Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Redesign Stasiun Menjadi Mall

14 Maret 2014   19:41 Diperbarui: 17 Agustus 2015   11:14 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13947754922047855314

[caption id="attachment_299030" align="aligncenter" width="576" caption="Metode Sederhana Memaksimalkan Space Stasiun, sumber: Ilustrasi penulis"][/caption]Tahukah anda bahwa Indonesia sudah memiliki sistem kereta api layang di negaranya? Jika belum tahu atau belum menyadari, sekali waktu silahkan menyempatkan diri menggunakan KRL melintasi jalur Manggarai – Cikini – Gondangdia – Gambir – Juanda - Sawah Besar - Mangga Besar - Jayakarta – Jakarta. Inilah jalur kereta api layang yang sudah kita miliki selama puluhan tahun lamanya.

Jadi sesungguhnya kita tidak perlu jauh jauh pergi ke Singapore atau Bangkok hanya sekedar mencoba dan merasakan sky train karena di negeri sendiri ternyata kita sudah punya. Di jalur kereta layang Manggarai – Jakarta ini kita tidak hanya sekedar disuguhi panorama skyline Thamrin-Sudirman, tetapi juga Monas dan berbagai ikon arsitektur Jakarta lainnya, termasuk menikmati view kemacetan Jakarta di bawahnya. Sebuah view pemandangan yang tentu tidak bisa kita dapatkan dari mobil pribadi ataupun busway.

POTENSI BESAR YANG (SENGAJA) DILUPAKAN

Tidak hanya terbatas pada stasiun kereta layang Jakarta, sesungguhnya seluruh stasiun kereta api di seluruh dunia memiliki potensi besar sebagai titik pertemuan manusia dari segala penjuru arah. Sebuah pasar besar tempat bergeraknya manusia dan berputarnya uang. Nah, kalau sudah seperti ini situasinya tentu market sudah tersedia dengan melimpahnya, kita hanya perlu memutar ide untuk menyajikan space yang ada menjadi penarik uang. Hal sederhana ini ternyata baru disadari kota-kota maju seperti contohnya Hongkong, Singapore atau Tokyo. Di lorong antara MRT City Hall dan Promenade Singapore misalnya, kita tidak terlalu merasa capek sudah jauh berjalan kaki karena pada sisi kiri-kanan jalur transitnya penumpang dimanjakan dengan etalase toko, jadi para penumpang transit ini merasa sudah di dalam mall, mengejar MRT sambil windows shopping.

Sekarang mari kita lihat salah satu kondisi stasiun kereta layang kita, Gondangdia misalnya. Stasiun ini setiap harinya dilintasi ribuan karyawan dan eksekutif muda dari berbagai penjuru kantor di Sudirman, Wahid Hasyim serta Medan Merdeka. Sangat besar potensi pasarnya. Tapi apa yang sudah dilakukan Ignasius Jonan selama beberapa tahun terakhir ini? Gondangdia, Juanda, Cikini, Mangga Besar, Sawah Besar dan juga Jayakarta space melimpahnya hanya dipakai tidak lebih 30%nya saja, dan selebihnya ditutupi seng. Eskalator yang masih memiliki performa prima ternyata dibiarkan kotor berdebu dan sengaja dimatikan (mungkin bertujuan hemat listrik atau earth hour, saya tidak tahu). Di balik seng yang sudah terpasang berbulan-bulan ini kita bisa menemukan tikus, kecoak bersama tukang ojek tiduran, judi, merokok dan yang lebih menghebohkan lagi membongkar bajaj. Dipikirnya ini bengkel atau apa? Begitu kumuh dan merusak estetika kota.

DIJADIKAN MALL SAJA

Memang seberapa besar sih potensi stasiun-stasiun kumuh ini?

Berikut ini contoh sederhananya,

Sebagai gambaran sederhana, anda bisa crosscheck data ini di manajemen Seven Eleven Jakarta. Dari ratusan unit Sevel yang ada, penjualan sevel terbesarnya bukanlah di outlet-outlet besar sekelas Matraman, Tebet atau Manggarai. Melainkan penjualan terbesarnya justru berasal dari outlet kecil Stasiun Senen yang bisa menyentuh level Rp 90 juta per hari. 90 juta dihasilkan oleh ruangan yang kurang dari 10mx20m. Kuncinya ternyata bukanlah pada besar kecilnya space toko, melainkan pergerakan manusia (uang) yang cepat dan banyak.

Potensi stasiun di seluruh jaringan KRL di Jakarta sungguhlah besar. Hari ini penduduk sudah jenuh dengan kemacetan kota, susah parkir dan manuver parkir basement yang selalu membuat pusing para kaum wanita. Jauh lebih praktis jika mobil diam manis di garasi rumah, pergi jalan-jalan naik KRL dan sudah mendapatkan segala kebutuhan yang langsung bisa dibeli di setiap Stasiunnya karena telah dilengkapi Mall. Stasiun-stasiun ini seharusnya sudah dilengkapi Starbuck, Jco, KFC, Mac D, Pizza Hut, Periplus, Kinokuniya, Zara, Louis Vuitton, Giordano dan bahkan XXI. Misal KRL ke Bogornya masih terlalu padat ya kita bisa masuk XXI dulu nonton The Amazing Spiderman 2.

Tidak hanya terbatas pada pusat hiburan dan pembelanjaan saja. Jika seluruh stasiun ini sudah nyaman, rapi dan bersih tentu saja bisa men-generate aktifitas seni di daerah Cikini dan Kota Tua. Karena para seniman muda akan dengan senang hati memanfaatkan beberapa koridor stasiun untuk memamerkan instalasi karya seni dan mungkin kita bisa juga menikmati tontonan musik indie gratis seperti layaknya di Stasiun St.Pancras London.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun