Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jurus Dewa Mabuk Songsong Kompetisi Extraordinary

14 Juli 2020   08:09 Diperbarui: 14 Juli 2020   08:10 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://wells-auction.com/)

Jika prediksi terbaru Presiden Jokowi tepat, setelah puncak virus corona itu terjadi, bisa diperkirakan bagaimana situasi di bulan berikutnya (Oktober). Sedangkan kompetisi dimulai 1 Oktober 2020. Berani atau bisakah ijin diberikan oleh Gugus Tugas Covid-19?.

Kedua soal kesehatan dan keselamatan. Meski perhelatan Liga 1 nantinya kemungkinan digelar tanpa penonton, risiko akan terpapar virus corona bukan serta-merta hilang. Sebanyak 22 pemain di lapangan akan saling kontak fisik, sehingga dikhawatirkan bisa menular.

Selain itu, karena tak adanya penonton maka kemungkinan besar adanya nonton bersama (nobar) oleh supporter. Mulainya aktivitas warga seperti di kafe-kafe kemungkinan nobar itu besar kemungkinan terjadi. Hal itu bisa memunculkan potensi baru penyebaran virus.

Di sisi lain, sesuai dengan pertemuan Kemenpora dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada 25 Juni lalu, diputuskan bahwa jika ada temuan kasus positif, maka event olahraga tersebut akan dihentikan.

PSSI sendiri sudah menyatakan para pemain, tim pelatih dan ofisial akan mendapatkan rapid test sebelum laga, dan biayanya akan ditanggung oleh PSSI. Padahal rapid test dikenal punya tingkat akurasi yang rendah dalam mendeteksi virus corona.

Beberapa kejadian menunjukkan hasil dari rapid test salah dan dianulir setelah seorang pasien melanjutkan pemeriksaan ke swab test.

Ketiga finansial. Faktor finansial ini jelas beban terbesar yang saat ini ditanggung oleh para klub. Terhentinya kompetisi saat belum berjalan sebulan membuat klub kelimpungan.

Masih kurangnya subsidi dari PT LIB yang menjadi hak klub jeas merupakan kendala yang menyulitkan. Tak adanya kucuran dana dari sponsor dan pemasukan tiket jelas menjadikan subsidi sebagai tumpuan, selain dari kantong pemilik klub.

Seperti dilakukan oleh Arema FC yang terpaksa meminta Iwan Budianto sebagai pemilik klub untuk menggelontorkan dana bagi gaji pemain, pelatih dan karyawan. Pemegang saham mayoritas (70%) PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), itu sudah merogoh koceknya sebesar Rp 2,3 miliar.

Tak mengherankan jika beberapa klub meminta agar subsidi ditingkatkan jika liga bergulir. PT LIB memang menjanjikan peningkatan subsidi dari Rp 520 juta menjadi Rp 800 juta, namun nilai itu dianggap kurang. Angka Rp 1,2 hinggga 1,5 miliar dianggap layak bagi klub untuk mengarungi lanjutan kompetisi Liga 1.

Pemilik atau pemegang saham mayoritas lainnya tentu juga berkorban seperti itu. Meski juga mungkin keteteran karena bisnisnya sendiri juga remuk karena dampak ekonomi dari pandemi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun