Aslinya, orang Jawa itu tidak suka konflik seperti perdebatan, pertengkaran, apalagi main bom di tempat ibadah. Mayoritas orang Jawa memiliki sifat suka mengalah untuk menghindari permasalahan lebih panjang. Mengalah bukan karena takut, melainkan tidak suka adanya pertikaian apalagi sampai pertumpahan darah.
Kemudian banyak yang menginterpretasikan mengalah sebagai proses perjalanan spiritual menuju Tuhan (meng-Allah). Itulah kenapa orang Jawa mudah diterima di lingkungan atau kebudayaan baru. Sebab naluri mereka suka sesuatu yang menciptakan kecintadamaian hidup.
Sopan Santun
Tanpa ada pelajaran tertulis, orang Jawa terbiasa menundukkan tubuh ketika berjalan di depan orang yang lebih tua atau yang lebih dihormati sebagai wujud penghormatan dan sopan santun. Selain itu juga murah senyum dan hobi bersapa.
Di Jawa juga ada level kebahasaan sebagai penunjuk kesopansantunan seseorang dari penggunaan Bahasa Carakan seperti Basa Ngko, Madya, dan Krama. Penggunaannya tergantung pada konteks komunikasi, lawan bicara, dan kebiasaan.
Sederhana
Orang Jawa perangainya tidak suka hidup glamor dan suka penampilan yang apa adanya. Gaya hidup berlebihan justru bisa membuat perhatian hingga ketidaksukaan seseorang. Padahal orang Jawa suka ketika merasa dicintai banyak orang. Tidak apa hidup sederhana yang penting bahagia.
Mereka juga  punya prinsip hidup sakmadyone (secukupnya). Jika diimplementasikan dalam kajian tasawuf Jawa bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. "Nerimo ing pandume Gusti" yang artinya menerima apa yang sudah diberikan Tuhan.
Tanggung Jawab