"belomba-lombalah dalam kebaikan"
Begitulah pesan guru saya SMP yang masih melekat dalam ingatan. Selain "kejarlah ilmu sampai ke negeri cina". Selebihnya adalah ketidaksetujuan saya dalam persepsi fiqih antara saya dan guru agama islam di sekolah.
Waktu itu yang diajar masih anak-anak. Jadi wajar kalau sering mengabaikan apa yang disampaikan oleh guru kepada muridnya. Kemudian banyak diantara mereka yang menyadari pentingnya setiap pesan yang disampaikan oleh guru ketika menginjak masa dewasa.Â
Namun kesadaran mereka mendadak menjadi sebuah cambukan ketika salah tafsir memaknai kebaikan. Fase remaja dan dewasa malah dijadikan ajang memperindah tubuh sendiri. Mungkin itu merupakan tafsir kata kebaikan menurut beberapa kalangan. "Cantik atau tampan kan juga baik?"
Menjadi lebih wajar lagi adalah ketika mereka beralasan memperindah diri untuk menarik lawan jenisnya. Berrias, ke salon, terapi, bahkan operasi plastik.Â
Tujuannya hanya satu. Kepuasan diri karena banyak yang tertarik kepadanya. Sehingga jika ada cacat sedikit, mereka merasa minder, kurang percaya diri. Cantik atau tampan adalah kewajiban bagi mereka. Saya mengatakan mereka, karena ada juga yang tidak berpandangan seperti itu.
Untuk laki-laki mungkin itu menjadi suatu hal yang tidak begitu penting. Ya, meski mereka tetap harus menjaga penampilan. Sedangkan untuk wanita, menjadi cantik itu harus. Kenapa?
Kalau saya analisis wujud ketertarikan antar lawan jenis. Yang menjadi faktor utama pria tertarik dengan perempuan adalah kecantikannya. Selebihnya adalah akhlaknya, kepandaiannya, dan caranya bergaul.Â
Namun tidak semua pria. Masih banyak pria "minor" diluaran sana. Sedangkan faktor utama wanita tertarik dengan pria adalah karena perbuatannya. Ini bisa dalam wujud perhatian dan perjuangan mendapatkan si wanita.Â
Maka tidak heran banyak wanita cantik menikah dengan pria "yang maaf" berwajah pas-pasan. Meski ada faktor lain seperti kekayaan, kecerdasan, dan lainnya. Namun faktor cara PDKT menjadi yang utama mendapatkan si wanita.
Hal ini tidak bisa dipungkiri. Karena takdir pria yang lebih dikuasai logikanya sedangkan wanita selalu bergelut dengan perasaannya. Ini adalah pandangan dan riset mayoritas, jadi kalau ada yang tidak sependapat, anda termasuk satu dari beberapa orang minoritas di dunia.