Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Carinih, Rok Mini di Kampung Bau Lesung

25 Januari 2020   14:38 Diperbarui: 26 Februari 2020   07:14 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mobil Suzuki Jimny warna putih itu melonjak-lonjak di jalan berlubang. Beberapa gumpal sisa aspal masih melekat di permukaan jalan menunjukkan kalau jalan itu pernah beraspal. Tetapi yang ditemukan sekarang hanya gundukan batu berserakan sebesar kepal orang dewasa dan lubang besar di sana-sini. Aku yang duduk di bangku belakang terombang-ambing seperti dibanting-banting, beberapa kali kepalaku terbentur atap mobil. Di depan kami mobil truk dengan muatan karung gabah yang menggunung jauh di atas kapasitas megal-megol miring ke kiri kadang ke kanan seperti mau terjungkal.

Di luar, di kiri kanan sawah terhampar habis dipanen berwarna pirang atau coklat. Beberapa mesin perontok gabah mengerang-erang menerbangkan jerami. Beberapa petani membakar jerami kering. Asap membumbung tinggi membuat udara yang kering di Bulan Juni menjadi semakin panas.

Sejak keluar dari jalan pantura menelusuri jalan kabupaten antara Jangga menuju Trisi tak banyak perkampungan yang dilalui kecuali sawah yang terhampar luas. Entah tahun berapa jalan tersebut pernah diaspal karena hari ini aku melewatinya seperti berjalan di atas sungai kering berbatu. Banyaknya truk yang melintas terutama yang mengangkut gabah melampaui batas ambang kemampuan jalan membuat jalan semakin hancur. Lumpur kering yang kerap terlindas ban truk menerbangkan debu mengaburkan pandangan.

Sejak dikabari tadi pagi oleh Kasi Rutang kalau aku ditempatkan di unit kerja baru setelah seminggu memperoleh pembekalan aku belum bisa membayangkan di mana gerangan tempat tugasku itu. Aku hanya menggeleng ketika ia bertanya tentang apakah aku sudah pernah mengenal daerah itu. Ia pun terkekeh menyaksikan aku yang bingung.

Ketika aku menerima surat tugas, di depan meja Kasi Rutang duduk Pak Winata -unit desa officer. Aku menatapnya sebentar kemudian aku bangkit berdiri, membungkuk hormat. Takzim.

"Ditugaskan di mana, Dik?" Pak Win menyapa sambil menyentuh pundakku.

"Kroya, Pak." jawabku singkat.

"Oh, ayo ikut saya!"

Tidak lama kemudian aku sudah duduk di bangku belakang Suzuki Jimny putih pelan-pelan keluar dari Kota Indramayu menuju Sindang kemudian ke arah Rambatan sampai akhirnya ke Lohbener masuk ke jalan pantura. Di jalan pantura mobil tua itu ternyata bisa dipacu lari kencang mengikuti irama pengendara lain yang ugal-ugalan. Aku yang duduk di bangku belakang terbanting-banting tak sanggup berbuat apa, segan dengan Pak Win, bos besarku. Akhirnya di Jangga belok ke kiri ke jalan berbatu.

Setelah melewati Desa Trisi mobil belok ke kanan ke Kedokan Gabus. Setali tiga uang, tidak ada perubahan. Suasana pesawahan, asap mengepul, truk gabah dengan muatan menggunung dan jalan berbatu berlubang. Setelah melewati rel kereta api sekitar 200 meter dari pintu perlintasan kendaran masuk ke halaman kantor BRI Unit Desa Kedokan Gabus. Pak Win turun dan masuk ke kantor menemui kepala unit. Aku ikut turun mencoba meluruskan punggung dan menghirup udara segar. Kemudian masuk bersama supir ke ruangan layanan nasabah dan duduk di sampingnya. Suasana desa sangat kental di ruangan yang tidak terlalu luas itu. Orang-orang duduk di bangku panjang dengan menenteng caping, laki-laki bercelana pendek dan ibu-ibu berkain jarit sebagian tanpa alas kaki. Ruangan tanpa pendingin udara, hawa gerah.

"Dari sini Kroya tak jauh lagi." kata Supir.
"Ouooh..." aku malas-malasan menjawab sambil menguap menahan kantuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun