Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bang Iwan, Kami Rindu

4 Juni 2020   09:50 Diperbarui: 4 Juni 2020   09:49 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Senayan Post

 Amarah sempat dalam dada

Namun akalku menerkam

Kubernyanyi di matahari

Kupetik gitar di rembulan

Di balik bening mata air

Tak pernah ada air mata

Sepenggal lirik lagu dari bang Virgiawan Listanto atau kerap disapa Iwan Fals yang berjudul "Di atas mata air ada air mata". Nostalgia jaman orde baru dengan suara lantang menentang penguasa. Sampai akhir tahun 90-an lagu-lagunya begitu menginspirasi dan melecut semangat kawula muda untuk berjuang melawan ketidakadilan.

Tidak mengherankan bendera OI atau Orang Iwan (sebutan untuk fans Iwan Fals) selalu menghiasi konser-konser dalam negeri - bersandingan dengan bendera Slank tentunya-. Sekilah tentang OI, menurut Iwan Fals hanyalah sebuah panggilan "oi" yang berarti seruan untuk berbuat kebaikan. Sekarang sudah menjadi Yayasan Orang Indonesia. Hebat kan?!

Lagu seperti Wakil Rakyat, Ujung Pondok Aspal Gede, Bongkar, Galang Rambu Anarki, Tikus Kantor, Pesawat Tempur, dan masih banyak lainnya yang begitu jelas tanpa tading aling-aling mengkritik pemerintah. Pria yang hampir genap berusia 60 tahun itu selalu mengajak untuk tidak bungkam meskipun nyawa taruhannya. Tak heran jika sikap fanatik penggemar Iwan Fals begitu nyata terlihat di beberapa acara konser musik. Benar-benar legenda.

Setelah era reformasi sebagai ujung tombak perlawanan terhadap orde baru, Iwan Fals masih juga kencang menyuarakan kritikan melalui lagu, meskipun tidak sefenomenal saat pohon beringin berkuasa. Simak saja lagu seperti Untukmu Negeri (2002), Asik Gak Asik (2014), Rubah (2007), Rekening Gendut (2013), dan Bangsat (2013). Sangat lugas menyuarakan aspirasi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun