Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

Sudah loyo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Rizieq Bersatu, Mungkinkah?

23 Januari 2017   22:58 Diperbarui: 23 Januari 2017   23:23 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau nama itu berkibar, terlihat dan terdengar mestinya nama itu laku dijual untuk Pilkada, sebaliknya nama itu juga asyik dicari-cari kesalahannya sebab pencari kesalahan namany ikut polpuler.  Seperti itulah yang terjadi antara Ahok dan Rizieq. Ahok yang sangat populer ini semula kader Partai Golkar, menjadi Wakil Gubernur  diusung  Gerindra, mendapat warisan jabatan dari Jokowi seperti tak ada lawan tanding dan berencana  maju lewat jalur independen.  Akhirnya tokoh populer ini diusung PDIP bertanding menghadapi tokoh yang diusung Gerindra. Politik tidak mengenal kacang lupa kulitnya, ganti jaket hal yang biasa yang penting memenuhi syarat dukungan dari parpol.

Lain halnya Rizieq Shihab yang kiprahnya berada diluar kekuasaan namun sepak terjangnya seperti yang memiliki kekuasaan,  alhasil menuai hasil beberbenturan dengan kekuasaan. Namun Habib Rizieg menang selangkah dari Ahok yang sudah dalam proses persidangan sementara Habib Rizieq masih "akan" menjalani proses hukum, kalau memenuhi unsur pelanggarannya.  Kesamaanya, adalah  keduanya  harus berhadapan dengan masalah hukum karena statetemenya.

Politik susah diprediksi, bisa saja terjadi keadaan seperti saat ini berbalik yang semula berseberangan menjadi bersekutu, kalau dipandang sama-sama menguntungkan.   Fenomena politikus kutu loncat mengindikasikan tidak ada yang loyal,  loyalitas terjadi manakala memperoleh bagian dari kekuasaan. Setelah berkuasa tidak ada istilah kacang lupa dengan kulitnya dengan alasan politik cair.

Masih ingat dengan pernyataan JK sebelum pilpres 2014 yang beredar ditengah publik mengenai Jokowi ?   Nyatanya  kini berbalik. Sikap semacam itu hanyalah contoh kenyataan sikap politik yang dapat  ditemui dalam persaingan liberal. Begitu juga dengan sikap koalisi pada pembentukan perlengkapan DPR RI yang akhirnya bubar setelah mendapat posisi jabatan DPR.

Hal semacam di Indonesia juga terjadi di Amerika Serikat, Imam Islamic Center New York, Ustaz Shamsi Ali  mengungkapkan warga Amerika Serikat (AS) mulai tinggalkan ketertarikannya terhadap Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik ini. Sebab menurut dia, sikap rasis yang diperlihatkan Trump kian membuat banyak warga AS muak. Tapi nyatanya tidak demikian, Donald Trump mampu mengalahkan lawanya Hillary Clinton.

Sebut saja hal semacam itu merupakan perwujudan demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat seperti juga di Indonesia.  Rizieq ingin pendapatnya didengar dengan mengumbar kata-kata yang menyerang, begitu juga Ahok yang mendapat predikat mulut comberan. 

Sayangnya, publik kita mudah diadu domba oleh kepentingan politik seperti halnya pemerintah kolonial merangkul para ningrat dan ulama yang didudukan dalam pemerintahan untuk menjajah bangsa kita sendiri. Pengaruh gaya kolonial tak hilang begitu saja, seperti nama keluarga  ciri bangsawan yang diwajibkan oleh pemerintah kolonial kepada semua pegawai pribumi masih melekat hingga saat ini.  

Wajib menggunakan nama kebangsawanan tak lain  karena rakyat menghormati para bangsawan dan ulama sehingga suara mereka yang menjadi antek kolonial dituruti dan didengar. Dengan demikian dengan memberikan kemakmuran kepada para ningrat dan ulama, pemerintah belanda tidak terlalu sulit menguasai bangsa kita.

Ciri feodalisme masa lalu  sudah menjadi budaya, seorang pejabat, mungkin karena merasa pejabat tak mau mengalah walaupun tempat duduknya hak orang lain atau pejabat tertinggal pesawat karena tidak tertib, direktur maskapai yang diancam dipecat.

Rakyat dibuat bermental irlander sehingga mudah sekali digiring pola pikirnya dukung sana dukung sini yang menimbulkan friksi diantara rakyat sendiri. Terlebih terjadinya perseteruan antara Rizieq dan Ahok, hanya karena tidak pro Ahok menjadi bersikap mendukung Rizieq.  Dua kelompok massa yang saling berseberangan selalu berhadapan mengikuti persidangan Ahok atau pemeriksaan Rizieq oleh kepolisian. Yang menjadi pertanyaan, apa yang didapat dua kelompok itu ?  

Sebaliknya, kalau Ahok dan Rizieq bersatu, bukan tidak mungkin banyak yang menentang karena pada dasarnya kita dalam masa pelemahan sebab, dengan jumlah penduduk  terbanyak no 4 didunia dan mayoritas Islam, bukan tidak mungkin negara ini  akan menjelma menjadi kekuatan yang diperhitungkan didunia bukan dalam orasi namun dalam kenyataan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun