Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Masalah Kandang Perseru Serui dan Inkonsistensi Regulasi

29 Mei 2018   19:53 Diperbarui: 29 Mei 2018   20:00 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perseru Serui menjamu Bhayangkara FC di Stadion Marora. Foto : LIB

PSM Makassar merasa iri ketika Barito Putra bisa bertanding di Stadion Gajayana, Malang, 17 Mei 2018 lalu. Tim asuhan Jacksen F. Tiago itu melakoni laga tandang menghadapi Perseru Serui.

Sriwijaya FC pun menjalani laga tandang ke stadion itu, menghadapi Perseru Serui, 27 Mei 2018 dengan kekalahan 0-1 dari gol bunuh diri Mahamadou N'Diaye di menit ke-80.

Ternyata Perseru Serui menjadikan Stadion Gajayana sebagai kandang barunya di bulan puasa ini, bukannya menggunakan Stadion Marora yang terkenal angker bagi tim-tim lainnya.

Perseru terpaksa menjadi musafir karena pertandingan selama bulan puasa dilangsungkan malam hari. Stadion Marora tidak bisa digunakan karena belum memadainya lampu sesuai persyaratan regulasi Liga 1 2018.

Wajar saja pelatih PSM Makassar, Robert Rene Alberts merasa iri sekaligus kecewa atas bisanya tim-tim lain yang menghadapi Perseru bertanding di Malang. Mereka tak perlu menempuh perjalanan jauh dan melelahkan, serta beresiko tentunya, untuk datang ke Kepulauan Yapen, Papua.

Stadion Marora memang belum memiliki fasilitas lampu yang memadai jika digunakan untuk pertandingan malam haris, sesuai dengan standar liga, yakni 800 lux. Tapi PSSI tetap meloloskannya untuk menjadi kandang Perseru, begitu juga pada kompetisi Liga 1 musim lalu.

Seperti halnya musim lalu juga, saat memasuki bulan puasa, Perseru harus mencari stadion lain sebagai kandang untuk melakoni menjamu tim-tim lain. Malang jadi kota favorit tim berjuluk Cendrawasih Jingga itu. Bahkan di kota itu pula mereka meluncurkan jersey terbarunya.

Keinginan Perseru menggunakan Stadion Marora sebagai markasnya wajar saja, karena bertanding di depan pendukung sendiri jelas memiliki atmosfir berbeda. Mereka juga mengusung misi untuk memberikan hiburan bagi masyarakat yang gila bola.

Kendala jarak dan transportasi yang dialami tim-tim lain ke Yapen pada sisi lain juga menunjukkan ketertinggalan wilayah itu dari sentuhan pembangunan dibandingkan dengan daerah lain.

Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi pada 2017 lalu ketika mengijinkan Perseru menggunakan Stadion Marora sebagai markasnya bahkan mengatakan "Tapi bangsa ini tanpa Serui, bukan Indonesia.

Persoalannya tentu bukan sekedar semangat nasionalisme seperti ucapan mantan Pangkostrad itu, tapi konsistensi PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan PSSI soal regulasi.

Konsistensi itu pada ujungnya adalah rasa keadilan bagi tim-tim lain yang juga bersusah-payah mencari stadion sebagai kandangnya. Ada yang mudah mendapatkan, ada yang sulit dan harus berpindah-pindah seperti Persija Jakarta.

Masalah lampu di Stadion Marora bukan barang baru sebenarnya. Itu sudah terjadi pada Liga 1 2017 lalu. Ada waktu yang lebih dari cukup bagi Perseru untuk memenuhi regulasi soal kelayakan sebuah tim berlaga di Liga 1, salah satunya adalah stadion dengan segala fasilitasnya.

Akibatnya, pertandingan kandang terpaksa berpindah tempat juga, seperti keputusan PT LIB yang memindahkan laga kandang Perseru saat menjamu Bali United.  Laga pada 4 Juni 2017 itu dilangsungkan di Stadion I Wayan Dipta, Bali yang notabene merupakan markas Bali United.

Saat mengarungi musim 2017 lalu, Perseru diijinkan menggunakan stadion Marora dengan beberapa catatan, seperti  memberikan secara tertulis terkait masalah jaminan transportasi. Namun masalah kelayakan sebuah stadion tentu tak sekedar soal kemudahan transpotasi semata.

Di sinilah dibutuhkan ketegasan dan konsistensi dari penyelenggara kompetisi yakni PT LIB menegakkan regulasinya sendiri. Jika konsisten dari sikapnya semula tidak meloloskan stadion Marora sebagaai kandang Perseru, tentu tak akan memunculkan protes dari tim lain seperti diungkapkan PSM Makassar.

Bukankah PT LIB sendiri yang mengumumkan di awal Februari 2018 adanya tiga stadion yang dinyatakan tak lolos verifikasi. Tiga stadion yang tidak lolos tersebut adalah Stadion Teladan, kandang PSMS Medan, Stadion Moc Soebroto yang merupakan markas PSIS Semarang, dan Stadion Marora yang menjadi kandang Perseru Serui.

Ketegasan PT LIB juga tak hanya menjaga kewibawaan mereka sebagai operator, tapi juga menjadi pemicu bagi Perseru untuk berbenah sebagai sebuah klub yang benar-benar profesional, yang tak hanya dalam istilah.

Di sinilah ujian sesungguhnya bagi PT LIB untuk konsisten pada aturan main yang dibikinnya sendiri. Memperbaiki inkonsistensi yang telah terjadi pada musim lalu, semisal soal keharusan memainkan pemain U-23 tapi ditangguhkan sebelum dibatalkan.

Jika tidak, maka slogan "Liga Baru Semangat Baru" hanya sekedar slogan saja, karena tak ada yang baru dalam liga dan semangatnya. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun