Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seberapa Penting Pendidikan bagi Wanita?

19 Januari 2023   09:02 Diperbarui: 19 Januari 2023   09:06 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pendidikan wanita | pixabay.com/ptksgc 

Berkeluarga mempunyai beberapa fungsi seperti (1) fungsi biologis, yakni gagasan meneruskan kelangsungan hidup (keturunan) dan merawat keluarga dengan makanan/ minuman yang layak. (2) fungsi psikologis untuk memberikan kasih sayang dan rasa aman. (3) fungsi ekonomi dengan mencari sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup (nafkah). (4) fungsi pendidikan dengan menyekolahkan anak sebagai usaha memberikan pengetahuan, keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai tingkat perkembangannya.

Di Indonesia, masih banyak yang menganggap tabu budaya pendidikan bagi anak wanita. Perspektif bahwa berkeluarga menyandarkan kebutuhan kepada pihak lelaki sebagai pencari nafkah. Sementara wanita hanya dijadikan objek eksploitasi pelayan keluarga. Pendidikan masih dianggap sebagai jalan meraih pekerjaan yang mapan, tanpa mempertimbangkan faktor pembentukan karakter, sikap kebijaksanaan, dan kecerdasan menyelesaikan masalah.

Kesenjangan gender yang menempatkan lelaki di posisi unggul mendapatkan pendidikan juga dipengaruhi faktor agama dan lingkungan. Wanita punya ketakutan menikah di usia matang karena dianggap tidak laku atau batasan menopause dan banyak yang memilih menikah di usia dini. Memaksa berhenti melanjutkan pendidikan dan memasrahkan nasib hidupnya kepada suami.

Pendidikan Universal

Di tengah krisis pendidikan dalam negeri, perubahan peradaban melesatkan teknologi informasi yang memfasilitasi wanita memperoleh pendidikan nonformal. Meski tidak menawarkan gelar, elastisitas informasi di internet menyajikan berbagai pengetahuan untuk mendongkrak kualitas pendidikan wanita ketika berkeluarga. Melampaui sekat-sekat ruang kelas dan sekolah.

Hambatan selanjutnya adalah rendahnya minat literasi (belajar) secara daring. Dalam pendidikan formal, pelajar dididik dalam lingkungan yang fokus dan intens belajar. Ada nilai pembentukan karakter kedisiplinan, tanggung jawab, dan kompetitif. Tanpa pendidikan formal, wanita kehilangan suasana bersosialisasi. Mendiskusikan peran dan menyelesaikan masalah.

Manfaatnya, wanita yang memutuskan untuk tidak menyeriusi pendidikan formal akan terhindar dari sikap kritis, aktivitas hafalan buta, kepatuhan mutlak, dan hilangnya sikap kepemimpinan. Harus diakui, pendidikan Indonesia masih menerapkan sistem kuno yang mendidik pelajar menjadi objek pesuruh. Mencitakan menjadi pembantu alias bekerja ke perusahaan atau orang lain. Tidak diajarkan jiwa optimisme menjadi wirausaha atau pebisnis muda.

Keterbukaan informasi berisiko pada kurangnya filterisasi materi yang berpotensi hoaks. Tanpa bekal pendidikan yang diajarkan oleh guru atau dosen, wanita akan kesulitan memahami fenomena hanya dengan membaca informasi di internet. Apalagi tidak didukung dengan peran suami yang punya kewajiban mendidik istri dan anaknya.

Pendidikan yang diniatkan sebagai jembatan mendapatkan pekerjaan. Wanita akan berpikir panjang tentang konsep berkeluarga jika suaminya bekerja tidak pada satu tempat (kota). Kemudian banyak wanita yang mengalah ikut suami dan mengubur semua gelar pendidikan yang pernah diraihnya.

Urusan wanita hanya seputar sumur, kasur, dan dapur. Membersihkan rumah, memenuhi kebutuhan seksualitas, dan mencukupi kebutuhan makan/minum. Sementara istri/ibu merupakan pengajar dalam pendidikan awal anak dalam lembaga keluarga. Tanpa bekal pendidikan yang memadai, potensi keengganan belajar akan menular pada anak.

Kurikulum Merdeka Belajar

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan program Kurikulum Merdeka Belajar untuk memaksimalkan peserta didik agar memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya. Kurikulum Merdeka merupakan opsi tambahan dalam rangka pemulihan pembelajaran selama 2022-2024.

Diharapkan kurikulum ini membuat materi menjadi lebih sederhana, mendalam dan fokus pada materi yang esensial. Guru juga memiliki keleluasaan untuk mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik. Pelajaran akan lebih relevan dan interaktif dalam mengeksplorasi isu-isu aktual.

Revolusi pendidikan Indonesia belum mampu menjawab urgensi kebutuhan pendidikan wantia menjelang dewasa. Pendidikan nasional belum mampu menawarkan manfaat pendidikan bagi wanita, selain menghabiskan uang dan waktu. Bahkan di banyak desa, pendidikan tinggi bagi wanita masih tabu dan malah menjadi bahan olokan lingkungan sekitar. Jangka waktu pendidikan yang panjang menjadi alasan utama banyak wanita yang memilih tidak melanjutkan pendidikan tinggi.

Padahal implementari Kurikulum Merdeka Belajar seharusnya menjadi acuan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia. Melanjutkan cita-cita menjadi bangsa yang maju, sejahtara, dan punya kompetensi. Gebrakan menteri pendidikan hanya akan dilihat dalam jangka waktu pendidikan. Setelah lepas dari pendidikan formal, tidak ada lagi tanggung jawab lembaga pendidikan memperhatikan karir wanita.

Harapannya Kurikulum Merdeka Belajar bukan menjadi proses dehumanisasi yang menghilangkan sisi kemanusiaan dengan mengutamakan ego masing-masing. Jika masih menjadi wadah mengunggulkan diri, wanita akan tetap menjadi objek eksploitasi lelaki ketika berumah tangga.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun