Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melihat Kesamaan antara Kasus Ahok dan Kasus Dreyfus di Perancis (1894-1906)

10 Mei 2017   19:03 Diperbarui: 11 Mei 2017   12:20 3483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dreyfus di Pulau Diable (sumber: Wikipedia F.Hamel)

Dahsyatnya efek dan dimensi kasus “penistaan agama” atau kasus Ahok yang baru diputus oleh hakim hari Selasa 9 Mai 2017 kemarin mau tidak mau melempar ingatan saya pada suatu kasus yang terjadi di Perancis yang menandai pergantian dari abad-19 ke abad-20 di negeri tersebut.

Kasus Dreyfus adalah persidangan suatu kasus yang mengguncang Perancis antara tahun 1894 dan 1906. Walau terjadi lebih dari seabad yang lalu, efek kasus Dreyfus masih terasa kuat sampai hari ini di mana hak-hak individu di Perancis seperti hak-hak berpendapat menjadi nomor satu di atas kepentingan negara (raison d’etat).

Dalam hal dimensi dan efeknya di negeri kita, Indonesia, kasus Ahok dalam pandangan saya adalah sepadan dengan kasus Dreyfus di Perancis lebih dari seabad yang lampau. Apakah efeknya akan sama?

Kasus Dreyfus dan Runtuhnya Negara yang Otoriter

Tahun 1894, Alfred Dreyfus, seorang perwira angkatan darat Republik Perancis berpangkat kapten didakwa melakukan kegiatan mata-mata untuk kepentingan Jerman. Sebagai hukuman, perwira keturunan Yahudi ini dijatuhi hukuman diasingkan seumur hidup di pulau Diable (Pulau Setan) di Guyana Perancis di Amerika Selatan oleh pengadilan militer Perancis.

Singkat cerita, banyak pihak yang menemukan kejanggalan pada proses pengadilan Dreyfus.

Adalah penyair dan pengarang terkenal, Émile Zola yang lewat tulisannya “Saya menuntut…!” (J’accuse…!) yang pertama-tama berani tampil di muka umum untuk memprotes hasil pengadilan militer Perancis itu dan menuntut agar Dreyfus dibebaskan dari semua tuduhan dan hukuman. Mengikuti zola, banyak politisi maupun tokoh-tokoh ternama yang akhirnya tergerak untuk mendukung pembebasan Dreyfus.

Perlawanan para pendukung Dreyfus atau yang disebut sebagai kubu Dreyfusards tidaklah ringan.

Kekalahan Perancis dalam perang melawan Jerman sekitar 20 tahun sebelumnya (1870) membuat rasa nasionalisme bangsa Perancis saat itu sedang tinggi-tingginya. Kegiatan spionase untuk keuntungan Jerman yang berhasil mencaplok wilayah Alsace dan Lorainne pada perang 1870 adalah kegiatan kriminal terhina saat itu.

Mereka yang mendukung hasil keputusan pengadilan militer atau kaum Anti-Dreyfussards terdiri atas kaum ultra nasionalis (ekstrem kanan), militer dan belakangan kaum klerus (Gereja Katolik). Kubu Anti-Dreyfussards mewakili konsep “kepentingan negara” (raison d’etat) di atas kepentingan individu menolak melakukan revisi atas hasil pengadilan militer.

Kubu Dreyfussards yang sebagian besar dimotori oleh mereka yang berhaluan politik kiri mewakili konsep hak-hak asasi individu.

Pertentangan antara kepentingan negara melawan kepentingan individu, politik haluan kanan melawan haluan kiri, militer melawan non-militer, klerik(gereja) melawan anti-klerikal, anti-Yahudi melawan tidak-anti-yahudi akhirnya meluas dan membelah rakyat Perancis saat itu menjadi dua kubu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun