Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

Sudah loyo

Selanjutnya

Tutup

Politik

OTT KPK terhadap Hakim MK, Menguak Cerita Modus Suap Para Hakim Nakal

27 Januari 2017   10:43 Diperbarui: 27 Januari 2017   11:09 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPK mengamankan uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari tangan Patrialis Akbar. Selain itu, KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang tersangka, yaitu Patrialis Akbar, Kamaludin, Basuki Hariman, dan Ng Feni. Dua nama pertama merupakan penerima suap, sedangkan dua nama lainnya merupakan pemberi suap. Namun, Basuki Hariman buka suara atas kasus itu, dia menyebut Kamaludin yang meminta uang untuk pergi umrah. Basuki juga menyebut dirinya tidak pernah memerintahkan Kamaludin memberi uang kepada Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Dia juga mengklaim Patrialis tidak pernah membicarakan uang saat bersama dirinya.

Demikian juga Patrialis Akbar  menyatakan dirinya tidak menerima uang suap dari Basuki Hariman seperti yang disangkakan padanya.  Dia juga menambahkan kalau Basuki tidak memiliki kepentingan dalam memberi suap terhadap perkara yang sedang ditangani MK tersebut.

Total uang yang dimankan  oleh KPK dalam OTT tersebut setara dengan Rp 2,16 milyar tentunya terlalu besar untuk biaya umroh perorangan seperti alasan yang disampaikan oleh Basuki Hariman. 

Sudah bukan rahasia lagi, parktik suap dalam lingkup pengadilan selalu menggunakan "perantara", seperti halnya OTT terhadap hakim PTUN Sumatera utara dalam kasus Gubernur Sumatera utara juga melibatkan pengacara sebagai perantara suap. 

Sebutlah saya "ngerjai" para pemain seperti itu menyangkut perkara tanah dengan bukti sudah saya dapatkan yaitu pemalsuan alas dasar Akta Jual Beli, namun bukti itu  saya tidak gunakan dalam gugatan. Pertama saya gugat perdata pelaku utamanya saja, sebut saja bernama Toing dan sudah saya prediksi gugatan itu  hasilnya akan NO. Tujuan saya menggugat agar sipelaku utama  ini menjadi ATM.

 Prediksi tidak meleset, putusannya NO, namun dalam putusan tersebut disebutkan ada pihak lain yang harus digugat.  Atas putusan tersebut  saya gugat notaris yang mnerbitkan Akta Jual Beli.  Hasilnya juga NO, namun dalam putusan tersebut, Notaris menyeret pihak Bank karena tanah disebutkan telah menjadi jaminan Bank atas nama Toing. 

Memperoleh "bahan" dari putusan menggugat notaris, gugatan berikut saya tujukan kepada pihak Bank  yang menyeret lagi Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) dan Notaris lain yang diduga memalsukan anggaran dasar persroan sebagai pemilik tanah dan sekaligus mengungkap penggunaan anggaran dasar perseroan yang dipalsukan untuk mencairkan pijaman dan sebagai dasar peralihan hak tanah sebanyak 40 persil dari total 160 persil.

Lebih dari itu, BPN sebelumnya menyatakan sertipikat induk atas nama perserroan milik saya yang anggaran dasarnya dipalsukan diblokir, tapi fakta persidangan, dalam persidangan Bank menyatakan sertifikat induk tidak dapat diikat  APHT karena tanah bermasalah, namun pecahannya dapat diikat APHT. 

Terkuak sebuah konspirasi melibatkan banyak pihak melalui sidang gugatan perdata, namun ketika saya meminta putusan yang lalgi-lagi hasilnya NO itu, panitera pengadilan beralasan kehilangan kunci lemari berkas sampai lewat tenggat untuk upaya banding. Sudah lebih dari dua bulan putusan itu tak saya peroleh. 

Pihak BPN mengundang untuk bertindak sebagai mediator agar Toing memenuhi kewajibannya membayar sesuai kesepakatan. Sejak kapan BPN merubah peraturan peralihan hak tanah boleh berhutang ?  Pertanyaan sederhana tapi mungkin menohok BPN, mediasipun bubar, Toing langsung berteriak sudah habis lebih 10 milyar katanya sedangkan tanah tak dapat dikuasainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun