Mohon tunggu...
Johan Prabowo
Johan Prabowo Mohon Tunggu... Duta Besar - I Ching

Penulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mengemas Berita Perfilman dalam Balutan Review dan Skor, Seberapa Krusial?

25 Oktober 2020   10:18 Diperbarui: 26 Oktober 2020   01:38 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarantino marah besar pada Guru-Murthy (Sumber: Vice.com)

Mencari review dan kritik dari suatu film yang akan saya tonton menjadi kewajiban tersendiri bagi saya. Berapa rating-nya, bagaimana reaksi kritikus, kelebihan dan kekurangan film tersebut, bahkan komentar yang lebih dalam, seperti pembahasan singkat dilema dan permasalahan yang ada menjadi sesuatu yang akan saya telaah terlebih dahulu sebelum menonton film (dengan tetap menghindari spoiler tentunya).

Tanpa disadari, mencari dan membaca review film sebelum atau sesudah menonton film sudah menjadi budaya bagi audiens di era digital.

Seperti halnya buku, film juga memiliki resensi tertulis, yang biasanya diterbitkan oleh beberapa media massa melalui situs biasanya (jika di zaman sekarang), resensi/rangkuman tersebut diterbitkan oleh situs-situs yang memang memiliki kredibilitas untuk memposting resensi (seperti imdb.com), di mana biasanya ada informasi umum dari film yang diulas, seperti judul, sutradara, tanggal rilis dan produksi.

Resensi biasanya dirilis sebelum film ditayangkan, dimana informasi mengenai film tersebut diperoleh melalui proses press junket. Apa itu?

Press junket meliputi kegiatan promosi film, perilisan berita oleh media, penjualan merchandise, dan yang terpenting, dalam dunia pers, media mewawancarai beberapa aktor atau pekerja lainnya (sutradara atau produser) dalam film tersebut. 

Yang sering kita saksikan, biasanya artis akan ke bioskop (jika di Indonesia) untuk mempromosikan filmnya seminggu sebelum pemutaran, dan mengadakan sesi tanya jawab khusus dengan media. Nah inilah model umum dari press junket.

Sayangnya, fenomena press junket dinilai tidak relevan bagi sebagian jurnalis, karena banyak kendala dalam wawancara, pada kenyataannya waktu wartawan terbatas, misalnya empat menit. Tentu saja, ini akan membuat wartawan hanya memiliki sedikit informasi.

Press junket memang dirancang untuk melakukan wawancara sesingkat mungkin agar bisa menemukan narasumber yang banyak. Intinya, yang diincar sineas adalah kuantitas. Tanpa mengedepankan kualitas wawancaranya sendiri.

Berbagai pemberitaan di media, setidaknya mengandung nama film, sinopsis, foto, dan beberapa kata dari aktor atau sutradara yang didapatkan oleh reporter pada konferensi pers. Bagaimanapun, promosi adalah tujuan utama mereka.

Sebuah insiden dapat menjadi contoh. Ketika Khrisnan Guru-Murthy dari saluran TV Berita Channel 4 bertanya terkait isu rasialisme saat mewawancarai film sutradara kondang Quentin Tarantino "Django Unchained", jawaban Tarantino jika diterjemahkan kurang lebih adalah: Wawancara ini adalah iklan. Buat film saya, berhenti bicara omong kosong! Reporter yang sama mengalami kejadian serupa di channel TV yang sama. Ketika aktor Robert Downey Jr ditanya tentang masa lalunya terkait kecanduan narkoba, Robert malah marah dan walkout dari ruang wawancara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun