Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pena dan Otak Independen

21 Agustus 2020   14:07 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:57 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ALKI 1, 2 dan 3. Sumber Gambar: The Indonesian Institute (TII).

Petugas pelabuhan dan pantai hanya melihat radar dan memonitor data AIS dari kapal-kapal yang melewatinya. Mereka tidak dapat melihat aktifitas detail kapal yang melewati ALKI.

Yang melalui ALKI 1 itu ribuan kapal per hari. Jadi bayangkan saja, betapa lelahnya mata dan pikiran petugas pelabuhan, setiap detik melihat radar dan berpikir tentang muatan dan aktifitas kapal yang lalu-lalang.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka apa yang disampaikan Penulis adalah proses pengambilan pasir yang dilakukan kapal, berbasis informasi lapangan. Ini merupakan aspek teknis pekerjaan.

Masalah legalitas surat-menyurat dan aspek hukum negara, tidak menjadi bahan diskusi dalam artikel, karena memang tidak ada referensi atau acuan yang diperoleh. Ini urusan lain. Ini diluar tujuan dan perihal penulisan artikel.

Kedua, dari sisi Pemerintah Singapura.

Bapak Khairul menjelaskan dalam artikel tersebut, bahwa "pemasok harus mendapatkan pasir dari wilayah yang memiliki izin secara hukum, mematuhi semua undang-undang perlindungan lingkungan di negara sumber, dan memiliki dokumentasi dan izin ekspor pasir yang dikeluarkan oleh otoritas di negara sumber."

Ini merupakan perihal legalitas atau aspek hukum sumber perolehan material reklamasi. Hal ini merupakan aspek administrasi dalam proyek negara Singapura dan sifatnya internal. Hal ini tidak ada korelasinya dengan apa yang ditulis pada artikel, karena penekanan hanya pada manfaat setelah reklamasi dilakukan. Bukan pada proses legalitas sumber material reklamasi.

Memang sejak tahun 2019, Malaysia juga menghentikan ekspor pasir ke Singapura. Itu adalah urusan bilateral mereka. Dalam hal ini juga, Penulis tidak memiliki wewenang sama sekali.

Sebenarnya, kalau Pak Khairul berani menyebutkan nama-nama perusahaan dan nama kapal pensuplai material reklamasi, itu lebih transparan informasinya. Juga kenapa tidak mempermasalahkan garis pantai dan batas negara yang bergeser? Yang mana itu lebih penting, yang juga Sahaya sebutkan dalam artikel di Kompas tersebut.

Pelajaran yang diperoleh

Pertama, sebagai Penulis, buah pena (ketikan) kita bisa membuat pembaca merasa senang dan juga merasa marah. Siap sedialah dengan semua itu. Jangan jiper/keder. Itulah kemerdekaan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun