Mohon tunggu...
John Simon Wijaya
John Simon Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

✉ johnsimonwijaya@gmail.com IG/LINE : @johnswijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masa Depan Commuter Line

26 Juli 2013   16:33 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 5366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENGAPA HARUS KRL?

[caption id="attachment_256776" align="aligncenter" width="553" caption="KRL"][/caption]

Mari kita flashback kembali melihat data perbandingan jaringan moda transportasi publik  di Jakarta berikut:

MRT :  1 koridor - 25 km – [ aktif 2017 ]

Monorail :  1 koridor - 15km

KRL/ Commuter Line :  4 koridor - 143 km

Transjakarta: 12 koridor - 248km

Berdasar data di atas, kita sudah mengenal bersama bahwa Comuter Line atau KRL Jabodetabek merupakan Moda Public Transport dengan jaringan paling panjang dan paling luas cakupan zona titik titik layanannya, dibandingkan dengan Busway, Monorail atau bahkan MRT.

Kita sukai atau tidak, ternyata KRL lah kunci vital transportasi massal di Jabodetabek. Jaringan KRL Jabodetabek ini sepuluh kali lipat lebih panjang dari MRT/subway ! KRL inilah andalan kita walaupun nanti MRT sudah aktif.

Walaupun penuh dengan kontroversi dan keluhan dari pengguna setia KRL bahwa hari ini KRL semakin penuh sesak saja, sudah tidak ada pembedaan kelas mana ekonomi, mana AC. Secara garis besar sebenarnya PT. Kereta Api Indonesia melalui Dirut Ignasius Jonan ini sudah melangkah ke jalur yang lebih baik walaupun memang harus melalui tahapan berliku dan melelahkan. Gebrakan gebrakan baru memang muncul dan telah mengubah image kereta api menjadi lumayan lebih baik. Dari ketepatan waktu dan pemberantasan asongan. Peningkatan image Kereta Ekonomi yang tadinya panas dan berdesak desakan menjadi AC Ekonomi yang bersaing dengan kelas bisnis.

Untuk Jakarta sendiri tentu seperti yang sudah kita ketahui bersama KRL sudah menerapkan sistem tiketing yang sesuai jamannya. Yang sudah seharusnya. Sistem tiketing Tap (Contactless Smart Card) ini sudah diberlakukan di Singapore sekitar 2002, di Hongkong bahkan lebih awal dari itu.

Perbaikan memang harus dilakukan secara bertahap, walaupun kita terus mengeluh kekurangan ini itu, hal yang perlu diapresiasi semua pihak adalah para pelanggan KRL ini  merupakan pahlawan Jakarta sesungguhnya. Kontribusi mereka untuk memilih transportasi massal  sehingga memiliki impact positif mengurangi kemacetan lalu lintas haruslah diapresiasi secara maksimal.

Bagaimanakah langkah selanjutnya? Berikut mari kita jabarkan satu persatu garis besar langkah langkah yang perlu dipersiapkan untuk perencanaan jangka panjang Jaringan Kereta Api di Jabodetabek .

1. AUTOMATIC TICKETING MACHINE [caption id="attachment_256780" align="aligncenter" width="300" caption="Auto Ticketing Machine ; source www(dot)frankscamera(dot)com "]

1374829967945426841
1374829967945426841
[/caption]

Idealnya, kuota penjualan tiket untuk Single Trip hanya memenuhi kurang dari 30% dari jumlah total penjualan tiket. Yang terjadi hari ini adalah lebih dari 90% penumpang masih menggunakan tiket single trip. Pejabat KAI yang sudah survey ke seluruh kota kota besar di dunia ini sebenarnya pola pikirnya seperti apa kok bisa bisanya “kecolongan”?  Seperti kita ketahui bersama, sistem tiketing baru ini beberapa bulan lalu penuh dengan kelemahan sehingga dimanfaatkan oleh oknum penumpang iseng untuk menyimpan tiket single tripnya sebagai souvenir dibawa pulang.

Untuk mengatasi antrian yang mengular, tentu saja tiket tidak boleh lagi dijual secara manual. PT.KAI harus segera menyediakan ATM tiket. Di Singapore dan Bangkok saja bahkan tersedia hingga belasan mesin hanya untuk 1 stasiunnya. Sehingga waktu berharga penumpang tidak perlu terbuang hanya untuk antri membeli tiket secara manual. 15 menit  waktu mengantri dalam seharinya jika diakumulasikan senin-jumat 5 hari saja sudah satu jam lebih. Jika diakumulasikan lagi, selama satu tahun naik KRL sudah berapa jam waktu produktif penumpang tidak berdosa ini lenyap begitu saja? Kita harus memperhitungkan hingga  faktor sedetail ini.

--

2. PENAMBAHAN STASIUN

Ada beberapa stasiun yang sengaja ditutup permanen karena dianggap tidak efektif, contoh stasiun Mampang yang menghubungkan antara Sudirman dan Manggarai . Hal yang sebaliknya selain pengurangan, harusnya ada penambahan pula sehingga tidak sekedar menjalankan pattern warisan peninggalan Belanda yang sudah ada. Jaman sudah berubah, stasiun stasiun eksisting hari ini adalah pusat aktifitas serta titik titik keramaian jaman Belanda. Harus mulai diupdate ulang disesuaikan dengan kondisi hari ini.

KRL seharusnya sudah ada upaya pembangunan stasiun-stasiun baru, contoh paling sederhana adalah stasiun Roxy yang seharusnya sudah mulai dibangun sejak belasan tahun yang lalu. Roxy sebagai salah satu pusat penjualan handphone ini dilewati jaringan CommuterLine tepat disebelah Mallnya. Jika kita bangun stasiun yang terintegrasi langsung dengan Mall di kawasan tersebut pasti jaminan menambah penumpang. Baik penumpang yang akan berbelanja maupun sekmen penumpang yang punya kantor berlokasi sekitar Roxy dan sekitarnya. Sayang jika KRL yang sejatinya adalah publik transport dibiarkan bergerak melingkari Jakarta namun tanpa berhenti di titik titik penting yang dilaluinya.

--

3. RENOVASI BESAR BESARAN STASIUN GAMBIR

Stasiun  pemberangkatan kereta jarak jauh ke luar kota seperti Gambir, Pasar Senen dan (rencana berikutnya) Angke tidak bisa begitu saja dibatasi hanya untuk kereta Jarak Jauh kemudian menghilangkan layanan Commuter Linenya di sana. Hal tersebut merupakan langkah instan yang ganjil. Bagaimana repotnya orang yang mau ke luar kota yang awalnya sudah memilih menggunakan KRL eh, saat lewat Gambir justru keretanya tidak berhenti. Ini Aneh. PT. KAI sengaja menyuruh calon penumpang kereta jarak jauh ini untuk menggunakan Taxi atau Bis umum.

Begitu juga sebaliknya saat penumpang dari luar kota baru sampai Jakarta, sampai di Gambir, penumpang dipersulit untuk transit ke KRL karena KRLnya tidak berhenti di Gambir. Kan merepotkan saja, jaringan City Cirle line sudah ada sedemikian rupa dibangun dari jaman Hindia Belanda untuk memudahkan penumpang, pada jaman modern ini malah dibuat semakin ribet. Jika memang Commuter Line harus memiliki platform sendiri yang steril dan berbeda dengan kereta jarak jauh maka Jalur Rel di Stasiun Gambir haruslah ditambah. Stasiun Kelas atas kok jalurnya cuma 4. Jumlah ideal untuk Gambir seharusnya minimal 6 jalur. Bagaimana penambahannya? Simple bisa ditambahkan di lantai paling atas, di sebelah jalur rel eksisiting, atau semi di lantai 2. Jadikan 2 jalur tambahan ini khusus untuk platform/ peron Commuterline. Dengan penambahan jalur pada Gambir, penumpang yang akan transit dari luar kota dan sebaliknya bisa dengan mudahnya mendapatkan akses langsung, bukan DIPERSULIT.

---

4. RENOVASI BESAR BESARAN STASIUN MANGGARAI

Manggarai adalah jantungnya jaringan kereta api di Jakarta. Stasiun Manggarai seharusnya sudah berbenah jauh jauh hari-- naik kelas menjadi salah satu stasiun megah seperti halnya Stasiun KL Sentral di Kuala Lumpur.

Jika masalah utama adalah pada faktor terbatasnya anggaran, solusi yang paling masuk akal adalah mengajak pihak swasta untuk membangun mall 5 lantai di atas stasiunnya. Sekaligus datangkan juga investor swasta untuk membangun budget hotel di sekelilingnya. Hotel ini tak akan sepi karena para backpacker di seluruh dunia akan transit di sana. Apalagi jika jalur Soetta- Manggarai telah aktif nantinya.

Jaringan subway yang rumit dan dikelola berbagai macam pihak swasta seperti di kota Tokyo saja selalu diupayakan membangun pusat pusat keramaian dan  Mall di atas stasiun stasiun barunya. Mari mengubah mindset bersama kita agar Mall dan Stasiun memiliki pola hubungan simbiosis mutualisme. Pergi ke mall tidak harus naik mobil tidak harus naik motor. Lihat Singapore, kawasan Orchad, Bugis, Vivo City serta seluruh mall besarnya terintegrasi langsung dengan public transport. Jika seluruh Mall ada stasiunnya orang pasti berpikir ngapain lagi pergi ke Mall pake mobil? Ngapain pergi ke mall pake acara macet macetan dan cari-cari space parkir?

--

5. JARINGAN BARU TANJUNG PRIOK – CAKUNG [caption id="attachment_256781" align="aligncenter" width="543" caption="Tanjung Priok - Cakung Bypass Plan"]

1374830104400745029
1374830104400745029
[/caption]

[caption id="attachment_256782" align="aligncenter" width="300" caption="railtrack share with highway ; source: oldtrails (dot)com"]

13748302171573220843
13748302171573220843
[/caption]

Di tengah perdebatan antara jadi tidaknya dibangun Toll lingkar luar Jakarta. Secara pribadi saya tidak mempermasalahkan pembangunan Toll ini. Toll Priok ini penting untuk mengalirkan  kendaraan cargo keluar dari Jakarta.

Jika sudah terbangun, Toll Tanjung Priok kemudian menyambung ke Outer Ring Road / Cakung Cilicing Timur bisa dialihfungsikan untuk jalur layang Kereta Api [ilustrasi 03] . Kenapa demikian?

Arus cargo yang keluar dari Tanjung Priok ke arah daerah lain di Pulau Jawa sungguhlah besar. Apalagi dalam rencana panjang akan ada peningkatan kapasitas Tanjung Priok. Apakah seluruh perjalanan peti kemas ini hanya akan mengandalkan truk yang lamban dan membuat macet itu? Tentu saja tidak.

Gunakan sistem rel, gunakan kereta api. Satu rangkaian kereta api setara dengan 30 truk trailer bergerak di jalan. Alangkah efisiennya arus barang keluar dan menuju tanjung priok jika Kereta api dilibatkan di sana.

Kemudian untuk jalurnya, agar kereta Cargo ini tidak melingkari Kota Jakarta, Kita harus merancang jalan layang By Pass untuk rel, memotong dari tanjung priok lansung ke Stasiun Cakung. Jadikan Tanjung Priok – Cakung ini sebagai jalan Tollnya kereta api. Harus dibangun dengan multitrack, minimal 4 jalur, karena 2 jalur saja pasti akan sangat merepotkan.

Mengapa 4 jalur? 2 jalur untuk KRL dan kereta komersial, sedangkan 2 jalur lainnya khusus untuk kereta cargo/ barang yang rangkaiannya jauh lebih panjang serta jalannya lebih lambat.

Cargo cargo ini bisa “dijemput” truk di titik titik drop area cikampek, cirebon atau bahkan langsung ke stasiun tujuan akhir seperti Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Solo, Madiun, atau Malang. Begitu praktis dan efisiennya jika Cargo menggunakan jaringan kereta api. Tidak akan ada lagi truk-truk besar yang ikut berkontribusi pada kemacetan ibukota.

--

6. JARINGAN BARU SOETTA - MANGGARAI

[caption id="attachment_256783" align="aligncenter" width="558" caption="Soetta - Rawa Buaya Track Plan"]

1374830362791800969
1374830362791800969
[/caption]

[caption id="attachment_256784" align="aligncenter" width="300" caption="railtrack in freeway ; source : www(dot)news(dot)com(dot)au"]

1374830451485760833
1374830451485760833
[/caption]

Dari seluruh Megapolitan di dunia, London, New York, Tokyo, Shanghai, Hongkong dan Jakarta. Kota manakah yang tidak memiliki jaringan kereta bandara sama sekali? Tidak perlu dijawab karena kita mengetahui bersama kota apakah yang dimaksud.

Setelah Medan sudah memiliki jalur kereta bandara ke kota nya, hal yang sama juga telah dilakukan pula oleh Yogyakarta, pertanyaan berikutnya Kota Jakarta ini kapan punya kereta bandara?

Jalur Kereta Soetta – Manggarai adalah jalur yang lebih mudah dan murah, realistis untuk bisa segera diwujudkan daripada MRT Lebak Bulus – Kampung Bandan.

Soetta – Manggarai bisa menggunakan median jalur Toll yang sudah ada. Gunakan jalan toll ini share dengan public transport. “kembalikan fungsi Toll untuk kemaslahatan yang lebih besar.”

Jalur rel bisa bergabung masuk jalan layang Toll selepas stasiun Bojong Indah area Rawa Buaya. Selebihnya Jalur kereta bergabung dengan West Outer Ring Road sampai bandara [ilustrasi 05].  Kereta hanya akan membutuhkan 25% space eksisting Toll. Bagaimanapun juga situasinya, Public Transport haruslah lebih diprioritaskan melebihi kepentingan kendaraan pribadi apapun kondisinya. Hanya untuk mengantar 1 orang naik pesawat masak kita harus menggunakan 1 mobil?? Pakailah Kereta Api! Satu rangkaian cukup untuk mengangkut 1200 orang sekaligus. satu rangkaian kereta bandara ini setara mengangkut 10 destinasi pesawat yang berbeda. Begitu efisiennya !  Kalau mau naik pesawat takut berangkatnya macet ya silahkan naik kereta api, berangkat dari Tanah Abang atau Manggarai.

Selain arus penumpang/manusia, dengan adanya jalur rel bandara ini arus logistik dari dan ke arah bandara lebih mudah dan bisa dilayani dengan kereta cargo. Kita ambil salah satu contoh , misalnya saja pengiriman paket atau barang dagangan dari dan ke Tanah Abang. Dengan mudahnya bisa terintegrasi langsung. Arus datang dan pergi Barang barang tekstil dari Pasar  Tanah Abang dan Soetta dengan mudahnya mengalir karena sudah ada jalur keretanya.

Kelebihan lain sistem jaringan rel share dengan jalur toll ini adalah kita tidak perlu lagi dipusingkan dengan biaya pembebasan lahan yang tentu saja nilainya sudah sangat fantastis untuk area cengkareng dan sekitarnya.

--

BERSAMBUNG

Next Post:

Integrasi Transportasi Publik di Jakarta

Related Post:

Mengubah Mindset Bertransportasi

Masa Depan Transjakarta

Integrasi Sepeda Dalam Public Transport

-----

John Simon Wijaya © 2013

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun