Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan featured

Pemindahan Ibu Kota Indonesia, Kota Mana Sajakah Kandidatnya?

5 Mei 2013   14:53 Diperbarui: 22 Agustus 2019   09:18 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

----

Kembali ke PALANGKARAYA

Setelah kita mengkaji seluruh calon Ibu Kota Negara dan menguraikan berbagai opsi di atas, akhirnya kita harus mengakui bersama bahwa (ternyata) pilihan Bung Karno sejak setengah abad yang lalu itulah kembali menjadi pilihan ideal sebuah ibu kota Negara Indonesia. Ini merupakan ide brilian yang bahkan akan relevan hingga ratusan tahun ke depan.

Iya Palangkaraya. Mengapa Palangkaraya?

Palangkaraya terletak di tengah tengah Pulau Kalimantan, salah satu pulau terbesar di dunia  berdampingan dengan Greenland, Madagascar, dan Papua – sebuah mini continent. Pulau Kalimantan dimiliki 3 Negara: Indonesia, Malaysia dan Brunei Darusalam, strategis dan vital posisinya sebagai persimpangan regional, sangat sesuai sebagai Pusat Pemerintahan.

Kelebihan lainnya, Kalimantan adalah satu satunya Pulau di Indonesia yang tidak dilewati Ring of Fire. Tanpa mengurangi rasa hormat pada daerah lainnya, Kalimantan bebas gempa, sebuah Ibu Kota Negara harus menunjukkan image kokoh, berwibawa, menunjukkan philosophy sebagai jati diri bangsa -- tidak mudah mendapatkan “gangguan alamiah”.

PHILOSOPHY PALANGKARAYA

Ada beberapa hal menarik lainnya yang membuat kita harus mendukung Palangkaraya sebagai Ibu Kota Negara. Salah satunya adalah issue Global Warming di mana es di kutub akan terus mencair yang berimbas pada permukaan air laut akan berangsur naik hingga 6000mm dalam 50tahun mendatang.

Dampaknya bagi negara kepulauan seperti Indonesia sungguhlah dahsyat. Kota kota pesisir seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Manado, Banjarmasin, Pontianak akan berkurang luasan daratannya, dan terendam.

Palangkaraya sendiri tidak terlalu terpengaruh dengan issue global tersebut karena jarak Kota Palangkaraya ke laut masih sejauh 150km.

Selain itu, ternyata Kota Palangkaraya memiliki “ikatan saudara” dengan Washington DC, kedua Kota ini sungguh identik.

Beberapa hal menarik yang membuat Palangkaraya mirip dengan Wahington DC adalah kedua kota ini sama sama dilewati Sungai Besar.

Washington DC dilewati Sungai Potomac sedangkan Palangkaraya dilewati sungai Kahayan. Apa istimewanya sungai itu?

Keduanya sama-sama memiliki lebar ideal bagi bergeraknya transportasi air.

Jarak Washington DC melalui sungai hingga bermuara ke Samudera Atlantik adalah 160km, sedangkan Palangkaraya melalui sungai Kahayan  akan bermuara di Laut jawa dengan jarak 150km.

dokpri
dokpri
Perencanaan ke depan

Di Washington DC sendiri, White House- Capitol House dan Pentagon secara rapi dirancang dalam satu garis segitiga yang mengelilingi Sungai Potomac.

Sebagai Ibu Kota Pemerintahan Indonesia, seluruh tata kota Palangkaraya nantinya bisa didesain dengan basic concept waterfront city yang terbelah sungai Kahayan. Gedung DPR – Istana Presiden dan Pusat Pertahanan Militer Indonesia bisa dibangun dalam zona satu garis segitiga mengelilingi Sungai Kahayan.

Sebuah Kompleks Pemerintahan seperti Istana Kepresidenan / Istana Negara Idealnya harus dekat dengan Gedung Parlemen. Kedekatan bangunan ini memiliki filosophy menggambarkan bahwa seorang Presiden akan selalu merasa dekat dengan rakyatnya.

Yang terjadi di Jakarta saat ini, misalkan kita melakukan perjalanan sederhana menggunakan mobil dari Gedung DPR menuju Istana Presiden pada jam kerja, ternyata kita harus mengalami kemacetan yang luar biasa.

Maka ,bisa digambarkan, wujud koordinasi pemerintahpun secara tidak langsung sebenarnya telah mengalami kemacetan. Keputusan vital serba lamban hingga rakyat di pelosok daerah menjerit.

Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk transisi pemindahan Ibu Kota Negara?

Pemindahan Ibu Kota Negara harus melalui proses pengkajian secara terstruktur dan perancangan yang matang, dan tentu saja harus dilakukan secara bertahap.

Dari tahap pemilihan lokasi hingga pembangunan infrastruktur utama. Sementara infrastruktur-infrastruktur penunjang bisa terus berjalan saat Ibu Kota yang baru sudah resmi berdiri.

Sebenarnya metodenya cukup sederhana: Ibu Kota yang Baru dipilih - dibangun-  Siap ditinggali - baru pindah. Sama halnya saat kita berpindah rumah.

Jika benar benar direncanakan dengan matang, Perpindahan Ibu Kota Indonesia hanya akan membutuhkan waktu kurang dari 5 tahun. Dengan syarat utama : harus ada “greget” atau kemauan dari pemerintah untuk pindah.

PHILOSOPHY PERUBAHAN : IBU KOTA BARU – SEMANGAT BARU

Keuntungan bagi presiden, wakil, menteri, anggota DPR dengan hadirnya Ibu Kota Negara di kota yang baru adalah mendapatkan atmosfer positif baru untuk bekerja, tidak macet dan tidak banjir. Seluruh wilayah Indonesia bisa diatur dengan lebih baik, efektif, efisien dan merata. Lingkungan kerja yang positif akan menghasilkan kebijakan pemerintahan yang positif pula. Suasana Baru akan menghasilkan output kebijakan untuk mewujudkan Indonesia Baru pula.

Jika Indonesia dianalogikan seperti tubuh manusia. Kota Jakarta yang sekarang, memiliki peran (Pusat Pemerintahan) – peran sebagai otak sekaligus (Pusat Ekonomi dan Bisnis) - peran sebagai jantung.

Jika otak dan jantung berada di satu tempat yang sama tentu akan fatal akibatnya.

Contoh paling sederhana adalah saat Jakarta sedang dilanda bencana, maka imbasnya langsung menyerang Jantung dan Otak secara bersamaan. Kedua fungsi organ sakit secara bersamaan dan seluruh tubuh kena imbasnya.

Bandingkan jika ibukota dirancang di kota lain yang nyaman dan minim bencana, saat Jantung sakit, Otak masih bekerja dengan baik sehingga anggota tubuh yang lain masih bisa bergerak dan bekerja,  dari Sabang sampai Merauke masih bisa diurus dan tidak terlantar.

Mengapa Ibu Kota Negara harus di luar Pulau Jawa?

Saya Pribadi bukan orang kalimantan, saya lahir dan dibesarkan di Jawa.

Pada tahun 2025, 60% penduduk dunia akan tinggal di kota. Sebagai warga Negara Indonesia, saya pribadi tidak rela jika 15 tahun ke depan Kota Kota besar berpencakar langit hanya ada di Pulau Jawa, kota metropolis berbalut beton hanya menghiasi Pulau Jawa, daerah lain hanya dijadikan sebagai “sapi perahan” yang hasilnya lagi lagi hanya untuk kepentingan pembangunan di Jawa.

Kita Bangsa Besar, Kita harus maju bersama.

Indonesia yang kita lihat bersama hari ini hanya mencurahkan perhatian sepenuhnya ke Pulau Jawa. Bisa dianalogikan seperti seseorang yang aktif ke Gym, tapi sepanjang waktunya hanya dihabiskan untuk melatih otot lengannya saja, tanpa melatih otot otot lainnya. Bagaimanakah hasilnya? Iya Lengannya akan bagus,  kekar - namun jika melihat tubuhnya secara keseluruhan, terlihat tidak proposional dan tidak sedap dipandang mata.

Pulau Jawa adalah “anak sulung” yang sudah besar, sudah bisa mandiri dan tidak memerlukan pengasuhan dan pengawasan dengan porsi yang terlalu besar. Pemerintah pusat sebagai orang tua harusnya sudah mulai lebih fokus ke “anak anak” yang lainnya, agar satu keluarga kita Indonesia bisa lebih cepat maju bersama.

Dengan hadirnya Ibu Kota Negara di daerah lain, diharapkan Pemerintah menghasilkan kebijakan dengan sudut pandang dari perspektif yang lebih merata, lebih membela daerah, bukan hanya Jawa lagi dan Jawa lagi.

Sertaq dengan hadirnya Ibu Kota baru Indonesia di luar Pulau Jawa, secara langsung akan menstimulasi pertumbuhan nadi perekonomian baru di daerah, merata dari Sabang sampai Merauke.

John Simon Wijaya © 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun