Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sak Karepmu, Jenderal

18 Desember 2018   02:59 Diperbarui: 18 Desember 2018   10:38 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : instagram.com/kinantan.tv

Prestasi jeblok, kembali wartawan yang disalahkan. Apes benar wartawan, terutama mereka yang meliput sepakbola.

Itu yang kembali terjadi. Kali ini soal PSMS Medan yang terdegradasi dari Liga 1 ke Liga 2, bahkan remuk redam di Piala Indonesia ketika dikalahkan oleh tim kelas tiga, 757 Kepri Jaya. Keterpurukan tim kebanggaan warga Sumatra Utara itu ternyata bukan karena manajemennya, tapi salah satunya akibat wartawan.

"Introspeksi diri, evaluasi, dan perbaiki untuk ke depan. Seluruhnya harus dievaluasi. Yang pertama pemainnya, kedua suporternya," kata Edy di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, 15 Desember 2018 lalu.

Edy pasang badan membela manajemen klub yang dimilikinya (Edy memiliki saham mayoritas di PT Kinantan Indonesia, legal PSMS Medan). "Bukan salah manajemennya. Salah pengasuhnya, termasuk wartawannya," katanya.

Entah kenapa Edy yang pernah minta agar tidak lagi di-bully wartawan itu kembali menyalahkan kuli tinta itu. Tidak jelas juga sejak kapan wartawan menjadi pengasuh klub, atau wartawan menurut Edy itu seperti baby sitter dan PSMS Medan balita yang diasuh wartawan.

Edy Rahmayadi yang lebih suka disebut sebagai Dewan Pembina PSMS Medan itu mengaku pernah menjadi pemain sepakbola bersama mantan striker nasional, Ricky Yacobi. Ia juga membantah dirinya tidak mengetahui apa pun tentang sepak bola Indonesia

Saat jumpa pers di Medan, 5 Desember 2018 lalu, Edy pun segera bicara tentang minimnya jumlah pesepak bola profesional di Indonesia dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

"Jumlah penduduk 250 juta berita hasil sensus tahun 2016 hanya 67.000 dan Ricky Yacobi ini masih ada di dalamnya," katanya.

Pernah menjadi pemain sepakbola, juga mengerti minimnya pemain di Indonesia bukan berarti seseorang lalu mengerti banyak tentang dunia sepakbola secara global. Apalagi jika ia hanya sebentar saja jadi pemain, dan kini memimpin federasi olahraga yang paling popular di tanah air.

Ia tak hanya dituntut mengerti soal manajemen organisasi, tapi juga bagaimana membina hubungan baik dengan stakeholder maupun pers. Tidak jamannya lagi bersikap seperti penguasa ala Orba atau main perintah karena pernah menjadi panglima.

Keterpurukan sebuah klub, apalagi tim nasional, tentu tidak logis jika dibebankan pada diri pemain, apalagi suporter dan wartawan. Pemain hanya menjalankan instruksi, strategi yang dirancang oleh pelatih. Sebaliknya, pelatih dipilih oleh manajemen klub atau federasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun