Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

OOTKK *) Tiga

23 Juni 2021   18:38 Diperbarui: 23 Juni 2021   18:48 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Akhirnya mereka hidup bahagia di rumah bercat putih di kaki bukit itu selama-la...

Uh, tidak adakah alternatif lain? Terdengar seperti Hans Christian. Harus diganti. Sekarang toh lebih mudah, tidak harus menggunakan tipe-ex atau mengeluarkan kertas dari rol, meremas-remas, membuangnya sembarang tempat, memasang kertas baru. Sebentar Pram membaca lagi deretan kalimat "ciptaannya" di layar monitor. Yah, menyedihkan.

Telunjuknya menekan tombol "backspace". Dari belakang, satu demi satu, huruf-huruf penyusun kalimatnya yang tak selesai menghilang. Lalu dia merenung, lalu telunjuknya bekerja lagi dan paragraf terakhir cerpennya terhapus.

Sesaat Pram berhenti, berpikir, menimbang-nimbang. Membaca. Yah, memang menyedihkan. Ditekanlah tombol "control" dengan kelingking kiri, tombol "a" dengan jari manis kiri, lalu dibarengi dengus kuat, telunjuk kanannya memencet tombol "delete".

Layar kosong, kursor berkedip-kedip di pojok kiri atas halaman virtual MS Word. Empat jam keping-keping imajinasi yang dirangkainya menjadi sebuah cerpen (tak bermutu) lenyap seketika. Semudah itu.

Bola matanya berputar putar, sesekali kelopak matanya dipejam. Jemarinya mengetuk-ngetuk bidang kosong di atas keyboard. Nihil. Benaknya hanya menampilkan warna putih berkabut. Pram menyandarkan punggung di sandaran kursinya, memejamkan mata.

Terlalu banyak pikiran berkecamuk di benaknya: Dion tiba-tiba berhenti kuliah, ayam-ayam di kandang belakang rumah makin menyusut jumlahnya karena satu demi satu harus dikorbankan untuk menjamin keberlangsungan hidup sisanya. Motor jadulnya kering oli mesinnya. Rokoknya..., Pram membuka mata, meraih bungkus rokok kretek di meja.

Tinggal sebatang. Ini dilema antara rasa asam di mulut yang begitu kuat menuntut sapuan pahit asap nikotin dan penderitaan yang akan terjadi kalau inspirasi datang tanpa rokok barang sebatang. Belum lagi kritisnya stok kopi.

Jalan keluarnya hanya cerpen, dan itu artinya honor, dan itu artinya soal rokok dan kopi dan pakan ayam dan oli mesin teratasi. Soal Dion sebaiknya jangan dipikirkan dulu. Untung sisa kuota datanya masih cukup untuk sekadar mengirim surel. Tapi kalau benak penuh problem pragmatis begini, bagaimana mungkin sebuah cerpen bisa lahir?

Pram membuka kunci layar ponselnya, menutul ikon WA, mengetik frasa pendek "help me" dan mengirimnya pada kontak bernomor aneh yang ditemukannya waktu iseng menjelajah internet dengan mesin pencari. Kontak yang belakangan paling sering dikirimi pesan teks tanpa pernah dibaca apalagi berbalas (setidaknya Pram yakin pesannya terkirim karena dua tanda checkpoint selalu muncul) itu milik akun bernama "Tuhan". **) Apa boleh buat, pikirnya, daripada mengirim doa kepada sesuatu yang tak jelas di mana keberadaannya, akun itu setidaknya punya alamat. 

Lalu ia meletakkan hape-nya, kembali bersandar, memejamkan mata, dan hilang kesadaran.

Lewat subuh sekarang. Nada polyphonic curiousity menyentak kesadarannya yang ditelan mimpi absurd. Apa lagi?

Pram ingin tertawa melihat notifikasi yang tampil di layar hapenya. Siapapun pemilik akun di seberang sana, apakah itu orang iseng atau sekadar mesin berkecerdasan artifisial,  ia tidak peduli.  Ia orang beriman, ia percaya pada Tuhan, dan kali ini Tuhan membalas pesannya: sebuah V-Card bertuliskan Maryono Supreme. 

Pram mengonversi V-Card itu menjadi kontak baru dan dengan gugup menulis pesan. Maryono Supreme, dia merasa pernah mendengar nama itu. Oh ya, subuh belum lama lalu. Sepertinya sampai terang tanah dia harus bersabar dan berdebar-debar. Apa kelanjutan  kisah hidupnya esok yang sampai saat ini terasa begitu.... konyol!

(bersambung) 

*) Orang Orang Tua Kurang Kerjaan

**) Pram pernah mencoba voice call dan video call, berdering, tapi tak diangkat. Jadi, dia bertambah yakin kalau akun Tuhan itu tidak salah nomor, mungkin bot, mungkin orang kurang kerjaan. Tapi siapa tahu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun