran dari institusi. Beberapa kasus penyerangan lain seperti pelarangan masuknya warga negara dengan mayoritas islam oleh Amerika Serikat serta penutupan kampus oleh pihak militer

Jumlah kekerasan dari 1 September 2018 hingga 31 Agustus2019 | twitter.com/alafuente/media
Jumlah kekerasan dari 1 September 2018 hingga 31 Agustus2019 | twitter.com/alafuente/media
Di sepanjang 1 September 2018 hingga 31 Agustus 2019, dari 324 kasus yang tercatat sebanyak 97 kasus tercatat sebagai kasus pembunuhan, kekerasan dan penghilangan seseorang; 87 kasus tercatat sebagai kasus pemenjaraan civitas akademika; 70 kasus tercatat sebagai kasus penuntutan pada civitas akademika; 22 kasus tercatat sebagai pencopotan jabatan di lingkup akademik; 11 kasus tercatat sebagai pelarangan bepergian bagi civitas akademika. 

Dibandingkan laporan sebelumnya di tahun 2018, jumlah kasus kekerasan meningkat dari sebelumnya 294 kasus di 47 negara. Namun, penulis laporan tersebut memperingatkan bahwa masih banyak laporan penyerangan yang tidak terdokumentasikan

Laporan tersebut menceritakan peristiwa baik yang terjadi di negara dengan sistem pendidikan tinggi serta sistem yang baik seperti Amerika Serikat dan Inggris, Di Inggris, 6 Maret 2019, sebuah bom dikirimkan ke Universitas Glasgow dikarenakan alasan politik. Disinyalir pelaku pengiriman tersebut berasal dari "New IRA"(Irish Republican Army), organisasi paramiliter yang berdiri pada akhir abad 20 hingga awal abad 21 di Irlandia. 

Kasus lainnya, saat kedatangan anggota kerajaan ke King’s College London, sebanyak 13 aktivis mahasiswa dan 1 staff dilarang mengunjungi kampus. Selain itu, sebanyak 13 mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kelas hingga ujian dan memberikan presentasi di kelas.

Sedangkan di Amerika Serikat, pada 11 April, otoritas setempat melarang Omar Barghouti, seorang aktivis dan peneliti hak asasi manusia Palestina, pemimpin pergerakan BDS (Boycott, Divestment and Sanctions), sebuah organisasi pergerakan Palestina untuk memboikot segala produk Israel. 

Selain Barghouti, pihak cukai dan keamanan amerika juga menahan Ismail Ajjawi, mahasiswa Universitas Harvard dari Palestina terkait postingannya di media sosial. Pemerintahan Donald Trump juga mengeluarkan kebijakan untuk melarang masuknya wisatawan dari 5 negara mayoritas muslim ke Amerika Serikat. 

Dengan kebijakan itu, para peneliti dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman dicegah untuk bekerja, belajar ataupun menghadiri pertemuan ilmiah di Amerika Serikat. Saat ini, tidak hanya negara muslim itu saja, amerika juga mengeluarkan larangan berkunjung bagi pendatang dari Venezuela dan Korea Utara

Nyatanya, peristiwa kekerasan pada civitas akademika tidak hanya terjadi di negara maju. Peristiwa tersebut juga banyak terjadi di negara berkembang. India memiliki jejak kasus kekerasan yang cukup banyak terhadap civitas akademika mulai dari korupsi, pelecehan seksual, hingga perbedaan ideologi.

Kanuri Rao, seorang imunolog yang juga menjabat Kepala Translational Health Science and Technology Institute (THSTI) telah dicopot dari jabatannya akibat Rao menunjukkan tindakan tidak senonoh kepada staff wanita yang menjadi bawahannya, melecehkannya, bahkan mengancamnya. 

Menurut Vineeta Bal, imunolog di Indian Institute of Science Education and Research, pelaporan seorang wanita yang mengalami pelecehan seksual di India hal yang tidak biasa. Beberapa ilmuwan perempuan India yang mengalami pelecehan seksual menolak untuk melaporkan kejadian yang dialami dikarenakan ketakutan mereka untuk mempertaruhkan karier dan pekerjaan mereka.

Jumlah Pelecehan di tempat kerja di India (sumber nature.com)
Jumlah Pelecehan di tempat kerja di India (sumber nature.com)
Fakta ini pun diamini oleh sebuah survey dari Indian National Bar Association yang menyatakan dari 6047 responden, sebanyak 47% mendapat komentar tidak senonoh dengan rincian sebanyak 26% mengalaminya lebih dari sekali sedangkan sebanyak 21,4 % hanya mengalami sekali. Dalam survey lebih lanjut, Indian National Bar Association mensurvey 45 orang yang pernah mendapat pelecehan seksual namun hanya sepertiga responden yang merasa diperlukan penanganan secara hukum atas apa yang mereka alami

Selain memperoleh tindakan kekerasan pelecehan seksual, para akademisi dan peneliti juga memperoleh ancaman lain seperti dipenjarakan hingga dibunuh. Sekelompok ilmuwan Iran yang tergabung dalam Persian Wildlife Heritage Foundation terdiri dari Niloufar Bayani, Taher Ghadirian, Amirhossein Khaleghi Hamidi, Houman Jowkar, Sepideh Kashani, Abdolreza Kouhpayeh, Sam Rajabi, Morad Tahbaz dan Kavous Seyed Emami dipenjara atas tuduhan mata-mata. 

Selama dipenjara, Kavous Seyed Emami meninggal dengan penyebab yang tidak jelas. Mereka dipenjara atas dasar penggunaan kamera jebakan untuk mempelajari satwa yang dilindungi terutama cheetah asia (Acinonyx jubatus venaticus). Satwa tersebut termasuk dalam satwa yang dilindungi dikarenakan populasinya yang kurang dari 100 di seluruh dunia dan sebagian besar diyakini terdapat di Iran. Tuduhan mata-mata tersebut datang dari dugaan Persian Wildlife Heritage Foundation yang disinyalir memiliki hubungan kuat dengan organisasi konservasi international dan program UN environment.

Sedangkan salah satu peristiwa pembunuhan terhadap ilmuwan terjadi di Afghanistan, Massoud Nekbakht dari Nangarhar University meninggal dalam sebuah serangan bom yang dipasangkan di mobilnya ketika ia mengunjungi Jalalabad, ibukota provinsi Nangarhar. Di provinsi Nangarhar, 2 kekuatan yaitu ISIS (Islamic State) dan taliban bersaing memperebutkan kekuasaan. Selain itu, Nekbakht diketahui merupakan keponakan Mawlawi Khalis, pimpinan politik setempat yang meninggal di tahun 2006

Tidak hanya di mancanegara, para akademisi dan mahasiswa di Indonesia juga tidak lepas dari ancaman pihak terkait. Pada 7 Maret 2019, Robertus Robet, dosen sosiologi di Universitas Negeri Jakarta ditangkap karena menyanyikan lagu yang mengkritik militer dan pemerintah selama aksi damai. Pihak berwajib menangkap Robet menggunakan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) atas dakwaan penghinaan terhadap militer. 

Selain Robet juga ada, Bambang Hero Saharjo dosen Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor yang belum lama ini menerima penghargaan John Maddox Prize 2019 dan Certificates of Distinction dari Global Fire Monitoring System (GFMC) atas upayanya mendudukkan persoalan kebakaran hutan di Indonesia. Dalam wawancaranya dengan Guardian yang dikutip Kompas, Bambang Hero mengakui bahwa ia menjadi salah satu orang yang paling dicari perusahaan pelaku kebakaran hutan, namun sebagai ilmuwan ia harus mengatakan secara jujur hasil penelitiannya.

Jumlah kasus yang ditangani Bambang Hero (sumber Kompas.id)
Jumlah kasus yang ditangani Bambang Hero (sumber Kompas.id)
Dari berbagai ancaman tersebut , nyatanya dunia saat ini masih kurang ramah terhadap profesi peneliti maupun dunia akademisi. Dari kedelapan mandate universitas yang dicetuskan Guzman-Valenzuela tahun 2016 yang terungkap dalam artikel Budi Widianarko yaitu:

Memberi peluang kepada siapa saja untuk mendapatkan pendidikan tinggi tanpa pembedaan, pengecualian, dan perseteruan;

Memberi akses kepada siapa saja untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang terbaik; menjamin semua mahasiswa untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan yang laik setelah lulus;

Mendorong penciptaan pengetahuan ilmiah sebagai milik masyarakat (public good)—bukan komoditas; mendorong hubungan belajar mengajar (pedagogical relationship) antara dosen dan mahasiswa (magistrorum et scholarium) dengan menempatkan mahasiswa sebagai co-producer pengetahuan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat; 

Menciptakan discourse (wacana) dan ruang penalaran dan kekritisan (criticality) universitas harus senantiasa mempertanyakan, menantang, mengkritisi wacana yang sedang dominan;

Menjadi institusi yang terbuka bagi publik—universitas bukan sekadar ”proyek” intelektual, melainkan terlibat pula secara sosial, ekonomi, dan politik demi kemajuan masyarakat lokal dan yang lebih luas; mengembangkan pengetahuan tentang misi publiknya sendiri melalui kajian yang sistematik untuk meningkatkan peran universitas di aras lokal, nasional, dan global.

Sejauh ini, mandat yang diberikan belum sepenuhnya dijalankan oleh universitas serta pihak yang terkait baik itu dari masyarakat dan pemerintah. 

Diharapkan, dengan bergantinya tahun 2020, implementasi 8 mandat mendapat dukungan pihak-pihak terkait misalnya saja dengan menjadikan hasil kajian dari penelitian pendidikan tinggi sebagai salah satu bahan rujukan pengambilan keputusan oleh pemerintah serta masyarakat yang tidak menafikan hasil kajian sistematis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun