Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PNS Guru [Perlu] Dibatasi

12 Mei 2010   00:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penerapan peraturan 24 jam tatap muka merupakan sikap dilematis pemerintah terhadap situasi. Ada tiga ketidakmungkinan kebijakan itu dapat diterapkan. Pertama, jumlah guru tidak merata sehingga sulit dicapai untuk pemenuhan jumlah jam mengajar. Sebagai contoh, ada sebuah SMP yang hanya mempunyai 12 kelas (rombel) tetapi mempunyai 6 PNS/ CPNS IPS. Secara matematika, dapat dihitung 12 kelas x 5 jam pelajaran akan menghasilkan 60 jam tatap muka. Kondisi itu berarti setiap guru hanya mengajar 10 jam tatap muka per minggu. Pemerintah lupa bahwa mata pelajaran IPS merupakan kolaborasi mata pelajaran ekonomi, geografi, dan sejarah. Bagaimanakah dengan IPA yang juga merupakan mata pelajaran kolaboratif? Fakta ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk memeratakan PNS/ CPNS sesuai dengan kebutuhan sekolah. Bagaimanakah jika suatu sekolah hanya mempunyai 6 kelas (rombel) atau bahkan lebih sedikit?

Kedua, pemerintah masih membuka penerimaan CPNS guru. Memperhatikan rasio kebutuhan guru dan jumlah jam mengajar, seharusnya pemerintah bijak untuk mulai membatasi penerimaan CPNS baru. Telah sering kita dengar banyak sekolah yang terpaksa di-merger atau digabung karena jumlah siswa tidak sebanding jumlah guru. Jika setiap tahun pemerintah masih menerima CPNS guru, bukankah itu justru menjadi beban baru bagi pemerintah?

Ketiga, pemberdayaan guru ditingkatkan. Jujur harus diakui bahwa kualitas guru saat ini masih kurang. Di mana-mana dijumpai perilaku guru di sekolah yang tidak semestinya dilakukan. Ada guru yang mengajar CTL alias catat tinggal lungo (catat ditinggal pergi) dan ada juga guru diktator (jual diktat untuk kredit motor). Guru-guru itu perlu dibina agar menjadi guru yang sebenarnya. Di luar sekolah, perilaku sebagian guru bahkan lebih buruk.

Guru Profesional

Mempertimbangkan kondisi di atas, pemerintah perlu merumuskan kembali kebijakan yang akan diambil. Ada dua hal yang harus dipikirkan pemerintah, yaitu kejelasan rumusan profesional dan komitmen memajukan pendidikan. Pemerintah hendaknya menjauhkan pemikiran bahwa guru profesional harus mengajar 24 jam tatap muka per minggunya. Guru profesional adalah guru yang mampu memberikan hasil konkret terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Karena itu, profesional hendaknya diukur berdasarkan kinerja dan kreativitas. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk menghasilkan karya ilmiah, membimbing siswa menjadi juara, atau menjadi pemenang dalam sebuah kompetisi dapat dijadikan instrumen penilaian. Banyak jam tatap muka justru akan membebani guru dan siswa tanpa mempertimbangkan efektivitas pengajaran. Ada sebuah SMP yang mengajar siswanya sampai jam ke-9 atau jam ke-10. Itu artinya siswa dipulangkan setelah jam 15.00. Guru hanya berniat mengejar jumlah jam tatap muka tanpa mempertimbangkan kondisi psikis dan fisik peserta didiknya.

Komitmen pemerintah memajukan pendidikan pun harus ditunjukkan melalui usaha konkret. Satu-satunya cara memajukan kualitas pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidikan guru dahulu. Sebenarnya masih banyak guru yang ingin meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan lanjutan (S2 dan S3). Namun, beban 24 jam tatap muka per minggu jelas akan menjadi penghambat. Selain itu, guru pun mengalami kesulitan dalam pembiayaan. Alangkah baiknya jika pemerintah memberi beasiswa melalui seleksi atau kompetisi. Bukankah pemerintah telah menganggarkan sekitar 20% APBN untuk dunia pendidikan? (www.gurumenulidbuku.blogspot.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun