Negosiasi ulang gaji para pemain, pelatih dan ofisial tim itu pada hakekatnya tindakan jangka pendek di tengah kesulitan klub dalam hal finansial sebagai imbas adanya pandemi Corvid-19.
Pembayaran gaji yang hanya sebesar 25% untuk April hingga Agustus (jika dianggap gaji Juli-Agustus sama halnya dengan Apil-Juni) memang meringankan beban klub. Namun yang perlu ditekankan adalah perubahan prosentase gaji itu bukan berarti adanya perubahan kontrak.
SK "kisaran" PSSI itu sendiri akan menimbulkan masalah baru bagi klub dan pemain, pelatih serta staf karena mereka akan menerima  pemain Liga 1 belum tentu menerima ketentuan "kisaran" gaji 50% hingga akhir musim. Sedangkan kontrak para pemain umumnya berakhir pada November atau Desember 2020.
Bila itu dijalankan per September 2020, apakah diartikan durasi September-Desember (jika kontrak berakhir Desember) mereka menerima gaji berkisar 50%, selanjutnya juga dengan nilai sama atau berbeda dari Januari hingga berakhirnya kompetisi?.
Tak heran jika klub seperti PS Sleman menilai bahwa di dalam SK PSSI itu  belum terdapat penjelasan secara gamblang, termasuk jadwal pelaksanaan pertandingan kompetisi. Padahal hal itu dapat dijadikan pedoman klub menentukan formula tepat dalam bernegosiasi kontrak anyar.
"Paling tidak kami bisa menawarkan kontrak baru dengan para pemain, berdasarkan durasi kompetisi yang dilanjutkan nanti berapa lama. Jadi poin demi poin dari PSSI perlu diperjelas kembali," jelas Direktur Operasional PT PSS (Putra Sleman Sembada, yang mengelola PS Sleman), Hempri Suyatna.
Di sinilah letak keambiguan dan kebingungan yang muncul dari SK "kilasan" itu. Tidak sekedar pembayaran sebesar 50% saja tapi menyangkut kontrak baru. ***