Mohon tunggu...
john pluto
john pluto Mohon Tunggu... lsm -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Tuhan Dicuekin oleh Benda yang Disingkat BB

27 Januari 2011   06:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:09 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini terinspirasi dari kejadian yang saya alami ketika memperingati malam kelahiran Nabi Isa al Masih beberapa waktu yang lalu. Ditengah banyaknya umat yang sedang khusuk beribadat, ekor mata saya tertuju kepada seorang lelaki. Jari-jemarinya menari-nari di atas tuts BB (ketahuan kalau saya sendiri tidak khusuk dalam ibadat tersebut). Kebetulan posisi saya hanya berkelang satu orang dengan lelaki yang saya amati. Sepanjang ibadat, dia asyik terus berkutat dengan BB yang ada digengaman tangannya, sesekali dia melihat ke atas altar, kemudian melanjutkan lagi aktivitas. Sesekali dia meletakan benda warna hitam, berbentuk segi empat tersebut, tidak lama kemudian dia mengambil dan lanjut lagi. Sampai-sampai pada saat khotbah (homili) teman yang di sebelah saya menegur lelaki tersebut dengan harapan agar lelaki tersebut sudi untuk menghentikan aktivitasnya dan mengarahkan konsentrasi lelaki tersebut ke altar. Namun ternyata upaya tersebut sia-sia, lelaki tersebut masih tetap asyik dengan BB-nya. Dan akhir-akhir ini kejadian ini hampir sering saya temui ketika melakukan ibadah.

BB bukan merupakan barang baru, hampir semua orang kenal dan memang tidak semua orang mampu memilikinya. Benda yang booming ketika Presiden Amerika Serikat memakai tersebut sebagai salah satu alat kampanye dalam pemilihan presiden yang lalu. Benda yang memiliki fasilitas canggih ini semakin memanjakan mereka-mereka yang ingin berkomunikasi secepat mungkin. Sampai-sampai fasilitas yang selama ini mengharuskan ke fasilitas internet untuk mengaksesnya ada dalam fasilitas benda ini. Canggih dan memang canggih....

Saya coba kembali untuk menghubungkan kembali tulisan ini dengan judul di atas. Saya meyakini ketika seorang pembaca ayat-ayat suci atau pengkhotbah yang berbicara di atas mimbar atau altar adalah Sang Pencipta yang hadir melalui ayat-ayat suci yang dibacakan. Demikian juga seorang yang sedang berkhotbah adalah Sang Pencipta yang sedang berbicara dan hadir melalui orang tersebut. Dan saya kira juga demikian di komunitas-komunitas religius lainnya memiliki kitab suci atau apapun namanya sekaligus tokoh yang lebih mengerti isi kitab suci tersebut. Kemudian apabila ditarik kepada tujuan awal kedatangan kita beribadah adalah coba berdialog dengan Tuhan dan sesama. Dalam perjalanannya ternyata dialog yang akan kita bangun menghadapi rintangan. Akibatnya mungkin saja pesan-pesan yang akan kita sampaikan, tidak tersampaikan dengan baik oleh karena adanya rintangan tadi. Demikian juga pesan-pesan yang akan disampaikan oleh Tuhan melalaui ayat-ayat suci dan khotbah juga tidak akan tertangkap dengan baik. Sehingga tujuan awal yang hendak kita capai tidak terwujud dengan adanya rintangan (baca : BB) tersebut. Dan saya kira lebih baik keluar dari ruangan ibadah daripada pergi ibadah hanya untuk setor muka dan menganggu konsentrasi orang lain yang sebenarnya mempunyai niat tulus untuk beribadah.

Fenomena yang saya ceritakan di atas merupakan perilaku cuek/acuh tak acuh terhadap 2 hakekat sekaligus. Tuhan sebagai yang hadir dalam ayat-ayat sucinya dan pembaca atau pengkhotbah sebagai manusia yang membacakan ayat-ayat suci tersebut. Fenomena ini yang saya mau katakan bahwa Tuhan telah dicuekin oleh sebuah benda yang disingkat BB. Kehadiran benda tersebut telah menguasai sang individu, bahkan saya menganggap tidak ada waktu lagi untuk menggunakan benda tersebut.

Nah, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana nilai-nilai saling menghargai bisa kita bangun sedangkan hal yang kita anggap suci, agung, mulia, luhur atau serba adi kita cuekin. Itu yang agung, mulia, luhur lho...belum lagi kepada sesama kita, bisa jadi akan lebih dasyat lagi (ah, semoga kekuatiran saya tidak tidak terwujud karena teman dekat saya juga menggunakan BB he...he...he..). Namun inilah fenomena yang akan terus terjadi, bahwa nilai-nilai yang selama ini kita junjung tinggi akan semakin kering oleh kemajuan tehnologi. Saya kira pribadi-pribadi kita mampu untuk menjawab pertanyaan yang saya munculkan pada kalimat awal paragraf terakhir dari tulisan ini. Semoga.......

Ketika manusia tidak mempunyai hati nurani, walaupun dia hidup, dia cuma meng-ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun