Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Modus Penipuan Tingkat Gaib

23 Februari 2023   08:54 Diperbarui: 23 Februari 2023   08:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu, desa saya di Klaten dihebohkan dengan salah satu warga yang katanya kena gendam (hipnotis). Melalui telfon yang entah dapatnya darimana (analisisnya dari memasukan nomer acak), wanita berusia 60 tahunan itu dimintai uang untuk berobat. Penelfon rahasia mengatasnamakan anaknya dan sedang dirawat di rumah sakit.

Setelah bercakap sekira sepuluh menit, wanita tersebut bergegas mengambil tumpukan uang di bawah kasurnya. Uang itu infonya adalah hasil kerja kerasnya jualan bubur dari subuh sampai siang. Uang sebesar lima juta siap disetorkan ke rekening yang disebutkan penelfon rahasia ke salah satu minimarket kampung.

Dengan wajah linglung, kasir mengetahui gelagat wanita tua itu sebelum mentransfer uangnya. Entah karena pengalamannya atau punya kemampuan linuwih mengetahui seseorang sedang dalam pengaruh hipnotis, mbak kasir segera melaporkan kebenaran informasi kepada warga.

Bapak RW selaku sesepuh kampung kemudian menelfon semua anak dari wanita tua itu. Hasilnya tidak ada yang sakit dan tidak ada yang meminta uang. Setelah itu pak RW mendatangi rumah wanita tua itu. Dengan kekuatan penumpas ilmu gaib, ia memukul tiga kali pundak wanita tua itu. Seketika wajahnya berubah dan tidak linglung seperti sebelumnya.

Panjang-lebar pak RW menjelaskan bahwa wanita tua itu sedang terkena aji-ajian gendam. Menyuruh mengambil uangnya kembali yang belum kadung ditransfer. Dijelaskan ketika kumpulan RT, bahwa warga harus berhati-hati sebab kejadian seperti ini sudah beberapa kali menimpa warga. Modus penipuan tingkat gaib.

Entah apa yang merasukimu ~, kejadian berulang tidak menjadikan warga waspada. Tidak ada pelajaran dari kasus serupa selain manut saja mengikuti perintah penelfon rahasia. Uniknya, penipu lihai menyasar warga-warga kampung yang tidak punya kemampuan memfilter informasi.

Kabar kecelakaan atau musibah yang menimpa anak tentu akan mematikan nalar. Demi anak, semua akan diberikan, termasuk tabungannya bertahun-tahun. Apalagi kondisi desa yang anaknya banyak merantau di luar kota. Namun warga juga tidak punya kesadaran untuk melaporkan penelfon ke polisi dengan menyerahkan barang bukti nomer telfon. Minimal bisa dilacak dan mengurangi risiko penipuan yang lebih banyak.

"Halah paling polisi yo wegah ngurusi," katanya ketika saya sarankan melapor.

Mungkin karena pelaporan berulang dan dengan tanggapan yang sama, akhirnya warga tidak mau repot-repot buat surat pelaporan. Menghabiskan waktu dan mengeluarkan biaya administrasi tapi hasilnya nihil.

Psikolog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun