Setiap pagi, ibu selalu bilang demikian. Berbohong - katanya sudah makan.
Waktu itu aku juga masa bodo. Asalkan bisa makan dan perut kenyang.
Toh, nanti kalau sudah kaya, semua makanan yang diberikan orang tua bisa aku ganti.
Kita tidak menyangka, bahwa pilihan yang sudah diambil sedia kala telah menjadi pengalaman. Mereka yang bahagia telah diantar menuju cita-cita, dan mereka yang tertunduk lesu karena pontang-panting menjadi kuli.
"Padahal dulu dia peringkat satu di kelas. Selalu dipuji para guru. Mendapat banyak penghargaan. Eh, taunya hanya jadi buruh pabrik"
"Lihat si Gobek. Pas pelajaran suka tidur di bangku belakang. Ujian modal mencontek. Bolosnya berulang kali. Sekarang jadi direktur bank."
"Tidak menjamin kan? Makanya jangan suka menilai seseorang, nilaimu saja masih remidi"
Dan sekarang semua berlomba-lomba mendapat pujian. Menjadi populer. Satu langkah salah menentukan jalan, mereka akan terjerembab. Malu, menyesal, dan tidak ada harapan.
Saat itu, tukang bijak mulai berdatangan darimana saja, "Tuhan sudah berlaku adil kepada semua umatnya." Keadilan macam apa yang ketika kepandaian dikalahkan dengan 100 juta uang terimakasih?! Keadilan yang bagaimana ketika menentukan hasil berdasarkan orang dekat atau orang dalam?! Jangan bicara keadilan di dunia yang sudah tidak mengerti makna keadilan.
"Prinsip hidup yang bahagia itu adalah ketika kita tidak menyesali masa lalu, ragu-ragu saat ini, dan berharap pada masa depan"
GARUDA!