Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kepemimpinan dan Tewasnya Kepakaran

27 Juli 2020   14:16 Diperbarui: 29 Juli 2020   10:43 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga aspek kepemimpinan berdasarkan kepakaran/keahlian. Sumber gambar: Pribadi. 

Tahun 2017 ada buku menarik, berjudul "The Death of Expertise", yang ditulis Profesor Tom Nichols. Ahli dibidang "National Security Affairs", dari US Naval War College.

Secara singkat, isinya tentang perkembangan teknologi dan situasi politik yang mengakibatkan kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan, tidak diakui lagi.

Bahasa lainnya, Ilmu pengetahuan yang berdasarkan metode ilmiah - sejak deklarasi metode ilmiah dari Sir Francis Bacon, abad ke 17 - mulai tidak diakui kebenarannya. Akibatnya, fakta-fakta yang nyata dari ilmu pengetahuan dapat disilang-sengketakan.

Anak-anak kemarin sore, yang baru belajar membaca media sosial, mendadak bisa lebih jago dari pakar yang sudah menulis puluhan karya ilmiah.

Tetiba, anak-anak jurusan matematika merasa lebih jago dari profesor epidemologi. Sekonyong-konyong, mahasiswa belum lulus S1 memaki-maki menteri yang sudah selesai S3.

Bahayanya, jika hal demikian ditiru oleh para pemimpin dan pengambil keputusan. Mengerikan sekali hal ini, jika menjadi masif, sehingga kepakaran jadi korban politik dan teknologi informasi.

Ujungnya adalah masyarakat yang jadi korban.

Contoh kasus Covid-19

March Lipsitch, ahli atau pakar epidemologi (ilmu yang mempelajari sumber dan dampak penyebaran penyakit dalam kelompok masyarakat) dari Harvard University, menyatakan "seharusnya awal februari 2020 sudah ada kasus Covid-19 di Indonesia" dalam pemodelan ilmiah yang dilakukannya.

Analisa pemodelan yang dilakukannya menjadikan kegaduhan dalam pemerintahan negara Indonesia, sehingga dianggab menghina. Padahal, dalam dunia ilmiah, hasil kajian harus dijawab dengan kajian.

Model komunikasinya adalah data versus data. Model versus model. Kalkulasi versus kalkulasi. Bukannya data dan model diadu dengan ancaman-ancaman.

Kisah March ini adalah contoh keahlian berdasarkan metode ilmiah, yang dinafikan oleh para pemimpin karena faktor politik dan distorsi teknologi informasi.

Selanjutnya, kita tahu bersama, ternyata kisah kasus Covid-19 di Indonesia bagai gunung es. Kecil yang nampak di permukaan, tapi besar sekali yang tak nampak. 

Metode dan model yang dipergunakan March akhirnya terbukti kesahihannya. Jagoan selalu menang belakangan.

"Lesson Learned"

Kepemimpinan klasik (tahun 1930-1950) mensyaratkan kapabilitas dan rasionalitas pengambil keputusan. Hal ini memang tidak berat pada masa itu, karena ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang dengan dahsyat. Tugas pemimpin lebih ringan.

Tetapi pada masa 2020, situasinya berat. Distorsi politik dan teknologi informasi mengaburkan banyak hal. 

Untuk itu, para pengambil keputusan dapat dibantu dengan para pakar dalam dan luar negeri, juga lembaga-lembaga riset swasta dan pemerintah. Sehingga, kapabilitas dan rasionalitas keputusan bisa berbobot dan bermutu.

Tugas pemimpin adalah mengkolaborasikan semua elemen itu, atau mengorkestrasikannya, untuk menghasilkan irama keputusan yang merdu serta berdampak positif di masyarakat.

Lantai 6, Tanah Betawi.
Handy Chandra.

Referensi:
1. Tabloid Kontan, 06-12 Juli 2020.
2. kompas.com; 16 feb 2020.
3. Peter Northouse. Leadership.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun