Mohon tunggu...
Johara Masruroh
Johara Masruroh Mohon Tunggu... Guru - Hobi menulis sejak menjadi seorang ibu

Ibu dua anak

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku Meninggalkan Buah Hati

11 Agustus 2021   15:30 Diperbarui: 11 Agustus 2021   16:21 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ikannya dikasih makan apa itu, Nak," tanyaku mencoba mendekatinya. Kupeluk dia dari belakang sambil mencium pipinya. Kulihat wajahnya kembali cerah.

"Ikannya boleh dikasih makan itu ya, Bun?" Jarinya menunjuk pakan ikan di dalam botol bekas minuman yang telah disediakan oleh pemilik rumah.

"Boleh, memang itu makanannya kan. Kalau daun itu makanan kambing," kataku sambil menatap matanya yang tak lagi berkaca. Akhirnya aku bisa lega.

Waktu terus berjalan perlahan, tetapi terasa begitu cepat bagiku. Fathir mencium punggung tanganku kemudian kupeluk dia dengan erat. Tubuh kami menyatu hingga tak ada celah tersisa. Air mata yang ingin meleleh kutahan sekuat tenaga. Begitu juga Fathir, karena aku bisa melihat itu dengan jelas di matanya. Dia putraku, dan aku sangat hafal gelagatnya.

"Dadaaa ... assalamualaikum." Fathir masuk ke mobil kemudian memeluk bantal.

 "Sampai jumpa hari Sabtu, Fathir." Tanganku melambai padanya.

Deru mobil meninggalkanku. Aku masih terdiam di tempatku berdiri. Angin sore  membelai wajahku, menghapus sisa ciuman Fathir di pipi kanan kiriku. Seketika itu juga rasa rindu mulai datang. Bagaimana tidak? Separuh jiwaku tak ada lagi berasamaku.

...............

Lima hari sudah kurasakan hidup sendiri tanpa kehadiran Fathir. Jika ada yang bertanya bagaimana rasanya, aku sulit menjawabnya dengan untaian kata. Aku melihat wajah putraku di mana-mana. Di kamar, di sekolah, di masjid, di perpustakaan, dan di setiap tempat yang kukunjungi. Terkadang seperti terdengar suaranya memanggil. Suara-suara itu selalu berhasil membuatku ingin segera pulang mendekapnya.

Aku pulang dengan bus jurusan Surabaya-Yogya setelah sebelumnya naik bus kecil ke arah Jombang. Perjalanan ini begitu melelahkan tetapi juga membahagiakan. Jauh perjalanan yang kutempuh, perlahan mendekatkanku pada Fathir yang kuyakin sedang menungguku pulang. Pukul Sembilan malam, aku tiba dengan menenteng kebab dan pistol mainan.

Fathir duduk bersandar pada tiang di teras rumah, kedinginan karena angin yang cukup kencang. Fathir seketika berdiri dan berlari saat melihatku datang. Dia menubruk tubuhku, memelukku, mencari kehangatan. Wajahnya yang girang justru mengubrak-abrik jiwa keibuanku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana ia melalui hari-harinya tanpaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun