Mohon tunggu...
jonansaleh
jonansaleh Mohon Tunggu... Ilustrator - Hands are the second thought

Tangan adalah pena dari pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjumpaan dengan Seorang Ateis

28 November 2017   21:41 Diperbarui: 28 November 2017   22:05 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto: Dokumen Pribadi saat berjumpa dengan bule di Monas.

Nilai Sebuah Perjumpaan

Pernahkah Anda bertemu dengan seorang Ateis? Kira-kira apa yang anda rasakan?  Aneh, kikuk... Atau...?  Apa yang ingin anda sampaikan kepadanya?  Pengalaman perjumpaan pasti selalu dimaknai berbeda-beda oleh setiap pribadi. Perjumpaan dapat menyisakan kenangan, manis maupun pahit, entah itu direncanakan atau tidak.  Pengalaman perjumpaanku yang unik dan dengan orang-orang tidak diduga memberi kesan tersendiri.  Minggu, 19 November yang lalu, tanpa sengaja saya bertemu orang asing (bule);seorang berkebangsaan Skotlandia. Pengalaman yang membekas dan mengena dalam ingatanku. 

Dan pasti menambah pengalaman. Ada yang berbeda dari bule ini.  Tidak seperti bule-bule yang pernah saya kenal,  kali ini saya berjumpa dengan seorang pribadi yang begitu setia dan aktif berbagi  pengalaman hidup.  Berbagai 'rasa' saling kami bagikan. Meski pengalaman saya belum menjadi 'garam', tapi kesediaan bro ini menyendengkan hati dan telinganya kepada komat-kamit saya, sudah tentu membuat saya simpati dan terenyuh. Kami saling melempar senyum, tawa, canda, mengernyitkan dahi sambil sesekali berpaling pada orang-orang yang sedang lewat. 

Perjumpaan adalah saling Mendengarkan

Ada banyak hal yang kami bicarakan. Mulai dari sekedar berkenalan panjang-lebar, lalu omong-omong tentang hobby, musik, politik,negara, budaya, dan sebagainya.  Di antara topik-topik itu,  satu yang membuat saya bersimpati dan terkesan adalah ketika ia intens  berbicara tentang agama. Tentu,  saya mulai merasa tidak nyaman. Karena... Sepengetahuan saya, ada beberapa hal/topik yang sebaiknya tidak diutarakan ketika bertemu bule, salah satunya tentang agama yang mereka anut.

Pertama, ia berbicara tentang Pancasila,  bahwa betapa bersyukurnya Bangsa Indonesia yang menganut dan memegang teguh ideologi Pancasila.  Ia sendiri sangat mengagumi keberagaman Indonesia dan Pancasila sebagai penyatunya. Bahkan, ia mengaku bangga berada di antara orang Indonesia yang selalu ramah dan melempar senyum kepada siapa pun. Ia merasa bahagia menikmati liburannya di Indonesia. Dan.. Bla.. Bla... Bla... Bla... Lalu, tiba-tiba,  tanpa saya duga ia melanjutkan... Saya mendengar ia berucap:"John,  I have no religion! ".

Ha!!! "Artinya, bro ini seorang Ateis, gumam saya dalam hati.  Yah!!!  Saya tertegun sejenak.  'Namanya David, pastilah dia seorang Kristen, dugaku di awal perkenalan.  sesaat setelah pengakuan itu dugaanku langsung terpatahkan. Satu pelajaran, nama tak selamanya mengisyaratkan ke suatu agama. Saya pun terkatung saja. Bukan suatu hal baru, begitu pikiranku mencernanya.  Bukankah sudah semakin banyak orang-orang bule (Eropa) yang meninggalkan agama dan memilih untuk tidak beragama.  Memisahkan hidup keagamaan dengan sekularisme.  Entahlah. Yang kualami sekarang, aku berhadapan dengan penganut Ateis. Aku kemudian menyentilnya dengan rasa ingin tahuku. "Why, bro?"

Dengan tegas ia menuntun tanyaku,......."Well, saya orangnya realistik, dan saya menikmati matahari itu terbit dari timur dan akan tenggelam di barat, saya menikmati setiap hangatnya, saya akan menikmati dinginya malam", that's it.  Sekarang saya happy, n maybe I will sad, then.  Ia menutup kalimatnya. Singkat.  Padat. Jelas. 

Saya merasa lega, meski saya merasa tidak mengerti maksudnya. Hhhhh..  Sebisa saya memahami. Ohhh.. Realistik. Saya lega, untuk pertama kali saya mendengar langsung pengakuan dari seorang yang mengaku tidak beragama.  Dan tidak mempercayai adanya pencipta/TUHAN. 

Selalu Ada yang Dibawa dari Sebuah Perjumpaan

Ia.  Meski takaran dan nilai setiap pribadi berbeda dalam memandang sebuah pengalaman perjumpaan, saya tetap mengakui bahwa pasti dan pasti ada yang dibawa oleh sebuah perjumpaan. Pengalaman saya bertemu bule Ateis untuk pertama kali adalah sebuah pengalaman berharga. Selain saya bisa mengenal dan berbagi dengan pribadi di luar diri saya, setidaknya saya bisa langsung mendengar pengakuan dari seorang Ateis secara langsung. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun