Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Teknologi AIS Kelas B dan Inovasi Kolaboratif

27 Mei 2020   00:13 Diperbarui: 28 Mei 2020   22:48 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar posisi kapal seluruh dunia lewat alat AIS kelas A.

Saat menulis, saya berusaha mengakomodasi pembaca awam dan pembaca praktisi kemaritiman. Karenanya, aspek definisi dan terjemahan agak banyak. Ini untuk memudahkan pembaca awam. Juga, gaya bahasanya disampaikan secara ringan. Untuk praktisi kemaritiman, semoga tulisan ini menjadi makanan pikiran yang menyegarkan.

Mari sebentar, kita kilas balik sejarah kemaritiman. Sebelum ada teknologi AIS (Automatic Identification System), kejadian tabrakan antar kapal sangatlah tinggi. Paling banyak justru di pelabuhan, bukan di laut lepas. Kejadian ini terjadi pada pelabuhan yang lalu lintasnya padat, cuacanya sering berkabut, pada malam hari dan banyak gunung es terapung (daerah sub-tropis). 

Sebelum ada teknologi radio yang ditemukan oleh Marconi, komunikasi antar kapal di laut menggunakan sinar lampu, suara pluit dan bendera. Sinar lampu dan suara pluit menggunakan kode Morse, sedangkan bendera menggunakan kode standar dari IMO. Komunikasi antar kapal dengan memakai lampu, pluit dan bendera tentu sangatlah terbatas kemampuannya. Apalagi dengan sudut arah kapal yang menyulitkan komunikasi secara visual dan audio.

Selain tabrakan, kejadian pembajakan kapal dan pencurian muatan kapal adalah musibah lain dalam dunia pelayaran. Otoritas pelabuhan, terusan/kanal dan alur pelayaran tidak dapat memonitor status kapal, asal pelabuhan, muatan dan pelabuhan tujuan. Dengan memasang alat AIS, status kapal dapat diketahui dan kejadian pembajakan dan pencurian muatan dapat di minimalisir.

Maju cepat ke tahun 2002. Dengan kesepakatan seluruh pihak kemaritiman di dunia, Badan Maritim Dunia (IMO) mengeluarkan peraturan SOLAS Chapter 5, tentang prosedur dan aturan instalasi AIS, pada awal tahun 2002 (January 7th, 2002). SOLAS adalah singkatan Safety Of Life At Sea, merupakan kumpulan peraturan-peraturan yang sangat lengkap tentang prosedur keselamatan di laut. Dalam Bab 5 (Chapter 5), disepakati bahwa mulai akhir tahun 2002, semua kapal ukuran 300 GT (gross tonnage) keatas, wajib (mandatory) untuk memasang AIS. Sedangkan untuk ukuran 300 GT kebawah sifatnya sukarela (voluntary).

Ukuran GT (Indonesia: tonase kotor) jangan disalah-artikan. GT bukan berat (tonnage) kotor (gross). Sehingga kalau disebutkan kapal 300 GT, bukan berarti kapal dengan kapasitas muatan 300 ton. Bukan pula bobot kapalnya 300 ton. Juga, bukan kapasitas tangki bahan bakar 300 ton.

Terminologi ini adalah istilah teknis, bukan istilah harfiah. Dahulu sekali, sebelum kapal dibuat dari logam besi, ukuran GT adalah volume ruang kapal, yang dapat dipergunakan untuk mengisi barang dalam satuan barrel (drum kayu). Barrel ini bisa berisi buah atau rempah, minyak nabati, minyak bumi, minyak ikan Paus, dll. Jadi kalau disebutkan kapal 20 GT, maka kapal tersebut dapat membawa 20 barrel.

Pada masa kini, hampir semua kapal terbuat dari besi. Sehingga, formulasi perhitungan GT jadi ikut berubah. GT adalah volume ruang di bawah geladak (main deck) ditambah volume ruang tertutup geladak paling atas (superstructure), yang disimbolkan sebagai V, lalu dikalikan dengan angka konstanta (K). Nilai K dihitung dengan formula: [0.2 + 0.02 × log10(V)]. Secara teknis matematis, GT merupakan hasil perkalian konstanta K dengan volume ruang tertutup kapal V (GT = K x V).

Pada saat diberlakukan peraturan SOLAS Bab 5, tahun 2002, jenis AIS hanya satu saja, yaitu kelas (class) A. Jenis tersebut memiliki daya 12,5 watt. Mereknya banyak sekali, antara lain Furuno, Simrad, Samyung, dll. Kemampuan lebih dari kelas A ini adalah dapat dideteksi dengan satelit. Sedangkan AIS kelas B, hanya 2 watt. Seiring berjalannya waktu, AIS kelas B kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan jenis lainnya, yaitu AIS AtoN (Aid to Navigation) dan AIS SART (Search And Rescue Transmitter).

Alat ini merupakan hasil kombinasi dari teknologi radio VHF (very high frequency), teknologi Radar (radio detecting and ranging) dan teknologi satelit (satellite). Frekuensi radio VHF yang dipakai adalah antara 158 - 162 Mhz (megahertz). Radar dipergunakan untuk melihat posisi kapal-kapal lain, arah kapal, asal kapal, ukuran, jenis muatan, jenis kapal, tujuan pelabuhan dan pengelola lalu lintas kapal di pelabuhan utama (VTS, vessel traffic services). Sedangkan teknologi satelit dipergunakan untuk melihat pergerakan kapal di seluruh perairan dunia. Hanya saja, pemanfaatan data AIS melalui satelit hanya untuk AIS kelas A saja.

AIS AtoN adalah alat AIS kelas B yang dikembangkan untuk membantu navigasi. Alat ini umumnya dipergunakan pada pelampung (buoy) untuk marka navigasi, peralatan survey yang terapung, pada anjungan pengeboran lepas pantai, dan lainnya (terkait navigasi). Sedangkan AIS SART umumnya diletakkan pada perahu keselamatan (life boat), jaket pelampung (life jacket) untuk mengantisipasi jika terjadi kecelakaan kapal di laut. Sehingga tim pencari korban kecelakaan kapal (SAR team) mudah mengidentifikasi posisi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun