Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Car Free Day ala Pinggiran Kota Bandung

23 Februari 2020   19:57 Diperbarui: 26 Februari 2020   13:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hari  Sabtu sore satu-satunya jalan menuju ke komplek rumahku, tertutup. Jalan di Bunisari yang melintang dari Jalan Tanjungsari di selatan menuju Jalan AH Nasution sepanjang 450 meter itu tak terlalu lebar, hanya bisa dilalui dua mobil minibus dengan pas-pasan.


Bila secara tidak sengaja dua mobil bertemu maka keduanya akan berhenti tepat ketika muka kedua mobil itu tampak seperti mau berciuman. Kedua sopirnya saling menyapa, saling melipat kaca spion.

Dalam keadaan kaca spion terlipat, pelan-pelan mobil merayap tanpa mengetahui dengan pasti apakah kedua body mobil itu aman dan tidak akan bergesekan. Kadang-kadang bila disekitar itu ada warga, maka secara sepontan akan memberi aba-aba, "Lurus, menggeser ke kiri atau ke kanan."

Awal-awal tinggal di situ aku merasa risi, tetapi setelah terbiasa rasanya nyaman-nyaman saja. Hikmahnya bisa saling sapa, memupuk toleransi, serta merawat kesabaran.

Bandung, sejak dulu dikenal dengan kota terpadat penduduknya. Kemakmuran membuat jumlah kendaraan bermotor terus meningkat. Tetapi, tidak untuk jalan raya. Berpuluh-puluh tahun panjang dan lebar jalan, nyaris tidak berubah. Akibatnya kemacetan terjadi di mana-mana.

Pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur penduduk Bandung bertambah secara signifikan. Warga Jakarta -terutama, yang berakhir pekan dan berlibur di kota yang berhawa sejuk itu telah menguasai seluruh ruas jalan yang ada karena banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Warga Bandung sendiri bahkan terperangkap di rumahnya masing-masing karena ketika membuka pintu, di luar begitu padatnya manusia memenuhi tempat wisata, cafe, jalan raya bahkan di trotoar.

Semua orang sepakat bahwa berolah raga sangat baik untuk menjaga tubuh tetap bugar. Tubuh yang bugar pada giliran berikutnya akan membangun jiwa yang sehat. Masalahnya bagaimana bisa mengajak begitu banyak orang untuk berolah raga di luar rumah sementara di kota yang penduduknya padat merayap seperti Bandung ini sarana olah raga sangat terbatas?

Pemko Bandung sejak tahun 2008 menutup beberapa ruas jalan pada pukul 6 sampai 10 pagi, pada hari Minggu. Hal ini bertujuan agar warganya bisa berolah raga semisal joging atau berjalan kaki tanpa harus takut terlindas kendaraan bermotor. Penutupan jalan ini dikenal dengan istilah car free day (cfd) diawali di jalan utama seperti Dago, Riau dan Buahbatu.

Tetapi, lha ini Sabtu sore kok ditutup? Di pinggiran lagi, apa ini program car free day? Bukan, rupanya. Entah sejak kapan, sepanjang tak kurang 200 meter di ruas jalan itu digunakan untuk berjualan. Setiap Sabtu sore otomatis jalan  tertutup selama kurang lebih antara pukul 16.00 sampai dengan 18.00 wib.

Tidak tahu datangnya dari mana para pedagang itu. Mereka yang tak punya kios di pasar, tak ada nyali buka lapak di trotoar, atau lelah berjualan keliling, tak sanggup jualan online, Sabtu sore mereka berjualan di situ, di emperan rumah. Mereka menjemput konsumen, mengais-ngais rizki recehan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun