Tulisanmu itu karaktermu. Tulisan merupakan cermin yang memantulkan kepribadian penulisnya. Tulisan tak bisa berbohong. Jadi, menulislah yang baik, indah, dan benar. Begitulah nasihat yang sering disampaikan banyak orang.
Aku pun belajar memperbaiki setiap tulisan. Aku belajar menata setiap kata, kalimat, dan wacana agar enak dibaca. Ternyata, sungguh luar biasa. Kebiasaan menata kata itu berbuah manis. Setiap kata yang tertulis membuat banyak orang terkagum. Pada akhirnya, mereka berusaha memintaku untuk bekerja sama. Apalagi jika tidak menulis buku. (he..he..he...)
Menulis buku memang memerlukan kemahiran memperbaiki tulisan. Kegiatan itu bernama penyuntingan atau pengeditan. Teramat kebetulan aku menyusun skripsi tentang Analisis Kesalahan Tulisan dalam Rubrik Tajuk Media X. Kemahiran menyuntingku semakin berkembang seiring dengan tesis yang kususun. Aku menulis Upaya Meningkatkan kemampuan Menyunting Karangan dengan Penerapan Metode Inkuiri untuk meraih gelar magisterku. Dampak positif mulai kurasakan. Aku begitu menikmati tulisan-tulisanku.
Namun, aku dipusingkan dengan beragam tulisan di beberapa tulisan, baik dalam buku, artikel, berita, maupun di sini: kompasiana. Tulisan itu seakan sekadat ditulis. Aku sering menemukan beragam kesalahan penggunaan kata dan kalimat. Perhatikan contoh berikut.
Mereka itu sudah berulangkali melakukan kesalahan.
Kalimat itu salah karena penggunaan kata berulangkali. Bahasa Indonesia tidak mengenal kata ulang berulangkali. Kata itu seharusnya diubah menjadi kata ulang sebagian, yakni berulang-ulang atau berkali-kali. Oleh karena itu, kalimat itu harus diubah menjadi kalimat berikut.
Mereka itu sudah berulang-ulang melakukan kesalahan.; atau
Mereka itu sudah berkali-kali melakukan kesalahan.
Kalimat itu terlihat sederhana. Namun, kalimat itu dapat mengubah makna keseluruhan wacana jika terus dibiarkan. Kesalahan lain dapat ditemukan pada kalimat yang menggunakan barangkali. Perhatikan kalimat di bawah ini.
Banjir itu barangkali disebabkan hujan yang terus mengguyur.
Penggunaan kata barangkali pada kalimat di atas adalah salah. Kata itu bermakna mungkin. Jadi, hendaknya kata itu diganti dengan kata mungkin. Barang kali itu batu, ikan, pasir, air, sampah dan lain-lain. Dengan demikian, kalimat di atas perlu diubah menjadi kalimat di bawah ini.
Banjir itu mungkin disebabkan hujan yang terus mengguyur.
Bentuk kesalahan lain dapat ditemukan pada penggunaan kata dikarenakan. Bahasa Indonsia tidak mengenal kata hubung atau konjungtor dikarenakan. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kata kerja dikarenakan. Perhatikan kalimat di bawah ini.
Mereka gagal maju ke final dikarenakan kalah pada babak penyisihan.
Sepintas kalimat itu benar. Jika memang benar, cobalah diperhatikan bentuk kata dikarenakan. Kata itu berbentuk kata kerja pasif. Secara logika, kata kerja dikarenakan seharusnya dapat diubah menjadi kata kerja aktif. Lalu, pernahkah Anda menjumpai kata kerja mengarenakan? Tentu saja kata mengarenakan tidak pernah dapat dijumpai. Dengan demikian, kalimat itu harus diubah menjadi kalimat seperti di bawah ini.
Mereka gagal maju ke final karena kalah pada babak penyisihan.
Kata dikarenakan berbeda dengan kata disebabkan. Kata dikarenakan tidak dapat diaktifkan, sedangkan kata disebabkan dapat diaktifkan menjadi menyebabkan. Oleh karena itu, kata disebabkan dapat digunakan untuk kalimat verba. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.
Banjir itu disebabkan penebangan hutan. (benar)
Penebangan hutan menyebabkan banjir itu. (benar)
Cobalah Anda ganti kata disebabkan dengan kata dikarenakan. Tentu kalimat itu tidak akan bermakna, rusak, dan hancur-hancuran. Mau lihat? Baca saja kalimat di bawah ini.
Banjir itu dikarenakan penebangan hutan. (salah)
Penebangan hutan mengarenakan banjir itu. (salah)
Begitulah cara mudah memperbaiki tulisan. Tulisan ini sekadar pelampiasan dari kejenuhanku petang ini. Mobilku belum selesai diservis sehingga tak bisa bepergian dengan anak-anak. Jadinya ya ke warnet aja. He..he..he… Semoga bermanfaat. Amin. Terimakasih.