Setidaknya membuktikan bahwa materi yang diajarkan di pesantren jauh berbobot dari pada kampus-kampus di Timur Tengah, bahkan sekelas kampus terbaik Al-Ahzar. Menjadi aneh kalau ada santri yang mengikuti dakwah digital tapi mengajak debat alumni pondok pesantren, apalagi sampai ada diksi menyalahkan dan menyesatkan.
Apakah santri yang belajar di pondok pesantren jelas punya kualitas keilmuan lebih tinggi dibandingkan yang lain? Belum tentu. Namun setidaknya mampu membuka gagasan bahwa di ponpes banyak calon ulama yang paham berbagai landasan atau dasar ideologi agama. Bukan hanya mengetahui anekaragam dalil, mereka juga paham argumentasi seseorang mempertahankan agama berasal dari ideologi mana.
Menarik menyaksikan geliat santri milenial menyajikan konten dakwah digital yang punya visi menebarkan kajian yang rahmatan lil'alamin dalam rangka mempertahankan nilai-nilai kebangsaan dan moderasi beragama. Membuka mata masyarakat yang minim literasi keagamaan kepada luasnya ilmu yang mustahil dikuasai hanya dengan mendengar ceramah di YouTube atau membaca status di Facebook.***