Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PSBB Jilid II DKI: Satu Contoh Tragedi Kebijakan Publik

14 Oktober 2020   19:10 Diperbarui: 14 Oktober 2020   19:14 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: corona.jakarta.go.id


Pembatasan Sosial Ber-skala Besar atau PSBB jilid II di DKI Jakarta telah berakhir dan sejak hari Senin 12 Oktober 2020 yang lalu propinsi DKI telah beralih ke PSBB transisi. 

PSBB jilid II yang di antaranya ditandai dengan pengetatan kembali berbagai kebijakan seperti kerja dari rumah (work from home), pelarangan makan di restoran, warung atau tempat makan lainnya, pembatasan kegiatan di tempat-tempat keramaian terutama di tempat-tempat perbelanjaan, pengetatan kewajiban menggenakan masker di luar rumah (bahkan saat mengemudi mobil sendirian) telah menimbulkan dampak ekonomi yang tidak kecil. 

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) misalnya menilai bahwa PSBB jilid II telah menimbulkan kerugian total bagi sector bisnis restoran sebesar 20 triliun rupiah (Bisnis.com, 11 Oktober 2020). 

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) memperkirakan bahwa omzet bisnis warung tegal (warteg) di Jakarta mengalami penurunan antara 60% hingga 90% (Medcom.id, 14 Oktober 2020).

Ketua umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) bahkan memperkirakan bahwa jika PSBB II diperpanjang maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sector bisnis kafe dan restoran (okezone.com, 12 Oktober 2020). Seperti kita ketahui juga IHSG sempat jatuh ke zona merah selama beberapa hari saat PSBB mulai diberlakukan (tempo.co, 14 September 2020).

Apakah semua kerugian ekonomi tersebut terkompensasi dengan semakin membaiknya hasil penangangan pandemic COVID-19 di DKI?

Sayang sekali bahwa jawabannya adalah TIDAK.

Dengan menggunakan data dari https://corona.jakarta.go.id/id/data-pemantauan penulis menghitung rata-rata positivity rate pada 28 hari sebelum PSBB dijalankan yaitu periode 17 Agustus 2020 - 13 September 2020 dan pada 28 hari pemberlakuan PSBN II yaitu 14 September 2020 -11 Oktober 2020.

Hasilnya: rata-rata positivity kasus baru harian sebelum PSBB II adalah 11,12% sementara rata-rata positivity rate kasus baru harian selama PSBB II adalah 11,05%. Ini berarti bahwa 28 hari pemberlakuan PSBB II sama sekali tidak mengurangi jumlah kasus positif baru dari setiap 100 test yang dilakukan dilakukan setiap hari. (hal ini diperkuat dengan kedua nilai rata-rata yang tidak signifikan berbeda pada nilai statistic p < 0,1) 

Dari setiap 100 test yang dilakukan setiap hari rata-rata akan ditemukan 11 kasus baru di DKI baik itu sebelum maupun selama PSBB diberlakukan. Dengan kata lain, tidak ada dampak apa-apa pemberlakuan PSBB jilid II untuk mengurangi penularan COVID-19 di DKI Jakarta. Yang telah terjadi adalah suatu penerapan kebijakan yang merugikan masyarakat secara ekonomi tanpa sedikit pun mencapai hasil yang diharapkan.

Ada dua kesimpulan yang bisa diambil dari  tragedy kebijakan public ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun