Mohon tunggu...
Joko Hariyono
Joko Hariyono Mohon Tunggu... Ilmuwan - Doctor of Philosophy

Karir: - Kerjasama Luar Negeri, Pemda DIY Pendidikan - Ph.D dari University of Ulsan (2017)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menemukan Format Belajar dari Rumah Serasa di Sekolah

5 Agustus 2020   08:18 Diperbarui: 5 Agustus 2020   08:32 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-17 - (-10) berapa? Masak soal gitu aja gak bisa?

Tahun ajaran baru sudah berjalan 3 pekan. Putri pertama saya, Yumna, saat ini duduk di kelas 6 SD. Tentu saja ini tahun yang penting buat dirinya, karena di penghujung tahun ajaran 2020/2021 ini, ujian sudah menanti untuk mengukur keberhasilannya menyerap proses pembelajaran sepanjang tahun ini. Tidak ada pilihan lagi, sekolah dan murid-murid didorong harus mempersiapkan ujian seawal mungkin.

Setiap pagi jam 07.00 ia harus sudah duduk di depan meja belajar dengan seragam lengkap, sebagaimana layaknya belajar di sekolah. Di awali dengan selfie di depan meja, lalu mengupdate profile Whatsapp (WA), sebagai bukti bahwa ia sudah presensi masuk dan siap melaksanakan Belajar dari Rumah (BdR) dengan metode Daring (online).

Mengapa serangkaian aturan ini harus dilakukan? Karena pihak sekolah ingin menanamkan jiwa kesungguhan bagi anak didiknya. Kendatipun lokasi belajar di rumah, namun dengan ketentuan mengenakan seragam diharapkan siswa lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti rangkaian proses belajar mengajar sebagaimana layaknya belajar di sekolah. Guru/Wali kelas pun tidak segan-segan mengingatkan siswanya yang hingga jam 07.30 belum absen, melalui grup WA kelas online dengan menyebutkan nama-nama siswa yang belum juga online.

Tidak selesai di situ, selain grup WA kelas online, masih ada grup WA wali murid sebagai forum diskusi antara wali kelas dan guru dengan orang tua siswa. Jika grup WA kelas online digunakan untuk kemudahan komunikasi selama BdR, grup WA wali murid digunakan untuk evaluasi pembelajaran serta diskusi kendala dan permasalahan yang ditemui selama siswa dan guru terlibat dalam pembelajaran melalui daring.

Jadwal pelajaran disusun dengan sangat sistematis. Jam 07.00 -- 07.30 siswa mengawali BdR dengan berdoa, membaca Al-Quran, dan melakukan hafalan surat-surat Juz Ama. Jam 07.30 -- 09.00 belajar mata pelajaran, diawali dengan menyaksikan tutorial youtube, lalu siswa merangkum materi. Waktu menyaksikan dan merangkum video pun diberikan deadline, karena sepanjang BdR selalu ada wali kelas yang mengendalikan komunikasi grup WA, dan memberikan arahan-arahan apa yang selanjutnya dilakukan siswa. Sesi terakhir pembelajaran mata pelajaran dengan menjawab kuiz yang telah disiapkan Guru, lalu skor keberhasilan siswa menyerap materi bisa diukur dari hasil kuiz tersebut.

Pembelajaran ini tidak berlangsung hanya 1-2 jam, namun setiap hari dimulai pukul 07.00 hingga pukul 14.00. Selama kurang lebih 7 jam sehari (Senin-Kamis), 07.00 -- 11.00 (Jumat), siswa ditempa dengan proses BdR.

Di satu sisi, kami sangat mengapresiasi upaya Bapak/Ibu Guru yang telah berusaha keras agar Putra/Putri kami siswa kelas 6 menjadi tertempa, lebih disiplin belajar, serta selalu fokus mengikuti pembelajaran meskipun BdR. Namun, disisi lain kami pun bisa memahami, kendatipun proses belajar di kondisikan seolah-olah seperti belajar di sekolah, namun proses transfer ilmu dan pengetahuan dari Guru ke Siswa, mungkin tidak sebaik jika hal ini dilakukan secara tatap muka.

Jika kita mencoba memisahkan hasil pembelajaran sebagai output dari proses BdR yang dilalui siswa, maka kita selalu menemukan hubungan antara strategi BdR untuk mengungkit nilai siswa sebagai output BdR. pada BdR, proses transfer ilmu dan pengetahuan dari Pendidik menjadi titik paling kritikal yang diyakini menyumbang porsi terbesar bagi keberhasilan siswa.

BdR memutus proses transfer yang semula bisa dilakukan secara langsung/tatap muka di ruang kelas, digantikan dengan alat bantu berupa teknologi informasi dan komunikasi. Siswa pasti merasakan kehilangan saat-saat Gurunya berdiri di depan kelas, dengan ekspresi yang menggebu-gebu berusaha menjelaskan mata pelajaran di papan tulis agar seluruh siswa di kelas faham. Bahkan sesekali si Guru berkelakar, atau secara sepontan menunjuk siswa dan bertanya, "Yumna, -17 - (-10) berapa?"

Alami dan Spontanitas yang memperkuat hubungan antarindividu itu tergantikan dengan paparan power point yang direkam menjadi video youtube, yang memiliki kecenderungan informasi searah. Memang melalui grup WA tidak jarang, Bu Guru mengkonfirmasi, apakah ada pertanyaan? Namun Pendidik pun tidak bisa melihat secara langsung, ekspresi para siswa, untuk mengkonfirmasi apakah yang telah disampaikannya tadi benar-benar telah dikuasai siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun