Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kecanduan Media Sosial

16 Maret 2018   08:57 Diperbarui: 16 Maret 2018   09:28 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa sih media sosial itu? Oiya, jangan lupa juga penyebutan yang benar adalah medsos, bukan sosmed. Ini pengertian yang saya ambil dari wikipedia.org bahwa media sosial adalah sebuah media daring, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Kalau saya menangkap adalah medsos alat yang digunakan manusia untuk memudahkan berkomunikasi, berinteraksi, bersosial dengan manusia lainnya.

Tapi kadang saya merasa menjadi "autis" terhadap media sosial. Tujuan yang semula agar manusia bersosial menjadi manusia yang asosial. Bahkan sehari tidak memegang smartphone karena rusak atau hilang, serasa waktu tidak berguna.

 Kita menghabiskan 90% lebih untuk melakukan kegiatan tidak berguna. Membuka postingan teman, membuat postingan, menyukai postingan fanpage, dan sesekali memberikan komentar atau membagikan status teman. Lebih parah adalah kita kerap melakukan hal yang tidak bermutu, semacam membuka salah satu medsos menutup lagi dalam durasi yang sangat mepet. Kalau kita "berpikiran waras" tentu itu adalah hal yang sangat amat mubadhir. Status tidak akan berubah dalam sekian detik jika dibuka-tutup, buka-tutup. Mungkin agak lebih bergairah adalah ketika seseorang melakukan kepo pada sebuah akun orang yang dicintai, dibenci, atau teman yang tidak begitu jelas lainnya. "me-makeup" sedemikian rupa akun kita agar menarik jika terlanjur berharap ada yang meng-kepo aktivitas kita. 

Saya adalah orang yang begitu bermacam dalam mengontrol medsos. Ada beberapa medsos yang saya gunakan untuk menyebarkan ilmu, ada yang bersikap lebay, ada yang bersifat sarkastik, ada yang berkarakter pendiam, dan berbagai karakter lainnya sesuai sasaran yang memang sudah saya rencanakan. Intinya saya tidak ingin kecanduan medsos dan berusaha membuat medsos kecanduan dengan saya. Makanya akan menjadi hal yang lucu jika seseorang menilai seseorang dari aktivitas media sosialnya. Sedangkan medsos sendiri adalah perilaku manipulatif dari orang lain.

Misal saya pernah mengajak diskusi dengan salah satu akun yang keras menghina ulama. Saya ajak ketemuan tidak pernah ditanggapi. Gagah di medsos lemah di kehidupan nyata. Nampak cerdas (kutipan bahasa inggris) namun bodoh jika bercakap dengan bule. Terlihat 'alim dengan status penuh bahasa arab tapi kerap meninggalkan sholat. Dan perilaku manipulatif lainnya. Sesekali saya mencoba melakukan aktivitas yang tidak biasa. Seperti saat pergi ke sebuah kedai kopi, saya sengaja mematikan smartphone saya selama satu atau dua jam. Dan ternyata banyak hal yang lebih bermanfaat lainnya daripada buka-tutup akun medsos. Saya bisa melihat aktivitas "gaya pacaran" jaman sekarang. Saya melihat orang yang introvert di beberapa sudut ruangan. Saya merasakan kegusaran, kegundahan, kecemasan, kebahagiaan, orang-orang di sekeliling saya. Untung saya hanya kecanduan medsos, mungkin saya akan lebih prihatin lagi kepada mereka yang kecanduan game di smartphone mereka. 

Medsos adalah Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Jenis narkoba adalah ganja, heroin, kokain, LSD, sabu-sabu, ekstasi, morfin dan lain sebagainya. Dalam dunia medsos kita mengenal berbagai jenis "zat adiktif" bagi penggunanya. Seperti Instagram, line, whatsapp, facebook, twitter, path, bbm, telegram, hingga medsos yang menawarkan jomblowan-jomblowati untuk diperjodohkan. 

Beberapa di antara melakukan pengorbanan keras dengan cara menipu orang tua, berhutang, dan mengorbankan waktu tenaga lainnya untuk mendapatkan uang agar bisa membeli smartphone yang bagus agar bisa memuat segala medsos di dalamnya. Sekali tertarik pada satu medsos yang ditawarkan maka mereka akan ketagihan. Membuat sakau penggunanya jika tidak "mengonsumsi" medsos tersebut. Dampak yang ditumbulkan narkoba secara garis besar hampir mirip dengan medsos. Secara psikologi mereka akan dikucilkan, tidak percaya diri, kerap berimajinasi dan berhalusinasi, sulit berkonsentrasi, dan gampang berubah emosi.

Pernah saya baca artikel dari Sabrang (Noe Letto) bahwa saking kecanduannya kita begitu cemas menunggu balasan pesan atau harapan ada pesan atas status yang kita buat. Sehingga jika kita mendengar nada dering pesan yang diharapkan, kita merasa lega. Kegiatan segera membuka medsos di smartphone adalah proses kecanduan tahap awal. Di antaranya ada yang sudah mengetahui isi pesan, namun tidak segera membuka atau membalas pesan dengan tujuan membuat "sakau" lawan komunikasi. Tarik-ulur demikian membuat "bandar medsos" dan "konsumen medsos" saling membutuhkan hingga akhirnya timbul rasa marah, cinta, benci dan lain sebagainya. 

Narkoba jenis medsos ini juga menawarkan banyak varian rasa kepada konsumen. Mereka yang "wah" terhadap status temannya, ada juga yang sinis karena beberapa hal ketidakcocokan dalam pribadinya. Kalau narkoba dampaknya lebih nyata pada fisik seseorang, medsos lebih berbahaya karena dampaknya terhadap psikis seseorang. 

Medsos bisa membuat yang semula kawan jadi lawan, cinta jadi prasangka, bahagia jadi sengsara dan emosi lainnya yang di luar nalar logika. Seharusnya media sosial adalah alat bantu memudahkan interaksi. Meski ada beberapa yang mengalihfungsikan untuk mencari ilmu. Sayangnya ilmu yang ditawarkan di media sosial juga serupa dengan "zat adiktif" bagi konsumennya. Kecanduan medsos, kecintaan yang teramat berlebihan kepada medsos sampai lupa prioritas kecintaanmu kepada agama, orang tua, kekasih, alam dan sosialmu. Media sosial bermetamorfosis menjadi media asosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun