Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Sulit Hapus Kemiskinan

2 Juli 2017   21:38 Diperbarui: 2 Juli 2017   21:41 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pembangunan di Indonesia terus bergulir. Infrastruktur nasional yang dulu sepi, kini nampak ramai dengan menjulangnya gedung-gedung tinggi. Apabila kita dalam perjalanan, beragam fasilitas yang disediakan oleh negara ini untuk kita nikmati. Hiruk-pikuk ibukota dan jalanan kabupaten/kota semakin bercahaya dengan lampu warna-warni. Hal itu semua merupakan betapa pesatnya pembangunan yang dalam prosesnya tak sedikit uang digelontorkan oleh pemerintah.

Tapi, ada saja pemandangan tidak matching berseliweran di mata kita. Sebegitu metronya infrastruktur nasional nan megah,  ada saja masyarakat yang berpakaian compang-camping, berbekal tangan menengadah dengan nada sendu atau bernyanyi, merintih kesekian kali sebab perutnya kelaparan beberapa hari. Tak hanya itu, kemajuan ekonomi di tengah peradaban yang kian majemuk, ternyata selalu menampakkan rupa-rupa pengangguran yang tidur di trotoar beralas aspal dan langit sebagai atap rumahnya.

Pembangunan serasa tak adil bagi kita. Seriring pesatnya perekonomian yang digaungkan pemerintah, ada kemiskinan yang senantiasa mempertontonkan dirinya. Betapa susahnya nehara ini benar-benar keluar dan memutuskan dirinya dari kemiskinan. Ya...meskipun kalau kita cek datanya, jumlah penduduk miskin dari tahun 1970an hingga 2016 memperlihatkan penurunan yang pasti. Meski tampak mengalami kenaikan pula di tahun 1997/1998 di mana terjadi krisis nasional yang multidimensi saat itu. But, over all, sedikit banyak, pemerintah Indonesia komitmen kok dalam mengurangi kemiskinan. Kalau di tahun 1970 penduduk miskinan sekitar 70 jutaan, tahun 2016 hanya bersisa 28 jutaan saja.

Kalau dipikir sejenak, mengapa sih Indonesia ini susah sekali keluar dari jeruji kemiskinan?. Nah, sebenarnya ada berbagai alasan kompleks yang melatarbelakangi mengapa kemiskinan tetap ada.

Pertama, terjadinya inflasi. Inflasi memberikan pemahaman pada kita bahwa saat terjadi kenaikan sekelompok barang, maka daya beli kita akan menurun. Kita tak mampu membeli barang kebutuhan. Dalam kondisi yang sama pendapatan tetap sama, maka sebenarnya bila berada tepat sedikit di atas garis kemiskinan, kita akan jatuh ke dalam garis kemiskinan, bahkan lebih dalam lagi. Pendapatan serupa membuat sebuah keterjangkauan atas harga suatu barang menurun. Inflasi membuat uang yang kita pegang terasa "panas" sebab nilai riilnya menurun, uang seolah "tak berharga" di mata barang yang hendak kita beli. Oleh sebab itulah, kita cepat-cepat membelikannya meski nilai riilnya menurun.

Kedua, kemiskinan terjadi karena ekonomi kurang berkualitas. Pemerintah terkadang terlalu bangga dengan sebuah capaian yang namanya pertumbuhan ekonomi. Padahal, peningkatan ekonomi justru tak bermakna tanpa perannya mampu mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 Indonesia sekitar 5 persen, pertanyaannya adalah lapangan usaha manakah yang tumbuh? Bagaimana kondisi pengangguran dan kemiskinan?. 

Selama ini kita dibuat kecele dengan angka pertumbuhan ekonomi ini. Pertumbuhan ekonomi dibangun oleh mereka yang mampu menimbulkan nilai tambah suatu barang dan jasa, lantas bagaimana mungkin penduduk miskin bisa "menguasai" kemampuan itu. Terlebih penduduk miskin yang ada di Indonesia terjerembab pada wilayah perdesaan yang notabene bertani. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi lebih "menyentuh" dan dinikmati oleh mereka yang "menguasai" nilai tambah suatu barang dan jasa.

Ketiga, kemiskinan kok masih ada juga dikarenakan pendidikan Indonesia masih jauh dari harapan. Harapan pendidikan dalam pengertian ini lebih pada "kualitas" bukan lagi soal "kuantitas". Setiap tahunnya, begitu banyak lulusan pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, namun karena lapangan usaha yang tersedia semakin sempit, belum ditambah kualifikasi kerja semakin ketat, sedikit banyak hanya mampu menampung mereka yang berkompetensi. Lapangan kerja yang katanya "luas" justru masih jadi barang "mahal" bagi pemuda-pemudi siap kerja.

Meski angka partisipasi kerja tinggi, tetapi lapangan usaha "dibuat" kurang menyerap angkatan kerja yang ada, mau tak mau larinya adalah ke pengangguran tanpa acara. Kondisi ini mencokolkan keterjangkauan angkatan kerja minim. Dari pengangguran di hilirnya memproduksi penduduk yang terjerumus dalam kemiskinan.

Keempat. Pada poin keempat penyebab kemiskinan masih ada ini, kita awali dengan statement Bill Gate yang menyatakan bahwa jika anda terlahir dalam kemiskinan itu bukanlah kesalahan anda, tetapi jika anda mati dalam kemiskinan itu adalah kesalahan anda. Nah, faktor keempat dari masih adanya kemiskinan di Indonesia ini adalah cerita lama yang kini tetap terjadi, yaitu adanya rasa malas. 

Sebenarnya yang membuat kita miskin adalah kemalasan diri kita untuk berusaha. Tak sedikit kita temui pengangguran dan orang miskin yang mereka memilih hidup demikian. Seakan miskin merupakan pilihan hidup mereka, padahal sebenarnya secara fisik, mereka mampu bekerja, mencari lowongan kerja, atau paling buruknya ia berusaha sendiri dengan mengandalkan kreativitasnya membuat pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun